Ia menoleh, tersenyum tipis. Senyum yang sederhana, tapi cantik sekali.
“Sendirian aja?” tanyaku.
“Iya. Masnya juga?”
“Iya. Sama. Aku lebih suka jalan sendiri—lebih bebas menentukan langkah, tanpa perlu berunding.”
Ia tertawa pelan.
“Aku setuju banget. Aku juga begitu.”
Aku balas tersenyum. “Oh iya, kenalin. Feri, dari Jakarta.”
“Indah,” ucapnya singkat.
“Dari mana, kalau boleh tahu?” tanyaku penasaran.
Ia pura-pura berpikir sebentar, lalu menjawab sambil tertawa, “Dari… tadi di sini, Mas.”
Aku ikut tertawa. “Kebetulan, aku juga dari tadi di sini.”