Mohon tunggu...
Siti Khotimah
Siti Khotimah Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Menulis adalah kegiatan budaya manusia untuk mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi, diri sejati yang tersembunyi dan bahasa yang tersembunyi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Fenomena Covid-19 dalam Arus Media Sosial

23 Mei 2020   14:00 Diperbarui: 23 Mei 2020   13:58 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

COVID-19 muncul pada saat dunia berada pada puncak era digitalisasi dengan arus media sosial yang hampir mengontrol dinamika kehidupan seluruh manusia yang ada di muka bumi ini sedemikian rupa. Sehingga peristiwa sekecil apapun dapat dengan mudah diberitakan dan tersebar keseluruh dunia dengan kecepatan yang nyaris "lebih kencang dari kecepatan cahaya".

Ketika wabah virus corona muncul dari salah kota di China yaitu kota Wuhan, maka pada saat yang sama seluruh dunia tahu. Karena arus informasi yang begitu kencang sehingga antara fakta dan data, dengan opini dan analisis bercampur baur. 

Sehingga, publik akan menjadi bingung ketika tidak mampu lagi membedakan antara fakta dan data, informasi dan opini serta keputusan dan kebijakan penguasa. Kebingungan justru akan mendorong kepada kepanikan yang akan menjadi ketakutan atau paranoid sebagai akibat dari kelemahan publik dalam mengolah, menyaring serta menyikapi setiap informasi yang diterima melalui media sosial.

Pengguna Media Sosial
Melihat kondisi saat ini, nampaknya tidak ada lagi yang mampu menghindari dan dengan demikian harus mengikuti media sosial yang telah menjadi kebutuhan setiap orang untuk melakukan interaksi. Tidak saja untuk kepentingan individu, atau kelompok saja, melainkan juga kepentingan bangsa dan negara.

Media sosial saat ini menjadi tren yang harus diterima sebagai bagian dari dinamika kehidupan di era abad 21 ini. Dengan melihat fakta aktual tentang mengapa media sosial ini benar-benar nyata dalam kehidupan masyarakat saat ini.

Dilansir dari detik.com yang menyuguhkan hasil riset tentang We Are Social disajikan perkembangan terakhir tentang kepemilikan digital dan sosial media di Indonesia pada tahun 2020 saat ini.

Terdapat 175,2 juta penduduk Indonesia yang menggunakan internet pada tahun 2020, yang meningkat 17% atau sekitar 25 juta penggunaan dibandingkan tahun 2019. artinya, bahwa 64% penduduk Indonesia menggunakan Internet, dengan menggunakan angka 272,1 juta total penduduk Indonesia.

Dari hasil penelitian menjelaskan bahwa sekitar 53% populasi penduduk Indonesia belanja melalui online. Ini sebuah lonjakan besar dalam kurang 10 tahun terakhir. 

Walaupun pada lain sisi, ada hasil penelitian memperlihatkan bahwa 75% penggunaan internet di Indonesia digunakan untuk pemanfaatan aplikasi pemetaan. Ini berkaitan dengan maraknya tarnsportasi publik berbasis aplikasi. Pada bulan Januari 2020, memperlihatkan pengguna internet di Indonesia pada kisaran usia 16 tahun hingga 64 tahun memiliki perangkat komunikasi digital yang luar biasa, seperti:
Mobile device sebanyak 96%
Smartphone sebanyak 94%
Non-smartphone sebanyak 21%
Laptop/computer sebanyak 66%
Tablet sebanyak 23%
Konsol game sebanyak 16%
Virtual reality device sebanyak 5,18%

Fakta-fakta tersebut menjelaskan bahwa orang Indonesia yang memiliki peralatan digital memang digunakan secara aktif sesuai kebutuhan. 

Hasil penelitian ini juga cukup mencengangkan, bahwa warga Indonesia yang berjumlah sekitar 160 juta penduduk yang benar-benar aktif di wilayah media sosial. Ditemukan pula ada peningkatan sekitar 10 juta orang dibandingkan setahun sebelumnya pada tahun 2019.

Hampir semua bentuk media sosial termanfaatkan di kalangan pengguna media sosial di Indonesia, seperti Instagram, WhatsApp, Facebook, Twitter, Youtube, Line, Link, Facebook Mesenger, Pinterest, We Chat, dan lain-lain. 

Artinya, informasi apapun yang berkembang sebagian besar penduduk di Indonesia berada di garda terdepan mengetahuinya. Sangat mungkin, mereka berusaha untuk menjadi orang pertama mengetahuinya, atau yang pertama menyebarkannya. Sesuatu kecenderungan sosial yang sangat tren di mayarakat Indonesia. Disana ada kebanggaan dan kesenangan tersendiri.

Itulah yang sedang dialami oleh hampir semua orang di muka bumi ini. Sesuatu era atau mazhab dimana informasi hadir menerjang setiap ruang-ruang pikiran, hati, dan relasi sosial antar manusia tanpa diperintah. Arus informasi itu layaknya tsunami yang terus menggilas siapa saja, karena memang informasi itu sendiri bagaikan makhluk tanpa tuan yang mampu mengendalikannya.

