Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cerbung: Jejak Hikmat Pak Bijak [tiga]

17 September 2025   03:40 Diperbarui: 17 September 2025   02:55 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by kam/ai

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Episode 3 -- Sandiwara Politik

Warung kopi Pak Kasan di pojok jalan desa malam itu penuh sesak. Bau kopi tubruk bercampur dengan asap kretek tipis yang mengepul ke langit-langit bambu. Di meja panjang, beberapa lelaki desa duduk melingkar, sibuk berceloteh tentang berita yang baru saja ditayangkan televisi: kasus korupsi yang melibatkan politisi ternama.

"Lha piye, wong janji kampanye e ngomong 'bersih, jujur, merakyat', tapi kenyataannya malah ngemplang duit negara," kata Pak Kasan sambil menuang kopi.
"Halah, semua sama aja. Politikus kok, cuma pinter bikin sandiwara," timpal Minto, pedagang sayur yang tiap pagi kulakan ke pasar kota.
"Ya bener, Min. Wong kasus si Anasasia, Andirido, Nazarisum itu yo kayak sinetron. Tiap babak ada dramanya," tambah seorang bapak lain.

Suasana riuh dengan tawa getir. Namun di sudut meja, Pak Bijak hanya tersenyum kecil, sambil menggulung sarungnya. Ia tidak langsung menanggapi, hanya mendengarkan dengan seksama.

"Pak Bijak, njenengan kok diem wae?" tanya Minto, penasaran.

Pak Bijak menaruh cangkir kopinya perlahan. Tatapannya tajam, tapi suaranya lembut.
"Itu oknum. Tidak semua politisi begitu, Saudara-Saudaraku," ucapnya, "kalian tahu apa bedanya politisi dengan guru?"

Mereka saling pandang, ada yang nyengir, ada yang mengangkat bahu.
"Bedanya, guru itu jelas punya murid. Politisi juga seharusnya punya murid---yaitu rakyat. Tugas guru adalah mendidik, tugas politisi pun harusnya mendidik rakyat lewat teladan dan kebijakan."

Ia berhenti sebentar, lalu menambahkan dengan suara lebih tegas:
"Kalau politisi sibuk korupsi, lalu apa yang bisa diajarkan pada rakyat? Bukankah itu berarti mereka sedang mengajarkan cara curang kepada seluruh bangsa?"

Suasana warung seketika hening. Hanya suara jangkrik di luar dan kepulan asap kopi yang bergerak pelan. Kata-kata Pak Bijak seakan menampar mereka semua.

Pak Kasan menghela napas panjang. "Betul juga, Pak. Kalau politisi itu guru, berarti kita ini murid yang sedang dibodohi, ya?"
"Bukan dibodohi, tapi diuji," jawab Pak Bijak tenang. "Ujiannya adalah: apakah kita ikut-ikutan meniru keburukan mereka, atau tetap menjaga kejujuran kita?"

Minto yang biasanya paling cerewet, kini hanya menunduk. "Tapi susah, Pak. Wong lihat yang di atas begitu, rasanya yo pengin tiru."
Pak Bijak menepuk pundaknya. "Justru itu bedanya orang bijak dengan orang biasa. Orang bijak belajar dari buruknya contoh, bukan menirunya. Kalau kita semua menyerah pada keburukan, siapa yang akan menyelamatkan negeri ini?"

Malam makin larut. Satu per satu pelanggan pamit pulang, masih terngiang kalimat Pak Bijak. Di depan warung, Pak Bijak menatap jalan desa yang sepi. Lampu jalan temaram, tapi baginya ada cahaya lain yang lebih terang: kesadaran bahwa pendidikan politik seharusnya lahir dari teladan, bukan sandiwara.

Dalam hati ia berdoa lirih:
"Ya Tuhan, semoga negeri ini diberi pemimpin yang benar-benar guru, bukan aktor sandiwara. Dan semoga rakyat tetap punya iman untuk tidak mudah ikut-ikutan buruk."

Ia pun berjalan pulang, meninggalkan warung kopi dengan langkah pelan namun mantap, seolah membawa segenggam harapan baru untuk bangsanya.

Episode 3 ditutup dengan hikmah: politisi seharusnya menjadi guru bangsa. Jika politisi rusak, rakyat diuji: ikut rusak, atau tetap menjaga kebaikan.

BERSAMBUNG ke Episode 4 -- Kontroversi Hukum di Tengah Banjir

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun