Mohon tunggu...
Amalia Chaerani Mardiana
Amalia Chaerani Mardiana Mohon Tunggu... Menulis menemukan makna dan menipiskan luka

Anak muda yang hobinya santai tapi maunya memberikan dampak untuk sesama. Suka hewan berbulu kecuali Anjing dan Burung. Maunya sih produktif tanpa dibatasi, tapi apalah daya setiap manusia diberikan kebebasan yang terbatas. Dalam artian, bebas dalam lingkup yang sewajarnya saja. Masih jadi Mahasiswi di Universitas Negeri Jakarta, Prodi Ilmu Komunikasi. Lebih jauh tentang saya, ada di @kairanidiana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Katanya Berpendidikan, Kok Gak Beretika?

7 Maret 2025   07:52 Diperbarui: 7 Maret 2025   07:52 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukti Korespondensi Jurnal (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

3. Cek reputasi dan latar belakang akademik dari para editor/pengelola jurnal. Jurnal yang baik akan memilih editor dengan latar belakang akademik yang baik (cek publikasi dan pendidikannya). Pengalaman kemarin, aku menemukan bahwa editor masih aktif menjadi mahasiswa bahkan merupakan mahasiswa angkatan lebih muda dari aku. 

4. Cek Media komunikasinya. Email yang digunakan biasanya menggunakan email institusi resmi dengan domain edu dari kampus mitra/institusi. Kalau menggunakan domain @gmail, perlu dicurigai. Kemudian, rata-rata jurnal yang punya reputasi baik tidak akan menyuruh penulis untuks submit melalaui email. Yaiyaaalaah, kalau jurnalnya baik, gak sempat mereka cek email sebanyaaak ituuu. Terlebih akan memakan waktu dan tidak efisien. 

5. Cek websitenya. Website jurnal yang baik itu "proper". Dari sisi UI/UX itu "bersih", tidak ada kata-kata promosi, tidak ada iklan, tidak ada stiker/label-label yang terkesan "norak" seakan-seakan mempromosikan jurnalnya berkualitas. Padahal, kalau berkualitas, mereka akan mempromosikannya dengan "elegan". Pengalaman kmrn, mereka menempelkan logo dari platform "Issue". Ini sama sekali gak relevan. Terlebih gambar tersebut disandingkan dengan indeks jurnal lainnya. (sangaaaat tidak profesional). 

6. Scope jurnal. Kalau jurnal dengan scope multidisiplin, perlu dicek kembali arsip dan artikel-artikel terbitannya. Apakah sesuai dengan kaidah dan prosedur penulisan akademik? Jaraaang sekali ada jurnal yang berkualitas memiliki scope multidisiplin dengan kualitas paper yang "amburadul". Jadi di cek dlu arsipnya. Pengalaman kemarin, mereka ada menulisnya bidangnya dengan "research" atau "communication engineering" 

7. Konsultasikan dengan pembimbing. Apakah pembimbing mengenali jurnal tersebut? khususnya editor dari jurnal tersebut. Biasanya para dosen memiliki kenalan para rekan sejawat dengan satu rumpun ilmu sehingga seharusnya mereka mengenali editor-editor tersebut (terlebih jika jurnalnya masih dalam lingkup Indonesia saja). 

Dari pengalaman ini hal yang paling aku gak nyangka adalah peran editor dan timnya yang secara tidak langsung berusaha untuk "menipu" para penulis. Dengan menggunakan "tittle" nya sebagai seorang akademisi, mereka mengelabui para penulis dan akademisi lainnya untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. 

SUNGGUH MIRIS... Kalaupun memang mereka menggunakan identitas dan riwayat pendidikan palsu yang  tertera di dalam jurnal, tetap saja saya merasa ini tidak bisa ditoleransi. Kalau mau mencari keuntungan, seharusnya tidak dengan menipu dan merugikan banyak orang. 

Beruntung artikelku masih bisa ditarik dari jurnal tsb sehingga aku bisa mempublikasikannya ke jurnal lainnya. 

Praktik seperti ini kalau terus dibiarkan akan membuat masyarakat tersesat. Meskipun saya yakin seharusnya para ilmuwan, akademisi, dan mahasiswa memahami apa yang mereka baca dan tulis sebelum dibagikan oleh masyarakat, tetapi yang namanya publikasi secara digital tidak akan mudah hilang sepenuhnya sehingga bisa saja artikel-artikel yang katanya "berkualitas" tersebut berdampak pada pemahaman serta merugikan banyak pihak, khususnya karir dari penulis tersebut. 

Kalau dari kalian, adakah pengalaman serupa atau tips lainnya yang ingin dibagikan agar terhindar dari para oknum-oknum ini? Silahkan komen dibawah yaaa...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun