Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Idul Adha: Menyembelih Ego, Menumbuhkan Empati

6 Juni 2025   05:55 Diperbarui: 6 Juni 2025   05:55 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://islami.co/refleksi-idul-adha-menyembelih-egosentrisme-kaum-beragama/

Setiap tahun, umat Islam di seluruh antero dunia memperingati Idul Adha dengan menyembelih hewan kurban sebagai wujud ketaatan dan pengorbanan. Namun,  lebih dari sekadar ritual tahunan, Idul Adha sejatinya juga merupakan ajakan untuk merefleksikan kembali nilai-nilai kemanusiaan yang kian tergerus oleh masifnya gaya hidup  individualisme dan kian menganganya ketimpangan sosial, khususnya  yang saat ini terjadi di negeri ini.

Dalam kisah Nabi Ibrahim, kita melihat potret pengorbanan sejati. Peristiwa tersebut bukan sekadar kesiapan seorang ayah "mengorbankan" anaknya, Ismail, tetapi juga kesanggupan menundukkan ego dan kepentingan pribadi demi menjalankan perintah Tuhan.

Seperti yang ditulis Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, "Yang diuji dari Ibrahim bukan nyawa anaknya, tapi kelurusan hati dan ketulusan iman."

Makna tersebut kini  menemukan relevansinya dalam kehidupan berbangsa kita. Idul Adha mengingatkan bahwa pengorbanan bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk keberanian untuk melepaskan ambisi pribadi demi kemaslahatan bersama, terutama di tengah situasi sosial yang sarat dengan ketimpangan dan krisis moral.

Pada banyak wilayah Indonesia, Idul Adha menjadi momen pertemuan antara nilai-nilai Islam dan kearifan lokal. Di Minangkabau, misalnya, semangat kurban ditransformasikan melalui tradisi makan bajamba sebagai wujud kebersamaan. Di wilayah lain, pembagian daging kurban diorganisasi dalam semangat gotong royong, menjadikannya lebih dari sekadar ritual, melainkan manifestasi nilai solidaritas dan keadilan sosial.

Kyai Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama, pernah menegaskan bahwa "agama yang tidak memperhatikan nasib kaum lemah hanyalah simbol." Dalam konteks ini, ibadah kurban bukan sekadar bentuk ketaatan spiritual, tetapi juga pesan sosial yang kuat: bahwa agama harus hadir dalam dapur, di sawah, dan di tengah-tengah masyarakat miskin.

Pesan ini terasa mendesak ketika kita melihat fakta bahwa banyak saudara sebangsa masih hidup dalam kekurangan, bahkan untuk sekadar mencicipi daging sekali setahun. Maka dari itu, kurban seharusnya menjadi pengingat bagi mereka yang berpunya: bahwa rezeki yang dititipkan bukan untuk ditimbun, melainkan dibagi.

Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, pernah menyampaikan, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu bagaimana berkorban." Kata-kata ini seolah menjadi cermin bagi kondisi bangsa saat ini.

Di tengah maraknya kasus korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan lemahnya empati dari sebagian elite, semangat pengorbanan justru terasa asing. Yang disembelih bukan ego, tapi nurani.

Idul Adha juga membawa pesan lintas iman. Nilai-nilai seperti ketulusan memberi, empati kepada yang lemah, dan keadilan sosial adalah nilai-nilai universal yang menyatukan kita sebagai sesama manusia.

Gus Dur bahkan pernah berkata, "Tidak penting apa agamamu. Kalau kamu bisa berbuat baik kepada semua orang, orang tidak akan tanya apa agamamu."

Maka dari itu, tantangan kita hari ini bukan hanya menjalankan Idul Adha secara simbolik, tetapi memaknainya secara etik. Sebab seperti sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadis riwayat Tirmidzi: "Tidaklah daging-daging itu dan darahnya yang sampai kepada Allah, melainkan takwa dari kalian."

Takwa hari ini bisa diterjemahkan dalam banyak bentuk: kejujuran dalam profesi, kesediaan berbagi kepada yang kekurangan, keberanian menolak ketidakadilan, serta kerendahan hati dalam menggunakan kekuasaan.

Pada akhirnya, kurban yang sejati bukan hanya tentang hewan yang disembelih, tetapi tentang keberanian manusia menyembelih keserakahan, menundukkan keangkuhan, dan menumbuhkan empati. Itulah esensi Idul Adha yang sejati.**

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun