Mohon tunggu...
Juli Prasetya
Juli Prasetya Mohon Tunggu... Pemuda desa tampan dan sederhana yang mencintai dunia literasi, sastra, sejarah, komunikasi, sosial dan budaya.

Pemuda desa tampan dan sederhana yang mencintai dunia literasi, sastra, sejarah, komunikasi, sosial dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Filosofi Rindu

26 Juli 2018   19:51 Diperbarui: 27 Juli 2018   07:47 4436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rindu seringkali dianggap sebagai suatu hal yang nyaris tak pernah terjamah oleh penelitian yang berbau ilmiah.

Ia dianggap sebagai sesuatu yang absurd, abstrak dan tidak mendapatkan tempat untuk diseriusi. Padahal rindu menjadi suatu hal yang elementer bagi kehidupan manusia, bagi kekayaan batinnya, bagi pedalaman manusia itu sendiri.

Karena umur rindu sendiri sama panjangnya dengan peradaban manusia di muka bumi. Bahkan di Surga, Adam sudah bisa merasakan rindu, rindu tentang sesuatu yang pada saat itu belum terpikirkan, belum terhadirkan dan menjadikan Adam di puncak kesepian dan kesunyian.

Dalam ilmu jiwa, persoalam rindu belum mendapat tempat yang layak untuk dibahas dan disinggung menjadi sebuah penelitian. Terlebih lagi belum adanya ilmu atau indikasi yang dapat mengukur faktor kejiwaan seseorang ketika ia merasakan rindu/tidak.

Sehingga rindu sendiri belum bisa menyamai pembicaraan tentang masalah psikologi lainnya seperti rasa frustrasi, marah, gelisah, dan aspek emosional lainnya.

Baik, coba mari kita sepakati bersama, rindu merupakan fakultas tersendiri dalam kehidupan manusia, ia seumpama kekayaan batin yang tak mudah ditebak kapan pergi dan datangnya.

Bukankah dengan rindu juga kita bisa menikmati sebuah sensasi yang begitu nikmat di dalam batin, ada sesuatu yang tak bisa terjelaskan dengan kata-kata.

Rindu diciptakan agar detak jantung cinta tetap nyala. Ada sesuatu yang khas dalam sebuah rindu. Bahkan jika kita ingin lebih dalam lagi, kita bisa menguak sesuatu yang bisa menghadirkan rindu. seperti kenangan, sebuah momentum atau fragmen-fragmen hidup yang tak bisa dilupakan, dan kesan-kesan yang menyayat. Maksudnya, mari kita berbuat adil dulu dengan rindu, jangan jadikan rindu sebagai sesuatu yang tertuduh, sesuatu yang bersalah , yang mengakibatkan seseorang terjerembab dalam kubangan kegalauan dan keresahan.

Manfaat dan filosofi rindu yang akan saya kemukakan tentu saja masih bersifat relatif dan fana. Masih bisa dirasuki oleh pendapat yang berbeda, masih terbuka lebar ruang diskusi.

1. Ladang Berkarya

Berkarya khususnya kepada karya sastra, dilahirkan dari proses panjang yang memadukan antara potensi pikiran dan hati /rasa. Kombinasi kedua potensi ini kerap kali disebut sebagai proses perenungan.

Ia tidak berdiri sendiri akan tetapi disusupi dengan imajinasi yang menjadikan karya sastra bisa lebih dinikmati dengan khusyu dan paripurna.

Hubungan rindu dan imajinasi tentu saja memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tersebab rindu dapat meliarkan imajinasi dan imajinasi bisa meliarkan rindu. Saat kondisi ini mencapai puncaknya, seseorang akan digiring oleh perasaannya sendiri, kondisi ini tentu saja menjadi potensi positif. Sebuah jalan untuk menumpahkan segala daya kreatifitas, segala inspirasi yang didapat dari sebuah rindu dan perenungan, hingga terlahirlah sebuah karya sastra.  Rindu mengada dalam bentuknya yang lain.

Rindu menjadi sebuah unsur seperti halnya vitamin dalam sebuah karya, ia bisa digunakan sebagai penunjang karya itu sendiri, atau bahkan ia bisa menjadi karya itu sendiri.

Sastra memang bukanlah milik rindu, namun rindu dapat memberikan Alternatif-alternatif kepekaan hati, sendu, dan keharuan pada diri. Dan itu semua bisa membakar seseorang dalam puncak kreativitas yang menggetarkan batin.

Maka rindu menjadi sebuah ladang kreatif nan inspiratif untuk digarap dan didalami untuk kemudian dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan rindu yang lain.

2. Kekayaan Jiwa

Sebagaimana telah kita sepakati bahwa rindu merupakan vitamin/pelengkap yang memperkaya batin kita. Dan jika ingin lebih digali lagi, rindu sejatinya tidak bisa dilepaskan dengan konsep masa lalu.

Masa lalu yang kemudian mengkristal menjadi entitas kenangan. Kenangan yang menggoreskan segala keharuan, kesyahduan , dan kebahagiaan memandang sebuah senyum. Ia tidak dibiarkan untuk menghilang, tapi terus menerus dirawat dan dipelihara. Zaman boleh beralih dan musim boleh berganti, namun kenangan bagaimanapun bentuknya takkan pernah sirna dan hilang. Maka sudah sewajarnya bahwa rindu menjadi sebuah kekayaan batin dan jiwa.

Rindu dan masa lalu adalah entitas yang tak bisa dipisahkan keduanya merupakan sistem keberadaan yang selanjutnya diejawantahkan sebagai sebuah kekayaan batin. Ia bisa dinikmati dan mengisi kekeringan dan kekosongan dalam sisi tertentu kemanusiaan.

Dengan rindu keharmonisan batin bisa terjaga, jika tidak, maka akan terjadi sesuatu yang timpang dalam diri manusia. Batin menjadi miskin dan sakit. Yang selanjutnya batin tidak bisa menangkap kesan dan momentum yang semestinya bisa diselamatkan dalam kehidupan.

Maka kesimpulannya adalah kekayaan batin tak lengkap tanpa rindu yang menyertainya begitu?

3. Rindu Sesuatu yang Unik.

Sama halnya seperti perasaan sejenisnya, rindu tak bisa dipesan dan diantar begitu saja , ia masih murni dan bebas, terserah dan manasuka datang dan perginya. Terkadang ketika rindu sudah mencengkram kita sebegitu kuatnya, kelenjar air mata otomatis bekerja, ada air mata yang menetes tanpa alasan yang jelas, ada sesuatu hal yang masuk, kesyahduan. Nah itu adalah air mata rindu.

Air mata rindu tercipta dari sebuah keintiman peristiwa dan momentum yang karib dengan pedalaman jiwa seseorang. Sebab ia hadir tidak didorong oleh perasaan yang menyakitkan, yang mengoyak, resah dan prihatin, karena kata Chairil Anwar "mampus kau dikoyak sepi" bukan dikoyak rindu.

Dan sebaliknya air mata rindu, bukan air mata sukacita, karena rindu adalah nuansa batin yang sedang berkomunikasi dengan masa lalunya. Ada kesan kerinduan yang berhak mengotak-atik kenangan, yang tentu saja hubungannya dengan masa lalu.

4. Keintiman untuk Kembali

Sangkan Paraning Dumadi, mungkin menjadi jawaban dari segala pertanyaan tentang rindu.

Dari filosofi rindu, pertanyaannya adalah kemanakah manusia akan kembali pada akhirnya?, apakah manusia tidak merindukan asal mulanya?.

Asal segala sesuatu untuk menjadi tempat berpulangnya, kerinduan untuk kembali ke yang Satu.

Maka kerinduan yang paling hakiki ini menjadi sebuah jawaban dari segala pertanyaan mengenai perihal rindu.

Perihal mahluk yang kembali kepada khaliqnya, adalah sebenar-benarnya rindu. Rindu yang progresif, aktif, dan terus menerus. Ia bersifat intim dan dekat.

Kau mendekati Tuhan dengan berjalan, Ia akan berlari mendekapmu, begitulah rindu Tuhan kepada para mahluk yang merindukannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun