Katedrarajawen _Sungguh nikmat terhidang mengundang rasa. Wangiaroma menggoda. Ketika rasa lapar tiba. Sebelum menyantap tak lupa berdoa.Â
Petani berpeluh keringat dan asa. Di meja makan kita menikmati tertawa. Nasi terhidang istimewa. Hasil petani berpeluh keringat dan asa. Jerih payah petani di sawah terlupa.Â
Si mutiara putih seakan tak berharga. Banyak tersisa dibuang percuma. Di mana rasa syukur yang ada? Berpikir sudah membelinya. Bisa memerlakukan semena-mena.Â
Ketika pesta syukuran tiba. Penuh sukacita mengalunkan doa. Nasi hidangan pokok selalu ada. Selalu menjadi tujuan pertama.Â
Lagi dan lagi kembali lupa. Nasi-nasi banyak tersisa. Dibuang suka-suka. Acara syukuran jadi tak ada bersyukurnya. Derita petani sekian lama dalam asa seakan tak berharga.Â
Sadarkah wahai anak manusia? Walau sebutir nasi saja. Itu sudah terlalu berharga. Sebutir benih padi  asal mula. Tumbuh pohon-pohon padi tak terkira.
Sebutir nasi terbuang percuma. Tak sadar telah menghina. Rasa syukur dalam doa. Jerih payah petani berlinang air mata. Karunia semesta.Â
@refleksihati
Inspirasi tulisan Pak Kris Banarto "Menari di Atas Peluh"