Mohon tunggu...
Kartika Maharani
Kartika Maharani Mohon Tunggu... Lainnya - Murid SMAN 28 Jakarta

Kartika Maharani (17) - XI MIPA 2 - SMAN 28 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bibi Lusi dan Rumah Abu-abu

24 November 2020   20:11 Diperbarui: 24 November 2020   20:27 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Fila, ayo keluar sekarang! Mumpung masih jam 4, nih. Kamu kan tau, kalau pulang terlalu sore, Mama akan marah besar!" teriak Gio dari depan pagar rumah Fila. Disampingnya, ada Kania yang sedang asyik menghabiskan es krim rasa cokelatnya. Kedua sekawan itu membawa sepeda mereka dan siap bermain mengelilingi komplek.

Fila yang mendengar teriakan itu sedikit mengendus. Ia merasa terlalu dipaksa untuk cepat oleh kedua temannya. Ia sedang sibuk mencari kunciran hitam miliknya agar rambutnya terikat rapi ketika bermain nanti, tetapi entah kenapa benda karet bulat itu menghilang tanpa jejak. Pojok kamar, tempat tidur, laci meja belajar, bahkan keranjang baju kotor sudah ditelusurinya satu-satu. Hasilnya nihil. Fila mulai menyerah dan berhenti sejenak.

"Ah, menyusahkan saja! Ini pasti karena aku yang pelupa dan ceroboh menaruhnya sembarangan, karena benda mati mana mungkin punya kaki untuk kabur dari kamarku," ucap Fila. Itu adalah ikat rambut terakhir miliknya. Satu set kunciran berisi 10 buah, dan semuanya hilang dalam waktu kurang dari sebulan karena Fila selalu lupa menaruhnya di atas meja selesai menggunakannya. Bunda belum sempat untuk mengajaknya pergi berbelanja lagi.

Akhirnya, Fila memutuskan untuk hanya memakai jedai kecil dan menutupnya dengan topi biru. Ia menyambar tas selempang favoritnya dan bergegas turun menuju lantai bawah untuk memakai sepatu. Ia melihat Bunda yang sedang memotong apel di ruang makan. Ia berbelok sebentar untuk izin sebelum keluar.

"Bundaaaa.. Fila mau main sepeda sama Gio dan Kania ya! Bunda mau titip dibelikan apa, tidak?" tanya Fila sambil menyongsong ke tempat ibunya berdiri.

"Hmm.. Bunda mau ketoprak yang ada di dekat rumah Bibi Lusi dong, Fil. Orang yang baru pindah 5 hari yang lalu itu loh ke rumah abu-abu yang tadinya kosong. Boleh tolong belikan? Sebentar, uangnya bunda ambil dulu," jawab Bunda. Ia melepas pegangannya terhadap pisau dan menuju ke kamarnya untuk mengambil uang.

Fila sesaat membeku mendengar nama yang disebut, juga rumahnya. Dia, Gio, dan Kania selalu berusaha untuk tidak lewat depan rumah itu ketika bersepeda. Rumah yang sudah kosong lama itu, ditambah kehadiran pohon beringin di depannya selalu membawa kesan creepy dan perasaan tidak enak. Ia bergidik ngeri ketika membayangkan. Tetapi, Fila tahu Bunda sudah menginginkan ketoprak sejak lama. Ia tidak dapat menolaknya atau beralasan untuk membelinya di tempat lain, karena dia sendiri juga belum berani untuk keluar komplek.

Aduh, semoga tidak ada apa-apa nanti. Kenapa tukang ketopraknya membuat warung di depannya, sih... kayak tidak ada tempat lain saja di komplek ini, keluh Fila dalam hatinya. Ia menunggu Bunda yang sedetik kemudian sudah menggenggam uang di depannya. Bunda juga membawa botol air minum untuk Fila.

"Nih, jangan lupa, ya! Selamat bersepeda, sayang. Ingat, pulang sebelum pukul setengah 6 sore. Komplek kita lagi rawan perampokan, kalian hati-hati dan tetap berada di tempat yang ramai. Kalau Bunda telepon, angkat. Nih, Bunda lebihkan uangnya kalau kamu ingin beli sesuatu lagi," pesan Bunda sambil mencium kening Fila. Fila mengangguk dan balas menciumnya. Setelah berpamitan, Fila melenggang keluar rumah dan memakai sepatu. Gio dan Karina mengintip tidak sabar.

"Kalian nih, berisik banget kayak anak itik hilang di tengah lapangan! Sabar dong, aku tadi lagi mencari kunciran hitamku," kata Fila sambil memasang muka sebalnya. Gio dan Karina memandangnya heran.

"Hah, sejak kapan kamu galak banget gini? Lagi.. MPS ya? Eh, apasih itu namanya yang perempuan suka marah-marah?" tebak Gio dengan muka polosnya. Fila dan Karina berpandang-pandangan, dan seketika tawa mereka pecah.

