Mohon tunggu...
Khairunnisa Musari
Khairunnisa Musari Mohon Tunggu... lainnya -

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) mampu menembus jutaan kepala" - Sayyid Quthb. Untuk artikel 'serius', sila mampir ke khairunnisamusari.blogspot.com dan/atau http://www.scribd.com/Khairunnisa%20Musari...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sudah 2 Minggu Saya Enggak Buka Warung, Sejak Harga-Harga Naik...

7 Desember 2014   17:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:51 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_381201" align="alignright" width="300" caption="Sumber: kenbimosultoni.blogspot.com"][/caption]

Ya, itulah yang terungkap dari seorang tetangga yang rutin membantu bersih-bersih di rumah orangtua saya. Saya baru pagi tadi mengetahuinya. Semula sekedar iseng menanyakan harga lombok. Di Jember, saya mendapat informasi dari petani dan beberapa mahasiswa bahwa harga lombok di pasar sudah menembus Rp 75 ribu per kilo. Saya ingin tahu berapa harga lombok di Lumajang.

“Lho, kok gak jualan sampai 2 minggu,” tanya saya.

“Saya bingung Mbak, mau ngasih harga berapa ke langganan saya. Semua harga mundak. Beras saja sekarang sudah Rp 10ribu-an kurang 3ratus. Lombok selangit begitu. Kalau gak pake lombok, langganan saya mengeluh. Mereka makannya gak banyak. Kalau berasnya saya kurangi, saya kok gak mentolo. Tapi kalau saya maksa tetap jualan, saya rugi, Mbak. Wong saya jualan nasi bungkus cuman Rp 3ribu-an lho, Mbak. Saya gak mau naikin harga lagi. Kasihan anak-anak sekolah yang ngekos di dekat warung saya kalau saya naikin harga...” terangnya.

Mmm... Saya merenung. Ibu tersebut merupakan tulang punggung keluarga. Ia menanggung 1 anak yang masih sekolah SMA dan 2 anak yang masih SD. Suaminya kerja serabutan yang belum tentu dalam sebulan mendapatkan pekerjaan. Dengan situasi ekonomi keluarganya yang demikian, tidak terbayang bahwa ia masih memikirkan keadaan orang lain yang akan kesulitan bila ia menaikkan harga jualannya. Alhasil, ia memutuskan untuk istirahat berjualan sementara hingga harga-harga mulai turun.

“Tapi apa iya turun ya, Mbak? Listrik lho mau naik lagi. Saya lihat di TV. Nanti harga-harga barang jualan saya turun, saya bisa jualan, tapi pengeluaran di rumah munggak. Pakpok, Mbak....” tambahnya.

“Wis wis wis, terimakasih Pak Jokowi. Biar tahu rasa yang kemarin belanin Jokowi, munggak kabeh. Sekarang orang-orang yang dekat rumah, diam semua deh, Mbak. Kalau enggak begini, kan enggak tahu mereka. Kebangetan kalau masih mau rame-rame belain Jokowi...” tambahnya lagi.

Mmm... Meski hati yang paling dalam ingin juga mengeluarkan pernyataan-pernyataan senada, tapi saya berusaha menahan diri. Sama halnya ketika saya membuka Fesbuk, selalu ada dorongan untuk menulis status untuk mereka-mereka yang kemarin-kemarin koar-koar tentang betapa bijaksananya Sang Pujaan Hati, tapi kemudian kini ‘sunyi senyap’ setelah memasuki 2 bulan pemerintahan baru. Ya, masih adalah beberapa orang di jaringan saya yang kini tiba-tiba menjadi ‘bijak’, bahkan masih ada juga yang ‘tahan banting’. Ya, semua keinginan itu harus ditahan demi menjaga kerukunan hidup di jagat per-Fesbuk-kan, juga untuk menghindari ‘diskusi’ yang hanya menghabiskan waktu, tetapi tak memberi manfaat. Pada akhirnya, semua memang harus dikembalikan ke nurani untuk dapat merasakan kebenaran. Hati yang tak peka, tak akan tersentuh dengan realitas di lapangan. Terbiasa di dalam ruangan sejuk atau menara-menara gading dapat membuat kita lupa dengan tanah.

Demikian pula kepada Ibu yang membantu di rumah orangtua saya itu, saya tak ingin menambah ‘panas hatinya’ hingga tak punya harapan terhadap pemerintahan yang baru. “Masih 2 bulan, terlalu dini juga kalau langsung memvonis Pak Jokowi enggak peduli orang kecil. Untuk lombok, ya sekarang kan sudah masuk musim hujan. Tanaman lombok banyak yang rusak biasanya. Jadi, pasokan langka. Mungkin begitu juga dengan panen padi. Makanya agak mahal. Soal listrik, elpiji 3 kg, dan barang-barang yang harganya naik semua, ya mudah-mudahan nanti ada evaluasi....” komentar saya sambil berpikir memilih-milih kata yang tak rumit untuknya mencerna.

[caption id="attachment_381203" align="alignright" width="300" caption="Sumber: www.kaskus.co.id"]

1417923170328847610
1417923170328847610
[/caption]

Hufhhhh...

Cerita begini dalam 2 pekan terakhir sering saya dapatkan. Sejak saya mulai kembali rajin naik bis ekonomi, naik angkot, dan naik ojek, orang-orang yang saya temui kerap bercerita senada. Intinya, tentang beban hidup yang semakin berat. Mmm, yang beginian kalau dijelaskan panjang lebar bisa jadi 3-5 makalah konferensi dengan topik yang dikaitkan dengan Kebijakan Fiskal, Inflasi, Sektor Riil, Kemiskinan, Subsidi, dan baaaaaanyak lagi. Lagi-lagi saya hanya bisa menjadi pendengar setia yang hanya mampu bertutur di ruang-ruang kelas atau makalah-makalah semata...

Hufhhhh...

Pemerintahan baru... Perairan Indonesia yang akan dijaga Amerika... Impor sapi... BBM... TDL... LPG... Penghapusan K13... Pengeboman kapal asing... Anggota Dewan ‘Tandingan’... Parpol-parpol ‘perjuangan’ yang semakin bertambah... Ditambah berita-berita sejumlah imigran (yang katanya) dari Afghanistan yang datang ke Indonesia secara bergelombang dengan misi tertentu...

Berulang kali saya baca tulisan Salim A. Fillah tentang percakapannya dengan Syekh dari Palestina di Jogokariyan. Saya juga menyetel beberapa kali Jiwa Surga ‘Maidany’ dan Jejak ‘Izzatul Islam’. Semua demi mendinginkan hati sekaligus mengobarkan azzam di dada... Saya percaya dan sangat percaya dengan kekuatan doa... untuk Indonesia ke depan... memimpin dunia... Bersabarlah dan layakkan diri agar Indonesia pantas mendapat amanah dari Allah... Mungkin saya tak dapat menyaksikannya... Tidak penting itu... Yang terpenting adalah... terus bekerja... berkarya... menebar keyakinan... menyemai ‘getaran jiwa’ ini pada setiap tunas muda yang hadir di hadapan... mempersiapkan mujahid/ah terbaik penerus perjuangan... Insya Allah...

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun