"Makanya ibu terpikir untuk mengajak bude tinggal bersama kalian di sini sekalian menjaga dan mengurus kalian berdua. Bude nanti juga bisa jualan kue seperti dahulu," sambung ibu.
Aku dan Bulan serempak menjawab, "Boleh!". "Rumah ini sebenarnya sepi hanya ada aku dan mbak Bintang," tambah Bulan.
"Tapi bude belum bilang Wiwi soal ini. Semoga dia memperbolehkan bude tinggal bersama kalian," kata bude dengan wajah cemas.
"Mas Wiwi pasti kasih ijin bude tinggal bersama kita. Kalau tidak dikasih, suruh eyang yang ngomong," jawab Bulan penuh percaya diri sehingga membuat kami tertawa.
Selesai makan dan membereskan piring, bude sekitar jam 8 lewat, minta ijin ibu untuk pakai telepon rumah untuk menelpon Wiwi di hotel.
Wiwi saat ditelepon baru selesai mandi dan sudah pulang dari setengah jam yang lalu.
Besok pagi jam 9, ibu dan bude pulang ke Semarang naik travel. Bulan sudah membantu membereskan oleh-oleh untuk orang rumah.Â
"Dendeng, abon dan daging ham untuk eyang semua. Coklat bagi eyang satu kotak kecil. Sisanya taruh di sini semua," katanya.
Tetapi, ibu mengeluarkan satu bungkus abon dan dendeng untuk kami.
Keesokan pagi jam 09:00, aku segera mendatangi kedutaan Republik Rakyat Tiongkok untuk menemui pak Ma.
"Ini data yang sebenarnya. Sudah dicek," kata pak Ma sambil menerima kertas yang salah dari tanganku.