Bukan Agenda Dadakan
Repot rasanya ketika perpisahan menjadi agenda dadakan yang sekonyong-konyong muncul, entah dari sekolah maupun siswa. Kondisi ini sering kali membuat orangtua tidak siap, baik secara mental maupun finansial, untuk mendukung dana kegiatan tersebut.
Untungnya, di sekolah kami, perpisahan selalu dimasukkan sebagai salah satu program dalam Rencana Anggaran dan Kegiatan Sekolah (RKAS) tahunan. Usulan ini pun datang dari para siswa, yang sejak awal kami libatkan dalam penyusunan draf RKAS setiap tahun.
Karena kegiatan ini tidak bisa dibiayai dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), maka dukungan orangtua sangat diperlukan. Biasanya, sekolah memaparkan RKAS secara terbuka kepada orangtua siswa baru, tak lama setelah anak-anak mereka diterima.
Pemaparan ini bukan sekadar formalitas, melainkan momen pengesahan anggaran yang disetujui langsung oleh orangtua, termasuk untuk kegiatan perpisahan. Artinya, jauh sebelum anak-anak mereka duduk di kelas XII, orangtua sudah mengetahui bahwa agenda ini akan ada.
Jadi, perpisahan bukan kegiatan tiba-tiba. Ia lahir dari aspirasi siswa dan mendapat persetujuan orangtua sejak awal. Statusnya pun jelas, kegiatan sah yang tercantum dalam anggaran resmi sekolah.
Agar tidak menimbulkan polemik, sekolah memang sebaiknya menyampaikan rencana ini secara terbuka dan meminta persetujuan orangtua saat awal tahun ajaran.
Kalau pun tidak disetujui, sekolah tentu tidak keberatan. Tapi sejauh ini, perpisahan di sekolah kami selalu mendapat restu. Sebab, para orangtua menyadari ini adalah momen spesial anak mereka, sayang kalau dilewatkan begitu saja.
Melibatkan Seluruh Elemen
Perpisahan di sekolah kami ibarat pesta sukacita yang melibatkan seluruh warga sekolah, siswa, guru, dan orang tua. Tidak hanya siswa kelas XII yang hadir, orang tua mereka pun diundang dan disambut dengan hangat.
Ini adalah momen kebersamaan yang melibatkan banyak pihak. Bagi siswa yang akan lulus, ini adalah kesempatan merayakan pencapaian mereka.