Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menaikkan Gaji Bukan Solusi Berantas Korupsi

15 November 2021   13:26 Diperbarui: 15 November 2021   17:29 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pejabat korupsi dengan dalih gaji kecil. | Kompas.com/ Irfan Kamil

Apakah menaikkan gaji pejabat efektif menekan kasus korupsi di Indonesia?

Riset Korelasi Gaji dan Korupsi
Menaikkan gaji serta tunjangan pejabat, menjadi sebuah solusi praktis yang tidak hanya mengeruk anggaran negara milik rakyat, tetapi juga bisa menguntungkan para pejabat. Asumsi itu lah yang hingga detik ini masih logis dan relevan.

Adapun premis yang mengklaim eratnya korelasi antara korupsi dan naiknya gaji, pertama kali muncul dalam sebuah riset yang dilakukan oleh Becker serta Stigler pada tahun 1974. Mereka menyimpulkan bahwa negara yang memberi gaji tinggi kepada para pejabatnya, memiliki angka kasus korupsi yang lebih rendah.

Namun, studi itu memicu banyak kritik karena datanya dianggap kurang akurat (bias). Salah satunya melalui studi yang dilakukan oleh Jakob de Haan dkk, pada 2013 lalu, dengan data yang lebih akurat tentunya. Mereka menyimpulkan bahwa pengaruh kenaikan gaji pada penurunan kasus korupsi hanya 0,35 (dalam skala 0 hingga 6). Nyaris tidak berpengaruh!

Penelitian tersebut diperkuat oleh hasil eksperimen yang dianggit para peneliti dari AS, Kweku Opoku-Agyemang dkk, yang dilakukan di Ghana.

Eksperiman itu dilakukan di jalan raya di Ghana yang melibatkan polisi serta para pengemudi truk yang akan menyuapnya. Apa hasilnya? Para polisi justru menarik lebih banyak uang (pungli) kepada supir truk itu secara signifikan kendati gajinya sudah dinaikkan. Upah yang lebih tinggi malah merangsang hasrat aparat untuk melakukan tindak KKN yang lebih besar.

Gaji Tinggi Pejabat Bukan Solusi
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, ada 127 kepala daerah yang menjadi napi korupsi dalam periode tahun 2004–2021. Padahal, pejabat yang terjerat korupsi itu digaji dengan nominal yang amat tinggi. Untuk besaran gajinya bisa dilihat di sini.

Sementara jika berkaca pada kasus yang baru-baru ini terjadi, angka gaji pejabat memang tidak menyurutkan niat mereka terlibat KKN. Salah satunya bisa diamati dari kasus suap yang melibatkan mantan pejabat Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani yang telah didakwa menerima suap sebesar Rp57 miliar.

Padahal, faktanya Ditjen Pajak sejauh ini termasuk instansi negara yang memberi tunjangan tertinggi di Nusantara. Angka tunjangan tinggi itu bertujuan agar para pegawainya tidak tergoda oleh suap atau praktik KKN lain. Namun, sangat mudah ditebak, realitas yang terjadi di lapangan justru kerap berbicara sebaliknya.

Besaran gaji dan tunjangan milik Angin menurut laporan dari Kompas, sebesar Rp85 juta, itu tidak termasuk tunjangan lain-lain. Adapun Dadan, tunjangannya diketahui Rp46,4 juta, belum termasuk gaji dll. Masih kurang tinggi?

Apa perlu mereka menuliskan nominal gajinya sendiri, sesuai yang diinginkan, supaya mereka tidak tergiur korupsi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun