Mohon tunggu...
Faisal Khaqi
Faisal Khaqi Mohon Tunggu... Pencari Jalan

Penulis independen, pemerhati politik dan kebijakan publik. Tertarik pada dinamika kekuasaan, birokrasi, dan fenomena sosial di Indonesia. Menulis untuk memahami, berbagi untuk membuka ruang diskusi. Motto: “Tulisan adalah jejak pemikiran. Saya hanya sedang mencatat perjalanan saya.”

Selanjutnya

Tutup

Roman

Pulang: Luka Yang Berulang

20 September 2025   14:38 Diperbarui: 20 September 2025   14:38 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Faisal Dalam Nuansa Reflektif

"Pulang Luka Yang Berulang"

Sejak awal aku tahu, jalan ini bukan jalan yang mudah. Aku memilih mencintai bunga yang mekar dalam gelap, dengan segala resiko yang melekat padanya. Bukan berarti aku buta atau bodoh, justru karena aku sadar. Aku tahu aku akan berkali-kali tergelincir, berkali-kali terluka. Tapi aku belajar menerimanya, belajar memahami bahwa sebagian dari dirinya memang milik malam, dan malam punya caranya sendiri untuk melahirkan luka.

Aku mencoba berdamai dengan logika. Meyakinkan diriku bahwa semua hanya sebatas peran, tak lebih. Dan penawar dari pahit itu adalah senyuman dan pelukan hangat yang ia sisakan untukku, sesuatu yang kurasa berbeda, sesuatu yang tidak ia berikan kepada laki-laki lain. Dari situ aku percaya, ada ruang kecil di hatinya yang hanya terbuka untukku.

Namun logika sering kali kalah oleh kenyataan. Saat aku tahu ada laki-laki lain yang juga menempati sisi hatinya, aku terbakar. Pandanganku kosong, hatiku kering, seakan semua yang kubangun runtuh dalam sekejap. Aku ingin menolak, tapi aku tak berdaya. Sebab di detik yang sama, ia tetap memberiku senyuman, tetap memelukku, tetap menenangkan amarahku dengan kelembutan yang membuatku luluh.

Dari sini aku sadar, logika dan hati jarang bisa berjalan beriringan. Hati sering memilih jalannya sendiri, meski penuh duri. Aku bisa mencoba mengukur dengan akal sehat, tapi rasa yang kuterima terlalu nyata untuk dibantah.

Maka aku kembali pada diam, pada perenungan yang sama seperti sebelumnya. Bahwa cinta ini mungkin bukan untuk dimiliki penuh, mungkin hanya untuk dijalani sebatas yang bisa. Dan meski logika menolak, hatiku masih ingin bertahan, sebab di balik semua luka, ia tetap menghadirkan kehangatan yang tak terganti.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun