Mohon tunggu...
LuhPutu Udayati
LuhPutu Udayati Mohon Tunggu... Guru - ora et labora

Semua ada waktunya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pendar Cahaya di Atas Langit Puputan

3 Januari 2019   15:12 Diperbarui: 3 Januari 2019   15:22 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Lho...kenapa,sayamg?" kaget kupeluk dia

"Mbak..ayo ke rumah sakit. Mas Ben, mbak!" tangisnya pecah.

"Hah?" gugupku tak terbendung.   

Kugeret sandal seadanya di teras rumah. Tergesa kukunci rumah.  Tak dapat kudefiniskan kecamuk di hatiku.

Entah beasal dari mana, tiba-tiba aku tersengat kekhawatiranku sendiri.

Tuhan, tolong jaga dia. Tolong jaga dia... hampir sepanjang jalan  aku membatinkan kalimat itu. Aku berusaha tenang menyetir, karena Dwita sambil menangis lebih keras, dia mengabarkan bahwa kakak semata wayangnya mengalami kecelakaan tunggal di daerah jalan berkelok di perbukitan Bedugul sana.    Tak jelas suaranya tadi, tapi aku menangisinya saat ini. 


***

Dwita, mahasiswi semester awal tersebut, berusaha menelan tangisnya saat kami berlari kencang menuju ruang UGD.

"Saya keluarganya Benny Susatya, suster." Dwita hampir teriak, kupeluk dia. Suster menengok sekilas.

"Oh...tolong urus dulu pendaftaran pasiennya. Dia di ICU" Hatiku tak seimbang...

"Segera urus dulu," terasa samar kudengar suara perawat. Tapi aku tidak boleh pingsan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun