Aku terluka, mencoba memahami situasi yang terjadi dengan kebingungan. Kepergianmu berhasil memporak-porandakan singgahsana egoku. Meski begitu, aku tidak membencimu, karena kamu masih menjadi titik utama dalam lamunanku.
Keputusan yang kamu ambil begitu berani. Awalnya, aku mengira akan baik-baik saja, lalu menanggapinya dengan santai. Namun, ternyata aku sudah terlalu jauh. Perasaanku padamu sudah terlalu dalam. Aku tidak mampu menahan semua rasa sakit yang datang, semua rindu yang menggebu. Semakin aku berusaha melupakan dan menerima, semakin aku merasa terluka.
Apakah kamu di sana baik-baik saja? Apakah penggantiku jauh lebih baik dariku? Apakah dia bisa membuatmu tertawa? Apakah kalian sudah merencanakan mimpi untuk masa depan bersama? Tolong jawab tidak, demi kesembuhanku.
Aku ingin egois. Aku ingin marah. Aku ingin mengutuk. Tapi semua itu tidak akan menyembuhkan lukaku.
Sudah lama, bukan? Aku tidak mendengar suaramu, tidak melihat wajahmu, dan tidak berada di dekatmu sehingga aku bisa mendengar tawa renyahmu. Jujur, aku masih bingung. Mana mungkin wajah seteduh itu meninggalkan luka sedalam ini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI