Mohon tunggu...
Krani Pratiwi
Krani Pratiwi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

PSYCHOLOGIST is my future goals, http://kranisumantri.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hanya Cerita Fiktif

23 Februari 2016   22:59 Diperbarui: 23 Februari 2016   23:43 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Oh iya, gue belum bilang, gue pindah rumah. Otw deh, ga mungkin dong gue masih nebeng di rumah nyokap bokap kalau gue mau nikah , Yaa.. dan kertas kertas buluk lho ini gue harus bawa juga, eh ga sengaja ni kertas gue temuin”

Setelah tiga tahun lamanya kami tak bertemu justru surat dari Zeid itu yang memulai cerita yang seharusnya sudah dimulai sejak dulu. Yaa sejak hari itu aku baru tahu jika perempuan yang Zeid maksud selama ini adalah aku, di London kami bertemu kembali, tapi tak pernah sedetikpun Zeid menanyakan atau membahas surat itu, sampai aku terlihat bodoh mungkin selama ini. Ia selama ini menceritakan perempuan dalam suratnya itu yang tak lain adalah aku. Oh God, dunia memang sempit, dia yang ku kagumi ternyata juga mengagumiku, tapi sialnya bukan itu cerita yang maksudku dimulai. Sejak hari itu, sejak surat itu ku terima aku semakin sadar bahwa perasaanku pada Zeid tak lain hanyalah rasa kagum saja, bagaikan fans yang menyukai idolanya yang sempurna. Aku baca surat itu, dan perasaanku justru semakin yakin kalau yang aku suka bukanlah Zeid, tapi..

“Aigoooo, heh bocah, jadi selama ini lu di London ga ada progress ?”

“Jodoh maksud lu bang ?”

“Gara gara lu gue harus batal nikah ?”

“Huss jangan becanda gitu ah Mas,” suara lembut perempuan terdengar dari belakangku, dia Sarah calon istri dari abangku. Dia seorang Pramugari untuk penerbangan  Internasional, wajahnya lumayan cantik, tapi yang pasti dia tinggi dan putih, sosok perempuan yang ideal untuk para lelaki sepertinya.


“Hehe, Halo Sarah, aku Karin”

“Halo Karin, abangmu ini banyak sekali cerita tentangmu”

“Wahh… pasti aib aib ya yang dia ceritain ya, hem”

“Haha, ngklah, aku justru sering cemburu kalau dia bahas kamu, ga pernah ada habisnya kamu di puji dia”

Walaupun begitu aku bahagia melihat akhirnya abangku itu mau menikah. Sejak kami kenal dia belum pernah sama sekali menceritakan wanita seperti apa yang sebenarnya menjadi kriterianya, alasannya sih sederhana, katanya selama dia masih minta duit dari orang tuanya dia belum berhak membuat kriteria calon istrinya kelak, bahkan sampe calon pacarpun dia ga punya kriteria, dan bikin aku ragu kalau dia beneran suka perempuan, dulu, tapi sekarang aku tahu jawabannya, wanita seperti Sarahlah yang diharapnya. Perempuan yang baik, kalem, cantik, dan pintar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun