Mohon tunggu...
Pinku Queeny
Pinku Queeny Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga

Hai, aku lagi belajar nulis dan ini blog pertamaku. Aku akan senang jika teman-teman berkenan memberikan komentar sebagai kritik dan saran nya terhadap tulisan ku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Jogja Bertemu Indah

18 September 2025   07:00 Diperbarui: 18 September 2025   18:57 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Ilustrasi AI dibuat melalui chatGPT 

Aku tersenyum menenangkan.

“Nggak apa-apa, Mbak. Lain kali hati-hati, ya.”

“Nggih… maaf, Mas,” jawabnya, sedikit kikuk.

Untungnya kami tak sampai terjatuh. Mungkin ia sedang sibuk mengabadikan sore di Malioboro. Aku hanya mengangguk kecil dan melanjutkan langkah.

Setibanya di penginapan, aku meletakkan tas, berganti pakaian, lalu merebahkan diri. Rencananya, aku akan tidur sebentar—satu atau dua jam—sebelum keluar menikmati malam Jogja.

Di usiaku yang hampir menginjak kepala tiga, aku semakin sadar: aku lebih nyaman bepergian seorang diri. Orang menyebutnya introvert, tapi aku tak peduli. Label itu tak penting. Yang kutahu, aku lebih bebas saat sendirian.

Jika ingin berhenti, aku berhenti. Jika ingin melangkah, aku melangkah. Tak perlu ada kompromi, tak ada jadwal yang harus disesuaikan. Sendiri, justru di situlah aku benar-benar bisa menikmati perjalanan.

Malam itu, Malioboro bergetar oleh musik. Iringan angklung, gamelan, dan alat musik modern berpadu dalam harmoni yang indah. Suara riuh penonton dan tawa anak-anak bercampur, menciptakan suasana yang hangat. Aku berdiri di ujung jalan, menikmati setiap nada, sesekali mengangkat ponsel untuk merekam—sekadar kenangan yang bisa kusimpan.

Tanpa sengaja, mataku tertumbuk pada seorang perempuan di tengah kerumunan. Ia mengenakan kemeja kuning polos berlengan pendek, celana panjang hitam, dan sepatu kets sederhana. Rambutnya bergelombang sebahu, kacamatanya membingkai mata bening yang membuatku tak kuasa untuk tidak memperhatikan. Dari raut wajahnya, ia tak tampak seperti orang lokal. Bukan pula gaya orang Jakarta. Ada sesuatu yang berbeda.

Aku memberanikan diri mendekat, menembus kerumunan, lalu menyapanya.

“Hai.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun