Mohon tunggu...
Katalis Institute
Katalis Institute Mohon Tunggu... Goresan pena lebih tajam dari pisau belati

Belajar membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Subversi Penundaan Pilkades: Bentuk Otoritarianisme Gaya Baru di Sampang

14 September 2025   16:06 Diperbarui: 14 September 2025   18:05 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Direktur katalis institute

Desa sebagai Basis Kekuatan Elektoral

Dalam praktiknya, penundaan Pilkades membuka ruang bagi Bupati untuk menunjuk Penjabat Kepala Desa (PJ Kades), yang kemudian menjadi instrumen politik transaksional. Fenomena ini mencerminkan state capture dan clientelism, di mana desa dikendalikan bukan sebagai arena partisipasi warga, tetapi sebagai mesin politik untuk kepentingan elektoral.

Melalui PJ Kades, Partai Nasdem dengani Kadernya yang menjabat Bupati berhasil memastikan konsolidasi suara bagi Partai NasDem. Jika sebelumnya NasDem hanya memiliki 6 kursi di DPRD Sampang, pasca 2024 perolehan kursinya melonjak tiga kali lipat menjadi 15 kursi. Ini bukan sekadar lonjakan angka, melainkan transformasi kekuasaan yang mengubah peta politik lokal secara drastis.

Secara teoretis, fenomena ini menunjukkan praktik electoral authoritarianism (Schedler, 2006), di mana prosedur pemilu tetap berlangsung, namun hasilnya telah direkayasa melalui kontrol sumber daya negara dan mobilisasi struktur lokal.

Di balik kemenangan Partai NasDem di Sampang, ada cerita menarik mengenai terpilihnya Willy Aditya sebagai anggota DPR RI. Secara mengejutkan, Willy Aditya berhasil melenggang ke Senayan untuk yang kedua kalinya, padahal ia nyaris tidak pernah terlihat atau berinteraksi langsung dengan masyarakat Madura. Kemenangan ini menunjukkan bahwa dominasi suara di Sampang menjadi faktor kunci yang mengantarkannya ke tingkat nasional.

Fenomena ini menunjukkan sebuah ironi dalam praktik demokrasi. Seorang calon legislatif bisa mendapatkan dukungan elektoral yang signifikan tanpa harus membangun basis sosial atau koneksi personal yang kuat di lapangan. Kemenangan Willy Aditya seolah membuktikan bahwa kehadiran fisik dan interaksi langsung tidak lagi menjadi syarat mutlak untuk meraih suara.

Kemenangan ini secara jelas memperlihatkan bagaimana desa yang berada di bawah kontrol politik yang ketat bisa menjadi mesin suara yang sangat efektif. Struktur kekuasaan lokal, yang dimobilisasi oleh elit politik, mampu mengarahkan dukungan suara ke calon tertentu, bahkan jika calon tersebut tidak dikenal oleh masyarakat. Desa bukan lagi sekadar wilayah administratif, melainkan instrumen politik yang kuat.

Kondisi ini menegaskan bahwa legitimasi elektoral tidak selalu berbanding lurus dengan dukungan sosial yang tulus dari masyarakat. Sebaliknya, legitimasi tersebut dapat diperoleh melalui mekanisme kontrol politik yang terstruktur, di mana suara diatur dan diarahkan oleh kekuatan politik tertentu. Hal ini menciptakan sebuah sistem di mana partisipasi publik yang otentik dikesampingkan.

Kasus Willy Aditya di Sampang menjadi contoh nyata dari sebuah model politik di mana suara dimobilisasi bukan karena popularitas atau kedekatan kandidat dengan rakyat, melainkan karena kendali politik yang efektif terhadap struktur desa. Ini adalah pengingat bahwa di balik angka-angka pemilu yang fantastis, seringkali ada proses yang jauh lebih kompleks dan tersembunyi yang membentuk hasil akhir.

Skenario Penundaan Lanjutan

Ketika memasuki 2025, Pilkades yang dijanjikan tetap tidak terlaksana. Dalih baru pun muncul: menunggu Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari revisi Undang-Undang Desa. Strategi ini memperlihatkan pola berulang, yakni menjadikan kekosongan atau ketidakpastian hukum sebagai instrumen penundaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun