Mohon tunggu...
Krismas Situmorang
Krismas Situmorang Mohon Tunggu... Teacher St Bellarminus-Jakarta, Freelancer Writer, Indonesian Blogger

Observer of Social Interaction, Catechist in the Parish.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Anxious Generation: Mengapa Kita Harus Peduli Pada Gen Z?

19 Oktober 2025   01:02 Diperbarui: 20 Oktober 2025   21:39 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi remaja dan medsos. (Sumber: https://fpsi.untar.ac.id/2025/03/25/pengaruh-penggunaan-media-sosial-terhadap-kesehatan-mental-remaja/)

Dalam sebuah diskusi parenting bersama salah seorang psikolog, saya dihadapkan pada suatu informasi tentang kelompok generasi cemas (anxious generation). Saya teringat dengan kata 'worries' yang secara harafiah juga berarti "cemas". Ternyata, kedua kata itu memiliki makna berbeda yang terletak pada intensitas, dampak, dan sifat emosionalnya. 

Secara harafiah, kata "anxious' berarti kecemasan yang menggambarkan perasaan yang lebih dalam dan dapat berdampak pada fisik. Misalnya, jantung berdetak lebih cepat, gemetar, dan merasa kelelahan. Kecemasan ini biasanya muncul tanpa penyebab yang jelas, rasa cemas yang berkepanjangan dan sulit dikendalikan, dan cenderung menimbulkan tekanan emosional yang lebih parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari. 

Sedangkan kata "worries" berarti kekhawatiran terhadap hal-hal nyata dan spesifik yang menggambarkan perasaan lebih ringan dan biasanya hanya berada di pikiran saja. Kekhawatiran seperti ini bisa memotivasi seseorang untuk mencari solusi dan mengatasi masalah yang dihadapi. 

Kembali soal 'generasi cemas' tadi. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kelompok generasi muda yang hidup dalam kondisi psikologis yang penuh kecemasan, ketakutan, dan stres yang berkepanjangan. 

Baca juga: Menjilat Pada Atasan, Masih Manjur Dongkrak Karir Zaman Sekarang?

Penyebab 'Anxiuous' Pada Remaja 

Mengutip dari berbagai sumber, kondisi psikologis itu muncul akibat tekanan sosial, perkembangan teknologi, dan ketidakpastian masa depan. 

Meski bisa saja kondisi kecemasan itu dipicu oleh banyak faktor, tapi generasi cemas muncul terutama akibat tekanan media sosial yang 'menuntut' seseorang untuk tampil sempurna, cyberbullying, rasa takut ketinggalan tren (FOMO), serta overload informasi negatif yang mengganggu kesehatan mental mereka. 

Akibatnya, generasi ini mengalami kegelisahan, rasa tidak pernah cukup, dan sulit beradaptasi secara mental dengan perubahan zaman yang cepat.

Kecemasan pada remaja yang berkaitan dengan media sosial bisa disebabkan oleh perilaku remaja yang suka membandingkan dirinya dengan orang lain. Mereka melihat orang lain lebih sukses, lebih cantik, atau lebih populer di media sosial. Situasi itu menurunkan rasa percaya diri mereka dan mulai memunculkan rasa tidak puas terhadap dirinya sendiri.

Tanpa disadari, media sosial memunculkan "tekanan" yang tinggi bagi remaja untuk selalu tampil sempurna, mendapatkan banyak like, follower, dan komentar positif dari para pengikutnya. Ketika mereka tidak mampu memenuhi ekspektasi ini, mereka mulai merasa cemas dan merasa gagal.

Dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan pelecehan atau perundungan (cyberbullying) lewat media sosial, membuat remaja jadi merasa trauma, takut, dan cemas untuk melakukan interaksi sosial mereka.

Kita pasti pernah atau sering mendengar istilah Fear Of Missing Out (FOMO), kan. Beberapa kali, kalau lagi duduk dekat anak-anak sekolah di stasiun kereta, para remaja suka ngobrol soal perkembangan informasi atau pengalaman baru yang sedang tren. 

"Lo, udah dengar ini belum?"   

"Ah, lo kemana aja, sampe ngga tahu" 

Kadang, perasaan diakui oleh teman sepergaulan membuat remaja berusaha untuk terus mengakses media sosial. Sebagian merasa bahwa terus update atas perkembangan atau tren menjadi hal yang wajib. Ini seolah menjadi 'kartu pas' untuk tetap berada dalam circle sosialnya. Akibatnya, ada yang akan merasa cemas jika tidak ikut serta di dalamnya.

Kecanduan pada media sosial membuat remaja sangat tergantung. Tentu, akibatnya ia menjadi seperti terisolasi secara sosial, susah tidur, cemas dan gejala stres karena kurang tidur.

Tidak ketinggalan, konten-konten negatif di media sosial seperti ujaran kebencian, kekerasan, pornografi, dan konflik ikut memperparah tingkat kecemasan pada remaja. 

Baca juga: Kenali Kesalahan Fatal Menata Trotoar, Pahami Akibatnya!

Ilustrasi pengaruh media sosial. (Sumber: https://rsum.bandaacehkota.go.id/pengaruh-media-sosial-terhadap-kesehatan-mental-remaja/)
Ilustrasi pengaruh media sosial. (Sumber: https://rsum.bandaacehkota.go.id/pengaruh-media-sosial-terhadap-kesehatan-mental-remaja/)

Mengenali Gejala 'Anxiuous' Pada Remaja 

Kecemasan pada remaja sebenarnya bisa dikenali dari perubahan perilaku, emosi, dan kondisi fisik yang mereka alami. Beberapa tanda yang pernah saya temukan adalah perasaan gelisah, seperti orang bingung, atau merasa tegang yang lama. 

Ada yang sangat sensitif atau mudah tersinggung terutama kalau ditegur. Mereka mudah sekali merasa khawatir pada hal-hal yang sederhana. Mungkin itu juga yang membuat banyak remaja yang cemas sering menarik diri dari lingkungan pergaulannya dan mulai sulit tidur.

Baca juga: Menjadi Bapak Rumah Tangga, Kenapa Harus Malu dan Takut?

Rasa cemas yang berkepanjangan secara umum bisa membuat jantung berdebar-debar, pusing, berkeringat, tubuh gemetar, sesak napas, sakit perut, dan sakit kepala. Di masa sekolah dulu, kalau menjelang ujian pelajaran matematika atau fisika, kecemasan seperti ini terjadi pada beberapa teman. 

Akibatnya, orang sulit konsentrasi, motivasi menurun, dan kurang nafsu makan. Mungkin pernah juga menemukan orang yang merasa cemas sambil menggigit kukunya, atau menghindar dari circle pertemanan, atau  rasa takut berlebihan pada situasi tertentu.

Rasanya, kondisi remaja seperti ini perlu mendapatkan penanganan yang tepat, misalnya konseling psikologis atau terapi sesuai kebutuhan. Tujuannya untuk mencegah kecemasan yang berlarut-larut. Kondisi ini tentu akan sangat mengganggu kegiatan remaja sehari-hari dan pencapaian prestasi akademik mereka.

Maka, menarik sekali akan ide pembatasan penggunaan media sosial di kalangan remaja, disertai edukasi dan dukungan psikologis untuk mengurangi dampak buruk terhadap kesehatan mental remaja. Ide ini sudah mulai banyak dilakukan beberapa negara yang menaruh perhatian serius pada masa depan generasi mudanya. Indonesia kapan ya?***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun