Mohon tunggu...
Kalista Setiawan
Kalista Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi / Penulis Amatir

Hasil dari gadget dan pikiran yang saling berkompromi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kala Kelana Si Pengelana

16 Juni 2020   19:03 Diperbarui: 16 Juni 2020   19:04 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini, kekosongan mulai menatapku aneh, dengan kedua alis yang menaut dan dahi yang berkenyit. Kekosongan mulai menghentikkan perjalanan tak berujung dalam pengasingan ini. 

"Apakah pertemuan kita merupakan skenario masa? Atau hanya masa pendukung yang tak memiliki makna? Sekiranya, tak ada sirat arti. Lalu, mengapa kau berusaha untuk mengejar dan tertarik akan omong kosongku? Jika, ini memang memiliki arti. Lalu, mengapa kau patahkan asa yang mulai mematri penuh harap. Andai kau tak serumit itu!"

Jujur, aku belum pernah disuguhkan kata-kata sedemikian rupa. Kekosongan benar-benar menggerakkan hati dalam sanubariku. Aku terdiam menatap ke arahnya, tak tahu harus berkata dan berbuat apa? Karena aku pun tak tahu pasal adanya skenario itu?

"Kalau begitu sepertinya, pertemuan kita usai disini," ujar kekosongan lirih. Sejujurnya, aku masih ingin kekosongan berada di sisiku. Menemaniku, agar kami bisa menemukan harta karun bersama. Oh iya, kekosongan belum tahu pasal ini. Namun, aku juga takut. Jika ia tahu, apakah nantinya kami akan bertengkar hebat? Dan menjadi musuh abadi? Jujur, aku tak mau seperti itu.

Tidak, untuk sosok yang sudah kuanggap sahabat ini. Sosok tergila yang pernah kutemui. Tak akan pernah lupa, akan perbincangan hangat kita saat ini. Akan kupatri dalam-dalam di lubuk hati.

"Terima kasih, sudah menemaniku sejauh ini." ujarku juga lirih mengakhiri sebuah perpisahan antara aku dan kekosongan.

Kini, kekosongan sudah berjalan menjauhiku. Hanya tersisa punggung kekosongan yang dapat kulihat dari kejauhan. Semakin lama, ia pun hilang dalam masa dimensi. Mungkin, sudah beralih ke portal dimensi lain. Menemui mereka yang sedang dalam waktu senggang. Agar kekosongan tak merasa kesepian dalam kehampaan fana ini.

Ya sudah, aku harus melanjutkan misi.

Tiba-tiba dalam perjalanan mengembara mencari sesuatu yang kusebut "harta karun", cahaya kilat mulai datang menghampiriku. Ah, sialan! Belum sempat ketemu sudah akan tertangkap.

Tidak, aku tak boleh melakukan kesalahan yang sama seperti Dia. Aku harus merubah catatan sejarah. Agar namaku dapat dikenang abadi. Dan menjadi motivasi bagi para penerus masa depan. Biar kita sebagai manusia tak perlu menjadi makhluk yang kaku pada aturan. Fleksibel dikit lah!

Berusaha kuat, aku berlari dari kilatan cahaya yang makin mendekat dari kejauhan fana sana. Aku kerahkan segala kekuatanku pada pengembaraan ini. Biarkan energi dalam tubuh habis termakan masa yang makin menggerogoti tenaga tubuh. Tenang saja, semangat api dalam jiwaku ini masih membara. Karena, aku ini masih muda. Bukan tua renta yang tak cukup memiliki tenaga tuk berlari atau anak-anak yang masih buta akan kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun