Malam ini saya kembali bernostalgia dengan sosok mentor yang banyak memberi warna dalam perjalanan hidup saya, Mas Redy. Seorang senior HMI Cabang Malang, alumni Brawijaya, yang sejak dulu tidak hanya menjadi teladan dalam keilmuan, tetapi juga dalam sikap rendah hati.
Hampir enam tahun lamanya kami tak bersua karena beliau menempuh studi doktoral di Malaysia, sekaligus sempat mengemban amanah sebagai PPLN di Penang. Namun, setiap pertemuan singkat selalu meninggalkan kesan mendalam. Saya masih ingat, tepat seminggu sebelum hari pernikahan di tahun 2020, kami duduk bersama di sudut Kota Pahlawan, Ampel. Malam itu penuh wejangan tentang perjalanan rumah tangga, tentang hidup, tentang dunia dan akhirat.
Dan malam ini saya bersama fawaid salah satu kader terbaiknya di ekonomi akutansi UTM yang juga dosen di fakultas tersebut mendapatkan ilmu berharga. ada satu pelajaran berharga yang kembali saya dapat: selalulah menjadi gelas kosong. Sebab hanya dengan menjadi gelas kosong, kita bisa menerima dan menyerap ilmu, pengalaman, serta hikmah dari siapa saja. Baik di tengah kalangan atas maupun ketika bersahabat dengan mereka yang sederhana, kita akan tetap bisa diterima.
Dari dulu hingga kini, Mas Redy selalu hadir sebagai sosok yang mampu menembus batas: tidak memandang warna, organisasi, maupun latar belakang. Kehadirannya diterima semua kalangan, karena ia mengajarkan satu hal sederhana ,rendah hati, terbuka, dan mau belajar kapanpun serta dari siapapun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
