Salah satu bentuknya adalah, para ulama mengajak masyarakat untuk membaca bacaan taradhi, karena barang siapa yang mendengar disebutnya nama sahabat nabi, maka sunah baginya untuk menjawab dengan kalimat taradhi: mengucapkan radhiyallahu'anhu.Â
Atau jika bukan dengan taradhi, maka yang dibaca adalah shalawat. Imam juga membaca doa, agar yang bermakmum dibelakang bisa mengamini.Â
Maka, mentradisikan bacaan taradhi, shalawat, dan doa sebenarnya termasuk "politisasi" pengamalan hadis dengan menemukan sebuah jalan keluar yang baik. Bukan termasuk amaliah tak berdasar, apalagi bid'ah. Sebab bila kita cari referensinya pun, tak akan ditemukan dalil yang melarang seseorang untuk berdoa, bersholawat, dan membaca taradhi.Â
Lebih-lebih saat kita menggandeng bacaan shalawat dengan doa, maka kemungkinan dijawabnya doa juga akan semakin besar.Â
Sedang menurut sejarahnya, sesuai keterangan Sayyid Zainuddin bin Muhammad bin Husein Al-Aydarus mengutip penjelasan dari Sayyid 'allamah Abdullah bin Mahfud al-Haddad, bahwa kebiasaan membaca taradhi disela-sela salat tarawih merupakan hal yang sudah sejak lama ditradisikan oleh ulama Hadramaut. Para ulama disana melihat gejala kebencian, yang ditandai dengan munculnya umpatan kepada para sahabat.Â
Mencoba membendung hal tersebut, para ulama akhirnya mengajak masyarakat untuk membiasakan membaca nama-nama para sahabat nabi yang menjadi khulafaur rasyidin, lalu dijawab dengan taradhi, agar dengan terbiasa melantunkan taradhi yang bermakna doa juga sanjungan tersebut, orang-orang pada akhirnya dapat memuliakan dan menghormati para sahabat.Â
 Â
"Terkait membaca taradhi bagi empat khalifah radhiyallahu'anhum ditengah-tengah salat tarawih setiap empat rakaat, yang biasa dilakukan di beberapa daerah, Sayyid 'allamah Abdullah bin Mahfud al-Haddad menjelaskan, bahwa bacaan taradhi bagi empat khalifah disela-sela salat tarawih disusun oleh ulama Hadramaut, karena adanya suatu tujuan agamis.Â
Ulama Hadramaut menjadikan itu sebagai bentuk siyasah syariah, politisasi hukum. Karena Hadramaut pada waktu itu mengalami periode dimana para pemecah belah persatuan mencela para sahabat.Â
Oleh karena itu, ulama Hadramaut menyusun bacaan taradhi ketika salat tarawih, agar meresap sikap memuliakan para sahabat.Â