Namun, memasuki akhir dari 1 tahun pemerintahan Prabowo Gibran, dampaknya masih nol.Â
Saya dan banyak guru honorer lainnya belum merasakan peningkatan kesejahteraan yang dijanjikan. Sedikit pun tidak ada kenaikan atau perubahan yang signifikan dalam hal penggajian atau tunjangan.
Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: kapan realisasi ini akan terwujud? Kami sudah sabar menunggu, tetapi kebutuhan hidup tidak bisa menunggu.Â
Guru honorer tetap datang setiap hari, mengajar dengan dedikasi penuh, sementara perut mereka (atau dompet mereka) terasa "berpuasa" dari janji peningkatan.
Kondisi ini menciptakan ironi yang mendalam. Di satu sisi, pemerintah mengakui peran vital guru. Di sisi lain, mereka menunda pemenuhan hak dasar para garda terdepan pendidikan.Â
Bagaimana mungkin kualitas pendidikan bisa maksimal jika para pengajarnya dibiarkan hidup dalam ketidakpastian ekonomi?
Kami tidak meminta kemewahan, hanya kepastian dan pengakuan yang layak atas pekerjaan kami. Kesejahteraan guru honorer bukan sekadar urusan uang, tapi juga tentang martabat dan keberlanjutan profesi ini.Â
Jika janji ini terus menguap, sulit bagi kami untuk mempertahankan semangat yang sama.
Janji itu terasa seperti "dongeng klasik" yang diceritakan berulang-ulang tanpa pernah sampai pada akhir bahagia.Â
Kami hanya bisa berharap, sebelum masa 1 tahun pemerintahan Prabowo Gibran benar-benar berakhir, akan ada langkah konkret, bukan sekadar pendataan dan wacana belaka.Â
Kami butuh kepastian kapan kenaikan ini akan masuk ke rekening, bukan hanya ke berita utama.