Pandemi Covid-19 dan Arus Media Sosial
Dengan beberapa fakta dan kepemilikan instrumen digital yang sudah dijelaskan diatas, menjadi sangat jelas sekarang bahwa publik selalu mengikuti setiap informasi yang beredar. Terutama pada informasi yang menghebohkan dunia, pasti publik akan mengikutinya sehingga menjadi trending topics dan menjadi fokus perbincangan di ranah media sosial.

Fenomena wabah virus corona juga demikian, tidak terlepas dari perhatian publik tidak saja yang ada di Indonesia tetapi juga yang ada di seluruh dunia. Jadilah publik yang cerdas dalam mengamati dari semua apa yang terjadi. Begitu pula yang terjadi di Indonesia, bisa di respon dengan mudah setiap saat melalui akun sosial media yang dimiliki.

Nyatanya kepanikan media sosial terjadi lebih cepat daripada penyebaran Covid-19. Informasi yang menyebar melalui media sosial telah mencapai skala yang cukup besar, yang tentunya belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kehidupan manusia. 

Hitungan kematian diikuti dengan cermat bisa kita amati saat ini, setidaknya untuk saat ini. Gambar dan cerita karantina tersebar di mana-mana. Akibatnya, resiko kesehatan dari epidemi ini disertai dengan bingkai yang menakutkan dan tidak terkendali, yang berkontribusi pada epidemi ketakutan.

Begitu pula yang dikemukakan oleh Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM, Riris Andono Ahmad yang mengatakan bahwa salah satu tantangan dalam upaya pengendalian penyakit menular adalah peredaran informasi melalui media massa ataupun media sosial yang justru menimbulkan kepanikan di masyarakat. Epidemi kepanikan di media sosial lebih cepat menyebar daripada epidemi penyakit Covid-19 (dalam laman web Kagama.co, 22 Maret 2020).

Paul Hunter, seorang profesor UEA mengatakan "ketika berbicara tentang Covid-19, ada banyak spekulasi, informasi yang salah dan berita palsu yang beredar di internet, tentang bagaimana virus itu berasal, apa yang menyebabkannya dan bagaimana penyebarannya, informasi yang salah berarti bahwa saran buruk dapat beredar dengan sangat cepat, dan itu dapat mengubah perilaku manusia untuk mengambil risiko yang lebih besar”.

Hasil penelitian Hunter tresebut menunjukkan bahwa perhitungan bagaimana rendahnya kepercayaan publik pada pihak berwenang terkait dengan kecenderungan untuk percaya teori konspirasi, dan bagaimana orang berinteraksi dalam gelembung informasi media sosial. 

Dampak pelaporan media dan sentimen publik juga memiliki pengaruh kuat pada sektor publik dan juga swasta dalam membuat keputusan untuk menghentikan layanan tertentu, termasuk layanan penerbangan, pembatasan perjalanan atau travelling dan lain-lain, dan kita perlu membedah tentang pengaruh media sosial pada tindakan yang membawa kerugian ekonomi yang cukup besar. Variabilitas spatio-temporal dalam diskusi di media sosial, terutama Twitter, seringkali tidak sejalan dengan wabah spasial dan temporal.

Kepanikan massal hanya bisa dilawan dengan informasi lagi, yaitu dengan menyajikan informasi positif. Media sosial dapat kita manfaatkan untuk mendukung respons kesehatan masyarakat.

Sebagai contoh, peristiwa di China selama karantina besar-besaran masyarakat itu terutama penting untuk menggunakan media sosial secara bijaksana karena media sosial memberikan kesempatan untuk mengomunikasikan alasan karantina, memberikan kepastian dan saran praktis untuk mencegah rumor dan kepanikan.

Media online memang dapat mengatasi kendala jarak sosial selama karantina massal, dan menyediakan sumber daya dukungan kesehatan mental dan solidaritas dengan orang-orang dalam situasi terkunci. Analisis yang terencana dengan baik dari percakapan online global dapat memberikan penilaian cepat terhadap penyebaran dan kemungkinan perubahan dalam sikap dan perilaku publik, misalnya Isolasi manndiri, cuci tangan, mengakses perawatan kesehatan, dan kesadaran tentang penyakit dan gejalanya, serta dampak dari keputusan penting yang diambil selama wabah, misalnya tindakan karantina, pengembangan vaksin baru, tanggapan terkoordinasi internasional, di depan umum persepsi dan sikap.

Untuk krisis komunikasi Covid-19 yang terjadi saat ini, setidaknya ada pengembangan sistem berbagi informasi realtime, menggambar dari data dan analisis dari berbagai platform media sosial, dan dalam berbagai bahasa, dan lintas diaspora global. 

Ini akan meningkatkan kemampuan kementerian kesehatan dan pemangku kepentingan yang relevan untuk merespons dan memahami dinamika sosial dari penyebaran informasi yang semakin cepat dan berkembang serta informasi yang salah tentang virus corona serta wabah dan langkah-langkah pengendalian. Ini juga akan mengurangi kepanikan masyarakat, dan tindakan yang tidak membantu yang tidak proporsional dengan penyebabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun