Mohon tunggu...
Junaidi Khab
Junaidi Khab Mohon Tunggu... Editor -

Junaidi Khab lulusan Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Alasan Mata Minus dan Cara Mencegahnya

5 November 2017   03:08 Diperbarui: 5 November 2017   04:20 2976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Mata minus bukan gaya hidup masyarakat kita (Indonesia dan luar negeri) karena memakai kaca mata. Mata minus merupakan semacam penyakit, ada yang berat dan ada yang ringan. Penyakit minus banyak dialami oleh masyarakat Indonesia dan dunia. Dulu, aku memandang bahwa berkaca mata itu gaya dan gaul. 

Aku sempat ingin memakai kaca mata seperti teman-teman atau orang lain. Tapi, itu katanya hanya digunakan oleh orang yang matanya minus. Di rumah, hanya orang tua lanjut usia (karena faktor usia matanya tidak sehat) yang menggunakan kaca mata minus. Untuk anak usia muda masih jarang. Tetapi, untuk saat ini, mayoritas sudah menggunakan kacata mata, tidak memandang tua atau muda.

Sejak kecil, aku dilarang membaca buku dengan posisi telentang atau dengan jarak dekat. Begitu juga, aku dilarang menonton televisi terlalu dekat. Minimal harus satu meter jarak dengan televisi saat menonton. Larangan itu dengan tujuan agar aku tidak minus, katanya begitu. Sungguh, orangtua memang menginginkan anak-anaknya agar tumbuh dengan baik dan sehat.

Namun, aku tidak begitu menghiraukan larangan itu. Aku terbiasa membaca buku sambil tiduran di rumah hingga tertidur. Kalau tentang larangan nonton televisi minimal jaraknya harus satu meter, itu aku lakukan. Karena aku memang tidak memiliki televisi, maka nonton televisi hanya di rumah teman atau tetangga dengan jarak lumayan jauh. Sekitar dua sampai tiga meter jaraknya.

Alhamdulillah, meski aku suka membaca buku sembari tiduran dan bahkan sampai tertidur, mataku tidak minus sama sekali. Aku hampir mengatakan "bohong" pada orang yang mengatakan bahwa membaca buku sambil tiduran membuat mata jadi minus. Tetapi, aku tidak serta-merta mengatakan hal itu. 

Khawatir larangan itu ada benarnya. Namun, aku melakukan semacam perenungan dan pengamatan secara kecil-kecilan. Mayoritas, orang yang matanya terkena penyakit minus, mereka suka atau sering berdiam di kamar. Jarang keluar rumah. Menjadi anak rumahan, menurut istilahku.

Hingga, aku punya dugaan, bahwa orang yang matanya minus itu, matanya tidak sehat karena jarang keluar rumah dan tidak melihat cahaya. Sehingga, lensa matanya menjadi lebar. Ketika lensa mata menjadi lebar atau kendor karena terbiasa melihat sesuatu dalam keadaan remang atau gelap, maka untuk melihat sesuatu yang terkena cahaya harus mengecilkan lensa mata. Tidak heran, jika orang yang matanya minus ketika tidak memakai kaca mata, dia berusaha melihat sesuatu dengan menyipitkan matanya. Mengapa demikian? Hal itu dilakukan secara refleks dari otak untuk mengecilkan ukuran lensa mata untuk mendapat fokus pada benda atau sesuatu yang akan dilihat.

Baru saat aku kuliah di Surabaya, aku membaca sebuah surat kabar (koran: tapi lupa nama surat kabar itu), dalam surat kabar itu, ada penjelasan alasan mata bisa minus. Nah, aku membacanya dengan baik. Satu alasana mata minus selain memang kurang vitamin C atau A, yaitu akibat mata kekurangan intensitas cahaya matahari. Ingat, cahaya, bukan sinar. Beda ya, antara cahaya dan sinar. Sehingga, akibat kekurangan intensitas cahaya matahari menyebabkan mata menjadi minus.

Baiklah, dugaanku mulai menemukan benang merah tentang alasan mata minus selain memang kekurangan vitamin C atau A, yaitu akibat mata kekurangan intensitas cahaya matahari. Aku terus mengamati lingkungan sekitar. Khususnya kebiasaan orang-orang yang matanya terkena minus. 

Di antara mereka, ada yang memang kutu buku. Tapi, aku memerhatikannya membaca buku dalam kamar dan jarang keluar. Dengan kata lain, mereka betah dalam gelap kamar, dan matanya sedikit mendapat intensitas cahaya matahari. Tetapi, ada di antara mereka yang tidak membaca buku, tetapi suka menikmati suasana rumah atau kamarnya dengan menonton televisi dan mereka juga jarang keluar rumah.

Mungkin begitu alasan orangtuaku dulu mengingatkanku agar tidak membaca buku sembari tiduran di rumah atau menonton televisi terlalu dekat atau juga sembari tiduran, bisa menyebabkan mata minus. Katanya. Orangtuaku tentu mengaca pada orang-orang minus yang terbiasa berendam dalam rumah atau kamar dan (kebetulan) sebagian dari mereka membaca buku sembari tiduran atau menonton televisi dengan posisi tiduran di bawahnya pada jarak sangat dekat.

Sehingga, aku berpandangan bahwa penyakit mata minus itu bukan akibat membaca buku sambil tiduran atau menonton televisi terlalu dekat, tetapi selain kekurangan vitamin C atau A, juga akibat mata kurang intensitas cahaya matahari. Logisnya, jika seseorang betah dalam rumah atau kamar, alias jarang keluar rumah, maka otomatis mata kekuarangan intensitas cahaya matahari. Ketika sudah betah di rumah atau kamar, maka aktivitas tidak begitu banyak, paling tidak membaca buku dan menonton televisi, atau aktivitas lainnya yang cukup enak dilakukan di dalam rumah atau kamar.

Pengalamanku sendiri, ketika sudah lama di kamar, hampir seharian di kamar kos, mengetik di laptop, sejak pagi hingga menjelang sore, saat aku keluar kamar dan melihat lingkungan sekitar yang tentu ada cahaya sinar matahari, mataku terasa ngilu. Tetapi, aku berusaha meredam ngilu itu agar mataku terbiasa ketika terkena cahaya matahari. 

Kadang, sesekali aku melakukan semacam terapi mata untuk melihat matahari ketika masih pagi atau menjelang senja. Saat itu, cahaya sinar matahari tidak begitu menusuk mata. Atau setidaknya, aku keluar kamar dan jalan-jalan agar mata mendapat asupan intensitas cahaya matahari selain memang mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin C atau A.

Jadi, orang yang mengalami mata minus itu selain memang akibat kekurangan asupan vitamin C atau A, juga akibat kekurangan asupan intensitas cahaya matahari matanya. Makanya, untuk mencegah mata agar tidak minus, kita harus mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin C atau A, seperti pepaya, wortel, mangga, dan buah lainnya. Tetapi, secara umum, masyarakat mengonsumsi wortel dan pepaya untuk menjaga kesehatan mata. 

Selain itu, usahakan keluar rumah untuk memberi asupan intensitas cahaya matahari pada mata. Jangan terlalu sering di dalam rumah atau kamar, sehingga mata kurang mendapat asupan cahaya matahari yang bisa menyebabkan minus. Silakan dicoba sebagai terapi. Aku pikir, cara ini tidak memiliki efek samping. Asal jangan mengonsumsi buah yang mengandung vitamin C atau A berlebihan. Juga memberikan asupan cahaya matahari jangan berlebihan. Karena segala sesuatu yang berlebihan, itu tidak baik. Semoga tulisan ini bermanfaat. Amin.

CATATAN: Jika dalam tulisan ini ada yang salah ketik atau salah penulisannya, mohon kritik dan sarannya. Juga, jika ada yang perlu diperbaiki, mohon penjelasannya. Bisa disampaikan via komentar atau media lainnya. Disarankan via komentar agar mudah mengoreksi dan memperbaikinya. Terimakasih.

Oleh: Junaidi Khab

Silakan juga kunjungi tulisanku yang lain tentang: (Kompasiana Bukan Media Ugal-ugalan), (Uber sebagai Solusi Mengatasi Kemacetan), (Aku Memakan Produk Haram), (Mengurangi Sakit pada Cedera), dan (Tak Usah ragu atas Produk Smartfren).

Yogyakarta, 5 November 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun