"Harusnya suaminya tahan diri dulu lah. Baru juga selesai masa nifasnya, eh malah bikin anak lagi."
"Aku kira tidak ada yang perlu diherankan. Kamalia kan hamil oleh suaminya sendiri. Seandainya dia dihamili laki-laki lain itu baru mengherankan," yang lain memberikan komentar.
"Kita tahu sendirilah keadaan mereka. Penghasilan Mas Barlian saja tidak menentu. Beban mereka akan bertambah kalau begitu."
"Rezeki sudah ada yang atur. Kitanya saja yang terlalu mengkhawatirkan yang tidaktidak dan gila urusan."
Setiap ia bejumpa dengan orang-orang selalu ditanyai; apakah kamu hamil? Saat Kamalia membenarkan, mereka akan akan menunjukkan rekasi yang syok. Seolah tidak diperkenankan perempuan hamil apabila anaknya masih kecil. Kamalia tidak tahan dengan situasi seperti itu. Pikirannya kacau balau. Wejangan-wejangan Barlian tidak mempan lagi. Ia berubah menjadi sosok perempuan yang membenci kehamilannya.
Pikiran kotor menghantui Kamalia. Ia tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak menyambangi rumah Mak Erong tanpa sepengetahuan Barlian. Kamalia mengaduhkan semua keresahannya pada Mak Erong.
Pulang kerja, Barlian tidak mendapati Kamalia di rumah. Yang ada hanyalah anaknya tertidur pulas dalam ayunan. Ia mencari keberadaan Kamalia seisi ruangan tapi sia-sia. Barlian dibuat panik.
Menjelang malam, Kamalia menampakkan batang hidungnya di hadapan suaminya yang tengah mengurusi anaknya rewel. Raut wajah Kamalia berseri-seri. Barlian memandangi sekujur tubuh Kamalia. Ia terhenyak kaget lantaran tidak menemukan perut istrinya membuncit. "Semua telah dilenyapkan oleh mantra-mantra Mak Erong," tutur Kamalia menggendong anaknya.
"Kau telah membunuh anakmu sendiri," tutur Barlian emosinya tersulut. "Itu lebih baik, kehadirannya memang tidak kuinginkan," potong Kamalia.Â
Sejaksaat itu Barlian mogok bicara pada istrinya sendiri. Ia menjadi pribadi yang sangat membenci Kamalia sejak berurusan dengan Mak Erong.
Suatu pagi terdengar teriakan Kamalia di dalam kamar. Ia menangis sejadijadinya. Barlian membuka pintu kamar dan mendapati Kamalia tengah menggerakgerakkan tubuh anaknya. Rupanya anak semata wayang mereka telah mati. Barlian tak kuasa membendung air matanya. Bagi Barlian kematian anaknya adalah karma dari istrinya yang membenci kehamilannya sendiri.***