BAB 04.
Seseorang terlihat duduk di sebuah kursi roda. Wanita dengan rambut pendek lurus yang ditata agak ikal dan memakai setelan rok plisket sederhana dipadu atasan semi kemeja dengan gulungan kecil di kedua lengannya. Jemari salah satu tangannya memainkan tombol yang terletak diujung pegangan tangan kursi itu, untuk digunakannya bergerak.
"Son...," sapa wanita itu kepada Danar masih di depan pintu ruangan lelaki.
Danar membalas dengan senyum simpul dan helaan napas tipis sesaat nya sambil berjalan kearah wanita yang tidak lain adalah Ibu nya. Rania Aditama Sari Perkasa, wanita yang sudah berusia 50 tahun itu memperlihatkan senyum lebar tidak lupa kedua tangan yang dibentangkannya juga. Namun yang terjadi, bukannya Danar mendekat dan memeluk Sang Ibu, lelaki muda itu malah menggapai gagang pintu ruangannya lalu dibuka pintu itu.
"Silahkan masuk, Ibu Presdir...," ucap Danar dengan nada datar dan senyum dipaksakan yang terlihat sangat singkat.
Ibu Rania menurunkan kedua tangannya perlahan, menahan emosi juga malu dengan senyum simpul tipis yang dibarengi helaan napas agak kasar. Dikemudikan kursi rodanya untuk masuk tanpa melihat kearah Sang Anak.
"Sejak kapan tidak ada sopan santun di kantor ini?" tanya wanita kurus itu kini dengan nada yang sama datar juga dinginnya dengan Sang Anak.
Seolah tidak mendengar ucapan Sang Ibu, Danar berjalan santai menuju kursinya. Ditekan sedikit bagian tengah dasi yang dikenakannya sebelum dia duduk. Lalu masih dengan ekspresi acuhnya, dia melihat kearah layar monitor dan sesekali ke beberapa kertas diatas meja.
Ibu Rania merasa kesabarannya sedang diuji oleh Sang Anak, dikepalkan salah satu tangannya dengan kedua mata yang dipejamkan sesaat.
"Siapa yang nggak punya sopan santun, Ma? Tadi kan aku sudah senyum, trus bukain Mama pintu. So, please explain to me, bagian mananya yang nggak sopan?" ucap Danar secara tiba - tiba ketika dilihat ekspresi wajah Sang Ibu.
Helaan napas panjang kembali terdengar dari arah Ibu Rania, kini mata hitam kecoklatan nya telah terlihat lagi dengan memandang kearah Sang Anak. Dia maju kearah dekat meja Sang Anak, kedua jemari Ibu Rania dikaitkan ke depan tubuhnya dengan senyum hangat yang kembali terkembang.