OLEH: Khoeri Abdul Muid
Episode 2 -- Nobar di Gudang KUD
Malam itu, desa Pak Bijak tampak lebih hidup dari biasanya. Halaman luas bekas gudang KUD, yang siang hari hanya diisi oleh anak-anak kecil bermain bola plastik, kini berubah menjadi arena keramaian. Lampu petromaks digantung di beberapa sudut, layar tancap putih dipasang, dan sebuah proyektor sederhana memantulkan siaran langsung pertandingan sepak bola Indonesia melawan Vietnam.
Di antara asap sate bakar dan gorengan hangat, warga berjubel, duduk di kursi plastik seadanya, ada pula yang lesehan di tikar. Sorak-sorai anak muda bersahutan, seolah mereka sendiri yang sedang berada di stadion.
Pak Bijak datang dengan sarung dan jaket tipis. Ia duduk di samping Pak RT, sambil sesekali meneguk kopi hitam dari gelas plastik.
"Wah, suasananya meriah sekali ya, Pak," kata Pak RT.
"Iya," jawab Pak Bijak sambil tersenyum. "Sepak bola memang bisa menyatukan orang-orang. Dari anak-anak sampai orang tua, semua larut dalam semangat."
Pertandingan dimulai. Saat Indonesia mencetak gol pertama, sorakan meledak. Pemuda-pemuda melompat sambil berteriak histeris. Bahkan ada yang sampai menendang sandal sendiri karena terlalu gembira.
"GOOOLLLL!!! Hidup Indonesiaaa!!!" teriak seorang anak muda dengan suara hampir serak.
Namun ketika pemain Indonesia melakukan kesalahan, suara umpatan pun keluar.
"Aduh! Gitu aja kok nggak bisa! Dasar pemain goblok!" maki seorang bapak paruh baya.
Pak Bijak menghela napas. Ia ikut tertawa kecil melihat tingkah mereka, tapi hatinya tergerak untuk merenung.