Pernyataan ini mencoba meluruskan persepsi publik bahwa gaji pokok anggota DPR telah dinaikkan secara signifikan. Puan menekankan bahwa perubahan ini bukanlah kenaikan gaji, melainkan sebuah bentuk kompensasi. Penjelasan ini tentu saja memicu reaksi baru di masyarakat. Ada yang mencoba memahami, namun tidak sedikit yang tetap skeptis.
Mengurai Kompleksitas Pendapatan: Gaji, Tunjangan, dan Kompensasi
Masyarakat awam sering salah memahami struktur pendapatan anggota DPR. Mereka mengira nominal fantastis itu murni gaji pokok. Padahal, pendapatan anggota DPR terdiri dari berbagai komponen, yang membuat totalnya membengkak. Gaji pokok, misalnya, ternyata tidak sebesar yang dibayangkan.Â
Peraturan Pemerintah (PP) No. 75 Tahun 2000 mengatur gaji pokok untuk pejabat negara. Gaji pokok anggota DPR hanya sekitar Rp4.200.000, Wakil Ketua DPR Rp4.620.000, dan Ketua DPR Rp5.040.000. Angka-angka ini jauh dari nominal puluhan juta yang sering disebut.
Di samping gaji pokok yang relatif kecil, anggota DPR menerima berbagai tunjangan. Tunjangan inilah yang membuat pendapatan mereka melambung tinggi. Surat Edaran Setjen DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 merinci berbagai tunjangan yang melekat.Â
Ada tunjangan istri/suami sebesar 10% dari gaji pokok dan tunjangan anak sebesar 2% dari gaji pokok, maksimal untuk dua anak. Selain itu, ada banyak tunjangan lain yang tidak disebutkan dalam berita. Tunjangan-tunjangan ini, jika digabungkan, bisa jadi jauh lebih besar dari gaji pokok itu sendiri.
Tunjangan lain yang tidak kalah fantastis adalah tunjangan jabatan, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, dan tunjangan perumahan. Belum lagi fasilitas-fasilitas lain seperti mobil dinas, biaya perjalanan, dan tunjangan operasional.Â
Semua komponen ini membuat total pendapatan mereka jauh di atas gaji pokok. Angka Rp100 juta per bulan atau Rp3 juta per hari bukanlah gaji pokok, melainkan total penghasilan yang mencakup semua tunjangan dan fasilitas. Hal inilah yang sering kali tidak dipahami oleh masyarakat, sehingga memicu kebingungan dan kemarahan.
Klarifikasi Puan Maharani tentang kompensasi uang rumah menambah satu lagi komponen dalam hitungan pendapatan anggota DPR. Puan menegaskan bahwa tidak ada kenaikan gaji, melainkan perubahan skema dari rumah jabatan menjadi uang kompensasi.Â
Dari sudut pandang DPR, ini adalah langkah efisiensi karena mereka tidak lagi perlu mengelola aset berupa rumah jabatan. Namun, bagi publik, hal ini tetap dianggap sebagai penambahan pendapatan yang signifikan. Angka kompensasi ini, jika digabungkan dengan tunjangan-tunjangan lain, tetap saja membuat total pendapatan mereka sangat besar.
Transparansi menjadi kunci dalam isu ini. Jika pemerintah dan DPR lebih terbuka mengenai rincian pendapatan, mungkin tidak akan terjadi kesalahpahaman. Masyarakat berhak tahu berapa nominal pasti yang diterima oleh wakil rakyat mereka.Â