Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Bisa Apa Kita Setelah MA Perbolehkan Eks Koruptor Nyaleg?

21 September 2018   22:21 Diperbarui: 23 September 2018   02:06 3302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 9, Jakarta Pusat, Senin (16/4/2018). (KOMPAS.com/ MOH NADLIR)

Pada akhirnya Mahkamah Agung (MA) membolehkan eks-koruptor untuk maju kembali "Nyaleg".

Pasal yang diuji materikan oleh Mahkamah Agung (MA) yaitu untuk mengatur soal larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi, mantan bandar narkoba dan eks narapidana kasus kejahatan seksual pada anak untuk maju menjadi calon legislatif.

Secara spesifik, pasal yang diujikan pada Kamis (13/9/2018) adalah Pasal 4 ayat (3), Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

Dalam acara Kompas Petang Kompas TV pada Minggu (16/9/2018) Aiman Wicaksono dengan M Taufik, Bakal Caleg Partai Gerindra, di mana ia sebagai satu di antara pemohon yang mengajukan materi UU Pemilu kepada MA mengatakan,bahwa jika MA sudah mengeluarkan putusan sebaiknya KPU juga menaatinya dan melaksanakan keputusan dari MA.

"Putusan MA tersebut sangatlah tepat, karena sebelumnya peraturan KPU dinilai menentang UU," lanjutnya.

Sedangkan dari pihak Bawaslu berpendapat, jika hal itu telah menjadi putusan MA, maka penyelenggara pemilu harus menaati aturan.

"Tak boleh ada yang merasa kecewa dengan keptusan itu," ujar Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin di kantor KPU, Jumat (14/9/2018) malam.

***

Apa yang sudah dimulai oleh KPU dengan PKPU, menurut Yupiter Gulo, sungguh pintu masuk yang efektif untuk menghadang para mantan koruptor menjadi caleg lagi.

Sebab memang tidak ada cara yang lebih efektif, paling tidak untuk saat ini, untuk menyaring para eks-koruptor tidak kembali nyaleg.

"Sementara itu, perlu berbagi upaya, strategi untuk mengawal agar anggota dewan terpilih nanti pada tahun 2019 tidak terkontaminasi dengan budaya korupsi yang selama ini menjadi label kuat bagi legislative," tulisnya dalam artikel Ketika Urat Malu Koruptor Sudah Putus, Masihkah Layak Menjadi Caleg?

Dalam tulisannya, Edy Supriatna mengutip pernyataan Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robert, yang berpendapat sejatinya korupsi di Indonesia tak hanya merusak keuangan negara, tetapi juga menghancurkan pranata publik yang utama.

Karena eks napi koruptor tidak bisa dipandang sebagai narapidana biasa, maka sudah sepatutnya bagi koruptor dari kalangan penyelenggara negara pantas dicabut hak politiknya.

"Mengenai hal ini, pengadilan sudah melakukan kepada pelaku korupsi. Tak perlu disebut nama-namanya, apakah ia berasal dari partai politik dan lainnya," lanjut Edy Supriatna dalam catatannya tersebut: Referendum Eks Napi Koruptor Boleh-Tidaknya Ikut Bacaleg, Mungkinkah?

Namun, rasa-rasanya Andrian Habibi mempunyai pandangan yang berbeda dengan pencalonan kembali eks-kotuptor untuk nyaleg.

Setidaknya ada 3 pertanyaan besar yang diajukan Andrian Habibi, yaitu (1) kenapa dia melakukan tindak pidana korupsi?; (2) Kenapa dia masih mau mendaftar sebagal caleg?; dan (3) Kenapa juga parpol mendaftarkan mantan narapidana korupsi?

Dari ketiga poin pertanyaan, ia menyederhanakan menjadi satu, yaitu hak politik.

"Kita sepakat soal subtansi melawan korupsi. Begitu juga soal menyediakan hak pemilih untuk mendapatkan pilihan caleg yang berintegritas. Akan tetapi, bukan hak kita menghilangkan hak asasi (politik)," tulisnya.

Akan tetapi, lanjutnya, dengan cara mengizinkan penyelenggara dan pemantau pemilu yang terakreditasi menyebarluaskan informasi lengkap caleg koruptor, diharapkan pemilih lebih awas sebelum memberikan hak pilihnya.

***

Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung ( MA) Abdullah menyebutkan, seharusnya larangan itu dinaikkan jadi UU (Pemilu) karena itu menyangkut larangan caleg itu seharusnya ada di dalam UU (Pemilu).

"Agar (lebih) mengikat," tegasnya.

Hany Ferdinando membuat beberapa analagi tentang putusan MA yang, menurutnya, tidak tepat manakala meloloskan eks-koruptor sebagai caleg., satu di antaranya:

Apakah Anda akan mempercayakan sejumlah uang untuk dikelola kepada seorang fund manager yang pernah mencuri uang Anda sebelumnya? Sebagai fund manager, bukankah dia adalah orang yang sedang mewakili Anda dalam berinvestasi? Alih-alih menginvestasikan uang Anda, dia malahan menggunakannya untuk kepentingan pribadi.

Masalah pelarangan eks-koruptor, masih menurut  Hany Ferdinando, untuk "nyaleg" sebenarnya lebih diarahkan pada membantu mereka yang sering ditipu dengan janji manis politisi.

"Masalahnya adalah para caleg dari eks koruptor ini selalu menemukan cara untuk bisa mengelabui orang lain," katanya kemudian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun