Menjadi ayah bagi saya adalah pengalaman yang luar biasa dan penuh kebahagiaan. Namun, di balik kebahagiaan tersebut, ada juga tantangan besar yang harus dihadapi, terutama bagi ayah baru. Salah satu tantangan yang sering kali terlupakan adalah perasaan yang disebut "daddy blues". Mungkin bagi sebagian orang, ini terdengar asing, namun bagi saya, pengalaman ini sangat nyata.
Saat putra pertama saya lahir, saya merasa kebahagiaan yang sangat luar biasa. Melihat wajah mungilnya yang baru lahir, saya merasa menjadi seorang ayah yang sangat hebat. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai merasa kebingungan, cemas, dan bahkan tertekan.Â
Saya tidak tahu pasti apa yang saya rasakan pada saat itu. Yang saya tahu, ada perasaan yang campur aduk di dalam diri saya. Saya merasa bersalah karena tidak sepenuhnya bisa membantu istri, lelah karena kurang tidur, dan khawatir apakah saya sudah menjadi ayah yang cukup bai
Salah satu momen tersulit yang saya alami selama menghadapi daddy blues adalah ketika bayi saya mulai menunjukkan pola tidur yang tidak teratur. Setiap malam saya terjaga untuk menenangkan bayi yang menangis, sementara istri saya juga baru saja menjalani proses pemulihan pasca operasi melahirkan.Â
Tidak jarang, saya merasa cemas jika saya tidak cukup baik dalam mengurusnya. Ditambah lagi, saya merasa kelelahan dan kadang-kadang merasa terisolasi. Di balik semua itu, ada rasa takut bahwa saya tidak bisa menjalani peran sebagai ayah yang baik dan bertanggung jawab
Namun, momen yang paling menantang datang ketika saya merasa kesulitan mengatur waktu dan perasaan. Saya merasa seperti kehilangan diri sendiri dalam peran baru ini. Dalam kebingungan itu, saya merasa tidak ada yang bisa memahami perasaan saya, kecuali mungkin istri saya. Saya merasa sendirian meski ada begitu banyak orang di sekitar saya.
Menghadapi daddy blues bukanlah hal yang mudah, tapi saya belajar banyak selama proses ini. Salah satu langkah pertama yang saya lakukan adalah berbicara dengan istri saya. Saya tidak bisa terus-menerus memendam perasaan saya sendiri.Â
Membuka diri dan berbicara tentang perasaan saya menjadi langkah pertama yang sangat membantu. Ternyata, istri saya juga merasa khawatir tentang banyak hal. Kami saling mendukung dalam menjalani peran baru  sebagai orangtua bagi bayi kami. Percakapan terbuka ini memberi kami ruang untuk saling mendengarkan dan mengerti satu sama lain.
Selain itu, saya juga menyadari pentingnya memberi diri saya waktu untuk diri saya sendiri. Mengambil jeda sejenak untuk melakukan hal-hal yang saya sukai, seperti berolahraga atau sekadar berjalan-jalan, membantu saya melepaskan stres dan kembali merasa segar.Â
Saya juga tidak ragu untuk mencari dukungan dari teman-teman saya yang sudah lebih berpengalaman mengurus bayi. Kadang-kadang, mendengar cerita dan tips dari ayah lain bisa sangat menguatkan dan membangkitkan semangat saya.
Istri saya memainkan peran yang sangat besar dalam membantu saya melewati masa-masa sulit ini. Dia tidak hanya menjadi pasangan yang penuh pengertian, tetapi juga teman yang selalu siap mendengarkan.Â