Mohon tunggu...
Jojo Simatupang
Jojo Simatupang Mohon Tunggu... Guru - Sarjana Pendidikan | Guru | Penulis

Menjadi manfaat bagi banyak orang dan menjadi lebih baik setiap harinya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Waspada Hoaks Aksi Demonstrasi Dialihkan Menjadi Aksi Turunkan Presiden

26 September 2019   10:00 Diperbarui: 26 September 2019   10:08 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa se-Indonesia di berbagai provinsi di Indonesia sangat menggemparkan. Ada yang pro dan ada juga yang kontra mengenai aksi ini. 

Dalam KBBI de.mon.stra.si adalah pernyataam protes yang dikemukakan secara massal; unjuk rasa. Dalam hal ini dapat disimpulkan demnstrasi adalah sebuah aksi penyampaian pendapat yang dilakukan oleh kelompok orang demi suatu tujuan tertentu.

Aksi yang telah terjadi pada 24-25 September 2019 merupakan aksi yang disebabkan karena adanya beberapa RUU yang akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Dari bermacam RUU yang diusulkan, yang menjadi sorotan utama adalah RUU yang melemahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai institusi independen. 

KPK sebagai institusi yang sangat krusial dinilai tidak perlu pembatasan apa pun, termasuk perihal penyadapan, tindakan apa pun, hingga dalam hal keanggotaannya. Hal ini dinilai korupsi harus dilakukan oleh orang yang bersih dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang, golongan, instansi, mau pun kelompok untuk menghindari tindakan tebang pilih.

Jika ditilik secara saksama, kasus korupsi di negeri Indonesia ini dilakukan berbagai macam elemen baik Menteri, Pengusaha, Pegawai Negeri, Swasta, Aparat Negara, Aparatur Sipil, hingga Ketua RT menjadi pelaku tindak korupsi. Maka dari ini perlu hal untuk membela KPK sebagai instansi yang tidak memiliki batas dalam kerja dan tindakannya.

Hal ini sangat baik jika dinilai dari tujuan dan manfaatnnya, masyarakat yang geram akan hal ini hanya mampu melihat dan melontarkan pernyataannya di akun-akun sosialnya.

 Namun siapa sangka, mahasiswa dari berbagai Provinsi turun ke jalan untuk mengekang kebijakan yang dituangkan dalam RUU kontroversial tersebut. 

Dukungan dari masyarakat terus mengalir dengan banyak hal, seperti unggahan di sosial media, sapaan serta pemberian semangat kepada mahsiswa, ada yang memberikan makan/minum kepada peserta aksi mahasiswa.

Mahasiswa sebagai salah satu agent of change secara leluasa dapat bergerak menyampaikan pendapatnya di muka umum. Mahasiswa juga sebagai kaum intelektual tentu harus berkorban demi ketidakadilan. 

Mahasiswa sebagai manusia muda, cerdas, dan mereka membela atas nama rakyat Indonesia, tidak kepada satu kaum saja perlu diberi apresiasi.

Namun sangat disayangkan, aksi ini ternyata telah dirusak dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu sebagai bentuk propaganda yang mereka ingin jadikan agar tujuan mereka dapat tercapai. 

Aksi yang bermula pada 24 September 2019 adalah aksi tolak RUU kemudian malamnya hingga hari ini   telah tersebar usaha ingin menurunkan Presiden. 

Statement membela kepentingan rakyat berubah total, diputar menjadi sebuah usaha untuk Presiden mundur dan usaha menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presdien pada 20 Oktober 2019.

Selain itu, sorotan kembali kepada POLRI sebagai institusi yang melindungi rakyat harus menjadi korban media. Pemukulan dan aksi kekerasan yang telah dilakukan oleh anggota kepolisian begitu marak diangkat di media sosial. 

Polisi dinilai melanggar HAM dan melakukan hal semena-mena. Hingga begitu ironisnya, sebuah video memperlihatkan murid-murid STM berani melawan anggota kepolisian, hingga melakukan persekusi kepada polisi. Hal ini ditenggarai karena polisi menjaga gedung dan fasilitas publik dianggap menghalangi aksi protes tersebut.


Video-video HOAX kembali tersebar ke masyarakat luas, seperti video di atas, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan agar rakyat sipil boleh ditembak, ternyata video tersebut telah diedit dan dipotong durasinya agar pernyataan "masyarakat boleh di tembak" didengar masyarakat dan menjadi kegaduhan. 

Padahal Jenderal Tito Karnavian jelas mengatakan, "Kalau di lapangan, tiba-tiba ada orang bawa parang mau bunuh masyarakat, boleh ngga ditembak?". Jawab seorang anggota polisi "Siap, boleh Jenderal!"

Berikut video aslinya tanpa diedit,

Aksi ini dimanfaatkan juga oleh oknum untuk menurunkan Presiden Joko Widodo sebagai Presiden dan membatalkan pelantikan Presiden Joko Widodo sebagai Presiden terpilih. Aksi ini ternyata disorot dan terpampang di media-media sosial sembari WA hoax juga tersebar agar kemarahan massa terus meningkat.

Hal ini sebenarnya bukan lagi hal baru, ketika zaman Abdurrahman Wahid sebagai Presiden, banyak sekali usaha yang ingin menjatuhkan pemerintahan Presiden Gus Dur tersebut. Bahkan ketika Presiden Gus Dur turun dan digantikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputeri, usaha tersebut masih saja terjadi. 

Ada ungkapan "Pemimpin tidak boleh wanita", "Wanita tidak boleh jadi pemimpin", "Di kitab suci perempuan dilarang menjadi seorang pemimpin". Usaha-usaha ini terus saja bergejolak, sampai agama pun dijadikan tameng untuk kepuasan hasrat suatu kaum untuk berkuasa.

Menurut sejarah sendiri, banyak oknum yang memang sengaja mencari kesempatan dalam kesempitan. Dahulu mahasiswa menentang Presiden Soekarno sebagai Presiden seumumr hidup karena hal itu adalah otoriter serta tidak sesuai UUD 1945. 

Nyatanya upaya tersebut gagal namun Preside Soekarno justru turun takhta digantikan oleh Presiden Soeharto saat itu yang malah menjabat lebih lama dari Soekarno. Ini perihal tuntutan yang dimanfaatkan oknum lain, bukan perihal anti Soeharto.


Bahkan ketika demonstrasi 25 September 2019 yang diikuti oleh anak-anak STM, ketika mereka dibubarkan polisi, mereka menyanyikan lagu wajib nasional. 

Bahkan dalam kasus penyerangan terhadap polisi mereka membawa bendera Indonesia dengan dasar nasionalisme namun menyerang. Hal ini salah dan berusaha membenarkan diri dalam bertindak, namun jauh dari hal utamanya. 

Video di atas memperlihatkan atribut yang digunakan hanyalah aksesoris, tidak sesuai dengan makna dalam atribut itu sendiri.

Sudah seharusnya kita tidak terpancing oleh berita yang belum tentu kebenarannya. Tetaplah fokus pada tujuan utama, jangan pernah mau untuk dialihkan, bahkan diputarbalikkan. 

Ayolah, jangan mau terprovokasi oleh oknum yang pasti jahat memanfaatkan momen ini. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari atau bahkan di masa depan, hanya karena kejahatan menang dan merajalela.

Salam, INDONESIA!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun