Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menaikkan Gaji Bukan Solusi Berantas Korupsi

15 November 2021   13:26 Diperbarui: 15 November 2021   17:29 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pejabat korupsi dengan dalih gaji kecil. | Kompas.com/ Irfan Kamil

Sudah amat gamblang bahwa sejatinya kenaikan gaji pejabat tidak serta merta menekan hasrat mereka untuk menilap duit rakyat. Selama para pejabat masih menyimpan sifat tamak, serakah, atau rakus, upah setinggi apapun tidak akan pernah membuat mereka merasa puas. Apalagi, selama ini justru mereka yang punya pendapatan tinggi lah yang acap kali terjerat praktik culas tersebut.

Dalih gaji kecil hanyalah sebagai intrik pembenaran perilaku korup. Pasalnya, mereka sudah tahu sejak awal jika gaji pejabat negara memang tidak setinggi penghasilan pengusaha. Kalau hitung-hitungannya memang tidak bisa balik modal, ya, jangan mencalonkan diri.

Gaji Tinggi APBN Tergadai
Kalau pemerintah tetap memaksa untuk mendongkrak gaji mereka, negara harus mengalokasikan ongkos yang jauh lebih banyak dalam menekan kasus korupsi di Tanah Air. Hal itu dibuktikan lewat hasil studi yang dianggit oleh Weihua An dan Yesola Kweon pada tahun 2013 lalu.

Mereka menemukan, peningkatan upah pejabat memang bisa sedikit membantu mengurangi angka korupsi. Namun, jika hanya sekadar mengandalkan kenaikan gaji saja, biayanya sangatlah mahal.

Sebagai contoh, untuk menekan angka korupsi di sejumlah negara non-OECD (negara paling korup), gaji pejabatnya harus ditingkatkan tujuh kali lipat. Ya, betul, tujuh kali lipat dari gaji semula!

Pada kasus Angin dan Dadan, misalnya, mereka harus diguyur gaji senilai Rp595 juta dan Rp324.8 juta tiap bulannya agar tidak tergoda praktik korupsi. Nominal yang sangat tinggi hanya untuk sebatas menggaji dua pajabat saja.

Kalau wacana itu dipilih oleh pemerintah, maka akan berpengaruh terhadap kondisi keuangan nasional (APBN). Penambahan upah pejabat akan berdampak pada biaya pemerintahan yang tinggi. Mau tak mau, defisit itu pada akhirnya perlu diimbangi oleh pendapatan negara dari penerimaan pajak dan bea cukai yang tinggi pula alias harus dinaikkan.

Siapa yang akhirnya akan merugi? Lagi-lagi masyarakat, khususnya rakyat kecil. Sebab, naiknya pajak juga akan memicu naiknya harga berbagai kebutuhan.

Oleh sebab itu, menurut saya, sebaiknya pemerintah mengabaikan wacana untuk menaikkan upah pejabat dalam berbagai tingkat. Apalagi, dalam kondisi ekonomi warga yang masih belum stabil lantaran dampak pandemi Covid-19.

Ada banyak orang yang saat ini sedang butuh bantuan. Sehingga, kenaikan gaji pejabat malah akan sangat melukai hati dan perut masyarakat kalangan bawah.

Perberat Hukuman Koruptor
Ide kenaikan gaji ini bukan merupakan solusi yang tepat guna menekan tipikor di kalangan pejabat publik. Gagasan itu sudah terbukti gagal guna memberikan efek jera kepada para pelakunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun