Kapten Maulana menyuruh aku mengikutinya. Aku langsung menghidupan sepeda motor Ciung Wanara mengikuti jip yang dikawal ketat. Perintah segera meninggalkan Kota Bandung. Pasukan tidak siap menghadapi pasukan lawan.
Namun aku memilih naik ke atas Jembatan Pasupati.
Aku bertemu Sersan Dua Marinir Hendri Sihombing, Sersan Mayor Iqbal “che” Prakoso dan Kapten Eduardus Aryono (Edo) sedang mengendarai jip bersama teman perempuan mereka Tuti Utami melintas di jalan layang Pasteur ketika kami melihat puluhan payung mendarat di atas atap rumah sakit Hasan Sadikin dan sebagian lagi berada di atas jembatan layang mendarat dan melepas tembakan.
Kami juga melihat pesawat tempur melayang di atas Bandung menuju Lanud Husein Sastranegara. Jip kedua berisi empat prajurit marinir bersiaga bersama Edo stelling. Aku berlindung di balik sebuah mobil yang penghuninya melarikan diri karena bannya pecah karena tembakan.
Pukul sepuluh malam. Lanud Husein Sastranegara dihujani bom. Beberapa pesawat yang parkir berkeping-keping. Meriam penangkis udara segera bereaksi. Sebuah pesawat kena dan jatuh menimpa perumahan. Tetapi meriam penangkis itu juga dihancurkan. Demikian pesan yang masuk ke ponsel aku dari Rahmi.
Tembak menembak terjadi di jalan layang. Eduardus Aryono berhasil menjatuhkan seorang serdadu payung sebelum dia sendiri tertembak di pahanya. Iqbal dan Hendri mencoba menolong, tetapi Edu menyuruh mereka melarikan Tuti dengan jip dan dia memilih steling dengan luka di dada di balik sebuah mobil yang terhenti, karena supirnya tertembak mati. Tetapi perlawanannya hanya beberapa menit ketika sebuah granat menghancurkan mobil itu.
Aku segera melarikan motor aku di bawah hujanan tembakan. Dari pengaras suara aku mendengar suara dalam Bahasa Indonesia logat Amerika.
“ Mulai besok pagi Presiden di negeri ini hanya Dhimas Harris! Aku Kolonel Luca menanti siapa jago kalian!”
Aku bergerak menuju alun-alun melalui Jalan Braga. Yang aku tahu Kang Opik sedang di sana di Gedung Merdeka memberikan ceramah pada para mahasiswa.
Mayor Ahmady dan satu peleton marinir melarikan Taufik Mulyana dengan tiga buah jip . Satu peleton lagi mengadakan steling sekitar gang-gang dan atap bangunan di Braga hingga terjadi tembak menembak. Pasukan Dhimas Eko kehilangan tiga serdadu di Braga dan Alun-alun dan tiga orang lagi di Wastukencana dan Merdeka.
“Ibu Esti di Pangandaran, Pak Presiden,” ujar Ahmady. “Keluarga Anda juga aman. Sebagian pasukan saya membuat steling di Cicendo di istana gubernuran seolah keluarga di sana. Ibu Dewi Tania sedang ada di Yogyakarta, tetapi kota itu saya perkirakan juga diserang. Komunikasi kita putus.”