"Hahahaha Gioo.. bisa nggak gausah sok tau? Namanya PMS, itu katanya kalo perempuan lagi kedatangan tamu. Kenapa kamu balik-balik, sih?" ucap Kania membenarkan di tengah tawanya. Hal itu terasa sangat menggelikan, ditambah muka Gio yang yakin dalam mengucapkan kata tadi.

"Iya Gi, PMS namanya. Nggak, aku tadi lagi sebel aja kalian teriak saat aku panik. Oh iya, kalian mau tau sesuatu gak?.." lanjut Fila yang langsung memasang muka serius. Gio dan Karina seketika diam dan fokus dengan perkataan Fila.

"Kenapa? Ada apa? Kamu serius sekali, Fil.." balas Kania, disambut anggukan Gio. Fila mengembuskan napas dan mundur sedikit untuk mengeluarkan sepedanya.

"Jadi, kita nanti disuruh Bunda untuk membeli ketoprak di depan rumah Bu Lusi, orang baru misterius yang pindah 5 hari kemarin itu loh, ke rumah abu-abu, yang ada pohon beringin besar! Aduh, aku takut duluan ada apa disana," jelas Fila sambil menatap kedua temannya. Mukanya sudah terlihat ketakutan.

"Yaampun, kamu serius? Kita kan selalu belok kalau mau lewat depan sana, apalagi jalannya lumayan sepi.." ucap Gio sambil memasang tampang ngeri. Bulu kuduknya naik semua. Begitu juga dengan Kania yang sepertinya tidak tahu mau membalas apa. Gio dan Kania juga tidak bisa menolak, karena keduanya sangat menghormati Bunda Fila. Mereka sering berkunjung ke rumah Fila dan diberikan makanan yang sangat banyak ketika pulang.

Fila mengangguk ragu, kemudian membalas, "Mau kan kalian menemani aku? Aku juga takut.. tapi semoga tidak ada apa-apa nanti,"

Gio dan Kania lantas mengiyakan. Mereka lalu naik ke atas sepedanya masing-masing dan meluncur ke jalanan. Untuk sesaat, mereka melupakan ketakutan mereka sebelum akhirnya sampai di tujuan terakhir mereka sebelum pulang ke rumah, yaitu warung ketoprak. Mereka bergerak pelan-pelan sambil sesekali mengintip ke rumah abu-abu itu. Di depannya, ada seorang perempuan yang sedang duduk tegak sambil memegang cangkir teh, memandang lurus ke depan. Itu Bibi Lusi. Fila, Gio, dan Kania langsung mengalihkan pandangan karena takut. Mereka memesan ketoprak cepat-cepat dan langsung pulang. Hawanya sangat tidak enak.

************

Keesokan sorenya, mereka kembali bersepeda, namun kali ini mereka harus benar-benar datang ke rumah Bibi Lusi karena Bunda menyuruh mereka untuk mengantarkan makanan. Awalnya, Fila ingin menolak, tetapi jelas tidak enak karena Bunda benar-benar memohon.

"Aku gangerti, kenapa dua hari ini kita harus main kesana? Apalagi sekarang.. aduh, aku gamau mati dulu," ceplos Gio sambil menutup muka dengan kedua tangannya. Fila dan Kania lantas menggebuk punggung Gio dari belakang.

BUGH!

"ADUUUH.. apa-apaan sih kalian?! Sakit tau!" teriak Gio sambil mengelus-ngelus punggungnya. Fila dan Kania menatapnya kesal.

"KAMU LAGIAN ASAL NGOMONG! Bibi Lusi juga orang biasa, jangan suudzon dulu dong! Bingung deh aku, omongan kamu tuh ngaco mulu!" gerutu Fila diikuti anggukan Kania. Gio hanya mengiyakan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Iyasih, aku ngomong kok enak banget kayak mau dimakan harimau, aku Gio dalam hatinya.

Tanpa berlama-lama, akhirnya mereka meluncur menuju rumah Bibi Lusi. Sesampainya disana, mereka agak ragu untuk bergerak maju karena benar-benar sudah gemetar. Semua orang membicarakan pohon beringin yang katanya ada "penunggu"-nya itu. Fila, Gio, dan Kania yang masih anak kecil, tentu percaya dengan rumor-rumor semacam itu. Walaupun langit belum gelap, mereka tetap merasa ketakutan dan tidak ingin maju.

Tiba-tiba, seorang perempuan yang sudah terlihat lanjut usia namun masih awet muda keluar dari dalam dan melongokkan kepalanya. Ia berjalan keluar perlahan, dengan muka dinginnya menghampiri pagar rumah. Jalannya sangat ramping, yang makin membuat ketiga sekawan itu tidak ingin melihatnya. Mereka diam di tempat sambil menutup muka mereka, diatas sepeda. Bibi Lusi semakin mendekat.

