Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Kisah Berdirinya Candi Borobudur [XVIII]

19 September 2025   11:00 Diperbarui: 19 September 2025   11:00 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by kam/ai

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Bagian 18: Duel Dua Darah

Asap perang membubung tinggi, tanah berlumur darah, dan jeritan bercampur dentang senjata memenuhi udara. Di tengah kekacauan itu, Pancapana dan Panangkaran akhirnya berhadapan.

Kuda mereka berhenti berhadapan di antara riuh prajurit yang masih bertarung. Angin membawa bau besi dan darah, sementara mata kedua ksatria itu saling menatap tajam.

"Pancapana," ejek Panangkaran dengan suara menggelegar, "kau hanyalah bayangan dari ayahmu. Sanjaya mati di tanganku, dan kini nasibmu akan sama."

Pancapana menggenggam gagang pedang erat-erat. "Engkau bisa membunuh jasad ayahku, Panangkaran, tapi tidak akan pernah membunuh warisan keberanian yang mengalir dalam darahku!"

Dengan teriakan lantang, keduanya melompat dari kuda dan saling menerjang. Pedang Pancapana beradu keras dengan golok Panangkaran, menimbulkan percikan api.

Pertarungan mereka bagaikan dua petir yang saling menyambar. Panangkaran menyerang dengan kekuatan penuh, setiap tebasannya berat bagai palu baja. Pancapana mengimbangi dengan kecepatan dan ketepatan, pedangnya berputar lincah menangkis dan membalas.

Dari kejauhan, prajurit Syailendra dan Mataram terhenti sejenak, menyaksikan dua pemimpin itu bertarung. Mereka tahu, duel ini bukan hanya persoalan pribadi, melainkan penentu arah sejarah.

Panangkaran mengayunkan golok besar, hampir mengenai kepala Pancapana. Namun Pancapana menunduk cepat, lalu membalas dengan tebasan ke samping. Golok dan pedang beradu, suara dentumnya menggema hingga ke ujung medan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun