Jika kamu pernah pakai komputer sejak era Windows XP, pasti kenal dengan fitur "Defragment". Fitur ini dulunya cukup populer di kalangan pengguna komputer rumahan yang ingin membuat PC-nya terasa lebih cepat. Bahkan banyak tutorial zaman dulu menyarankan kita untuk rutin melakukan defragmentasi seminggu sekali agar hard disk bekerja lebih optimal.
Tapi tunggu dulu. Itu semua berlaku kalau kamu masih menggunakan hard disk drive alias HDD.
Sekarang kita hidup di zaman SSD — Solid State Drive. Lebih cepat, lebih senyap, lebih hemat daya, dan tentu saja… lebih canggih. Tapi sayangnya, mitos lama masih sering terbawa sampai sekarang. Masih banyak pengguna komputer yang secara tidak sadar — atau karena mengikuti saran lama — tetap melakukan defrag meskipun mereka sudah pakai SSD.
Pertanyaannya: apakah SSD memang perlu didefrag seperti halnya HDD?
Jawabannya: tidak hanya tidak perlu — justru sebaiknya dihindari.
Apa Sih Defragmentasi Itu?
Sebelum bahas kenapa SSD tak perlu didefrag, mari kita bahas dulu secara singkat apa itu defragmentasi.
Ketika kamu menyimpan file di HDD, sistem akan menaruh potongan-potongan data ke berbagai tempat kosong di piringan hard disk. Nah, kalau file tersebut terlalu besar atau sudah terlalu sering diubah, potongan-potongan data itu akan tersebar. Ini yang disebut file terfragmentasi.
Masalahnya, karena HDD adalah perangkat mekanik yang punya piringan berputar dan lengan pembaca data, maka proses mengambil file terfragmentasi jadi lambat. Kepala baca harus berpindah-pindah ke beberapa lokasi hanya untuk membuka satu file.
Nah, proses defragmentasi bertujuan untuk menyatukan kembali potongan file tersebut agar tersimpan berdekatan. Dengan begitu, kepala baca tidak perlu loncat-loncat. Proses baca jadi lebih cepat.