"Hahahaha.. kalian mengapa menutup muka seperti itu? Lucu sekali. Kalian pasti suruhan Ibu Jema, ya? Atau kalian anaknya? Sini masuk, aku sangat senang ada yang berkunjung," Mendadak suara lembut nan ceria itu keluar dari mulut Bibi Lusi. Ketiganya kaget, lantas membuka mata dan melihat ke arah Bibi Lusi. Mereka tidak menyangka kalau ternyata Bibi Lusi seramah itu.

"Eh, iya Bibi.. aku anaknya Bu Jema, nama aku Fila. Kedua temanku ini, Gio dan Kania. Bunda sudah memberitahu ya aku dan teman-teman ingin mengantar sesuatu kesini?" tanya Fila langsung tanpa ragu. Perasaannya mendadak enak. Gio dan Kania masih takut-takut menatapnya.

"Iya.. jarang sekali ada yang berkunjung kesini, bahkan tidak pernah. Orang-orang sudah termakan rumor kalau rumah ini berhantu, dan tampangku yang dingin seperti ini membuat mereka makin yakin bahwa semua yang ada disini menyeramkan. Bibi bahkan dijauhi ketika datang ke bazaar kemarin sabtu, tidak ada yang menemani Bibi. Bibi sangat bersyukur kalian datang karena bibi kesepian. Sini, masuk!" jelasnya panjang lebar sambil membukakan pintu. Fila, Gio, dan Kania yang mendengar ceritanya merasa iba. Semua perasaan takut mereka hilang, dan mereka langsung masuk ke dalam rumah Bibi Lusi.

Ternyata, setelah dilihat, rumah itu tidak menyeramkan karena Bibi Lusi sudah menyulapnya menjadi minimalis. Sangat indah dan nyaman. Mereka berbincang di ruang tengah sambil sesekali menyeruput teh. Bibi Lusi ternyata orang yang sangat ramah dan ceria. Mungkin hanya kalau diam ia menyeramkan, tetapi nyatanya berbanding terbalik 180.

Setelah mengobrol cukup lama, akhirnya ketiga sekawan tersebut pamit pulang karena sudah sore.

"Ah.. aku senang kalian datang kesini. Sering-sering kesini, ya, Bibi bawakan makanan kesukaan kalian! Ohya, ada yang mau Bibi kasih. Sebentar," kata Bibi Lusi sambil berjalan ke arah dapur. Ia menyiapkan sesuatu dengan cepat sebelum ketiganya sempat berbisik-bisik, lalu kembali lagi membawa 3 kantung kertas ukuran sedang.

"Nih, untuk kalian, isinya makanan yang aku bawa dari kampung halamanku di Aussie. Juga ada beberapa barang di dalamnya, sebagai ucapan terimakasihku karena sudah mau berkunjung! Ayo, aku antar ke depan," Bibi Lusi membukakan pintu mempersilahkan ketiganya keluar. Fila, Gio, dan Kania mengucapkan terimakasih banyak-banyak.

"Terimakasih, ya Bi! Maaf bila kami mengira seperti perkataan orang-orang kalau semua disini itu menyeramkan. Tetapi, nyatanya Bibi sangat baik! Terimakasih Bibi Lusi atas hadiahnya, kita akan sering berkunjung ke sini," salam Kania sebelum menggowes sepeda dan pulang ke rumahnya. Bibi Lusi hanya mengangguk-ngangguk sambil tersenyum lebar. Fila, Gio, dan Kania lalu bergerak pulang ke rumahnya.

Mereka menempatkan sepedanya sejajar agar bisa mengobrol. Menurut ketiganya, hal tadi adalah sesuatu yang sangat tidak diprediksi. Mereka senang akhirnya bisa menemukan seseorang baru sebagai teman.

"Hmm kawan.. memang kita tidak boleh cepat termakan gosip orang-orang, ya. Jangan menilai orang dari luarnya juga, karena buktinya saja Bibi Lusi, ia seramah dan sebaik itu. Aduh, aku jadi merasa bersalah selama ini selalu cepat percaya," celetuk Fila tiba-tiba ditengah gowesan mereka.

Kania mengangguk, sedangkan Gio membalas dengan nada menyebalkannya, "Ah, kamu mah, emang cuman sukanya gosip! Gampang dikibulin lagi, hahaha.. Ohya, bisa bijak juga kamu Fil? Fila Teguh!"

Fila merengut marah, sambil berusaha untuk memukul Gio.

"GIO! BIKIN KESEL MULU, SINI GAK?!" teriak Fila sambil sedikit membelokkan sepedanya mendekati Gio yang cepat menghindar dan menahan tawanya. Kania sudah tertawa kencang sambil geleng-geleng kepala melihat kedua sahabatnya.

Matahari perlahan menuruni langit, bersiap untuk bersembunyi dibalik selimut senja. Bergantian dengan bulan yang akan menggantungkan dirinya di angkasa dan menyinari malam hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun