Sofyan tumbuh menjadi lelaki terhormat, namun tidak pernah tahu siapa ibunya. Dan saat ia tahu, segalanya telah terlambat. Novel ini memberi kita pelajaran pahit: bahwa waktu tidak selalu memberi kita kesempatan kedua. Bahwa cinta memang bisa abadi, tapi hidup punya akhir yang tak bisa dinegosiasi.
Hamka menulis adegan ini dengan lembut dan tragis. Ia tidak membumbui dengan dramatisasi murahan. Ia hanya memaparkan: beginilah hidup, dan beginilah nasib seorang ibu yang pernah dibuang. Novel ini menjadikan pertemuan ibu dan anak bukan hanya tema cerita, tapi cermin bagi setiap anak: jangan pernah menunggu waktu untuk mencintai ibu kita.
5. Bahasa yang Mengalun dan Kritik Sosial yang Mengiris
"Seni yang baik adalah yang membuat kita diam setelah membaca---karena hati kita sedang bicara."
Salah satu kekuatan utama Terusir adalah bahasanya. Hamka menulis dengan diksi Melayu yang indah, lirih, namun tetap kuat. Setiap kalimat seperti doa, dan setiap dialog seperti pantulan suara hati. Novel ini bukan hanya menyajikan cerita, tapi juga memberi ruang bagi pembaca untuk merasakan, merenungi, dan bahkan menangis diam-diam.
Namun di balik keindahan bahasa itu, terselip kritik sosial yang tajam. Hamka menyoroti ketimpangan, stigma terhadap perempuan, dan kebutaan hukum sosial yang lebih suka menghukum daripada memeluk. Ia melontarkan pertanyaan moral lewat kisah Mariah---dan membiarkan pembaca menjawabnya dalam keheningan batin.
Novel ini juga terasa pendek jika melihat kompleksitas isinya. Beberapa detail, seperti pergulatan batin Azhar atau proses pencarian Mariah, mungkin bisa digarap lebih dalam. Namun keterbatasan ini justru menguatkan esensi cerita: hidup memang tak selalu menjelaskan semua hal. Kadang, kita hanya diberi rasa, dan itu sudah cukup.
Keunggulan dan Kelemahan: Di Antara Kegetiran dan Keabadian Pesan
"Manusia tak akan musnah karena luka, tapi karena kehilangan harapan."
Secara struktural, Terusir memiliki alur cerita yang menggugah. Konflik dibangun secara bertahap dan emosi pembaca digiring menuju empati yang dalam. Kejutan di akhir cerita bukan hanya plot twist, tapi ledakan emosi yang telah dipersiapkan dengan rapi sejak awal.
Karakter Mariah ditulis dengan sangat kuat dan meyakinkan. Namun karakter lain, seperti Azhar, kurang tergali secara menyeluruh. Penyesalannya muncul, namun tidak diiringi dengan narasi yang cukup. Begitu pula perjalanan mencari Mariah yang hanya muncul dalam fragmen-fragmen.