Mohon tunggu...
Riyadijoko Prastiyo
Riyadijoko Prastiyo Mohon Tunggu... Penulis lepas -

Pemuda, Pembaca, Penulis, Pengamat Sejarah dan Penikmat Sastra. www.theriyadijoko.info theriyadijoko@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bob Sadino Lebih Hebat dari Negara

8 Mei 2016   08:27 Diperbarui: 24 Juli 2016   00:14 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bob Sadino Muda, 1960-70an (Sumber Gambar)

"Jika sikap alat-alat negara sebagai representatif negara masih terlalu birokratif, pandang bulu, dan intoleran terhadap hal sepele, maka jangan heran, jika Bob Sadino dan orang-orang sepertinya, jauh lebih hebat dari negara."

Suatu kisah di Pagi Hari

Pada hari Rabu kemarin, sehari sebelum dua hari raya Agama Samawi saling bergandengan, saya mengantar ayah saya untuk membayar pajak kendaraan ke samsat, di daerah Pamulang. Karena saya saudara jauh dari yang paling terjauhnya Morrissey, bagi saya setiap hari adalah hari Minggu, “Everyday is Like Sunday”. Saya berangkat dengan keadaan belum tidur, dengan berpakaian santai; jaket, celana pendek dan sandal jepit sebagai ciri khas saya.

Sesampainya di sana, kendaraan di parkiran lebih ramai dari yang biasanya. Ayah saya berspekulasi: “Mungkin karena besok libur panjang”, dan saya mengiyakan, sambil memarkirkan kendaraan. Saya dan ayah saya bergegas masuk ke dalam gedung. Tidak ada yang aneh, semua seperti biasanya. Namun, sesampainya di depan pintu masuk, saya dilarang masuk (jika tidak ingin dikatakan diusir). Kata Pak Polisi: “Yang bercelana pendek, di luar saja!”. Saya pun keluar, dan menunggu ayah saya hingga selesai.

Terus terang saja, saya geram sekali diperlakukan seperti itu. Untungnya, saya bukanlah Edward Norton dalam film Fight Club. Jika iya, tentunya keadaan akan semakin kacau. Walaupun hal seperti itu bukan pertama kalinya. Dulu, sewaktu sekolah, saya juga pernah diperlakukan seperti itu oleh Satpam yang sudah kenal saya. Tapi, lebih kekeluargaan lah mengusirnya. Ada rasa gak enak juga di raut wajah si Satpam, yang biasanya di tiap sekolahan dipanggil “Babeh”.

Selain geram, dan bergumam “Dasar Fasis!” di dalam hati, saya juga tak habis pikir (alias heran) dengan sikap yang bersifat mengatur seperti itu. Mungkin pelarangan tersebut adalah aturan tidak tertulis di bidang birokrasi, di instansi resmi negeri ini. Agar terlihat sopan dan sedap dipandang, mungkin itu alasannya. Tapi, seberapa pentingkah kesopanan yang sedap dipandang, bila dibandingkan dengan kebiadaban-kebiadaban terselubung? Tawar menawar di Pos Lalulintas, misalnya.

Tapi, saya bukanlah orang yang haus kritik dan anti-otokritik. Saya terus berkaca pada diri saya. Apa salah saya memakai celana pendek dan bersandal jepit ke kantor instansi negara? Padahal celana saya gak pendek-pendek amat. Kelihatan paha juga enggak, bikin nafsu juga enggak, karena banyak bekas lukanya. Mungkin lain hal jika yang memakai celana pendek dan sandal jepit tersebut adalah Olla Ramlan. Karena biasanya, lelaki di berbagai belahan dunia dimanapun, pasti grogi menghadapinya.

Saya terus berpikir dan berdialektika pada diri sendiri. Apakah mungkin celana pendek adalah ciri pelaku kriminal? Apakah tepat jika pelarangan tersebut adalah suatu sikap pelanggaran terhadap asas praduga tak bersalah? Saya rasa, praduga tak bersalah hanya untuk segelintir orang. Ia tak pernah hadir di tengah jalan saat maling dihakimi massa, di saat begal dibakar warga, termasuk kepada saya di pagi itu.

bob-sadino-dimarahi-paspampres-gara-gara-bercelana-pendek-ke-istana
bob-sadino-dimarahi-paspampres-gara-gara-bercelana-pendek-ke-istana
Bob Sadino Dimarahi Paspampres Gara-Gara Bercelana Pendek ke Istana, 1980an (Sumber Gambar)

Bob Sadino dan Sikap Negara

Dalam dialektika saya seputar kasus ini, saya teringat akan sosok Bob Sadino. Pria berkumis dan berambut putih dengan senyumnya yang khas. Dan, jangan lupa akan celana pendek yang selalu menjadi ciri khasnya. Sikapnya yang eksentrik dan anti terhadap paradigma tenaga ahli, banyak-sedikitnya berpengaruh kepada saya.

Pernah suatu hari, beliau dikira tukang sampah. Saya rasa, sebagian pembaca sudah pernah mendengar kisahnya. Kisah tentang seorang Ibu yang sedang bersama anaknya, menunggu panggilan interview di halaman gedung kantor mliknya. Si anak ditegur Om Bob, karena membuang sampah sembarangan, ketika beliau sedang membersihkan halaman taman. Si ibu menceramahi anaknya sambil menyindir Om Bob, yang dikiranya tukang sampah. Si ibu baru tahu bahwa Om Bob adalah presdir di kantor tersebut, setelah seseorang karyawan memanggil Om Bob untuk meninjau hasil lamaran. Si ibu akhirnya ditolak. Si anak diceramahi agar tidak menilai seseorang dari penampilannya, agar selalu menghormati orang lain, siapapun dia. Cerita ini penuh kontroversi, dianggap irrelevan oleh sebagian pihak, namun tetap menarik.

Tidak hanya di suatu kisah. Bob Sadino pun menuturkan, bahwa beliau pernah diusir oleh pihak keamanan di gedung DPR/MPR. “Saya dituntut memakai celana panjang kalau mau masuk ke gedung rakyat itu. Oke, saya mau bertanya. Lebih baik mana, celana pendek tapi dibeli dengan uang sendiri atau celana panjang tetapi dibayar dengan uang rakyat? Ha-ha-ha,” kata Om Bob. (Baca Juga)

Saya rasa, para pembaca sudah bisa menarik kesimpulan dan benang merah dalam tulisan ini. Bahwa siapa saja berhak mendapat pelayanan birokrasi, tanpa melihat penampilannya. Toh, bapak pendiri bangsa seperti Sukarno, Sjahrir, Tan Malaka, Amir Sjariffudin juga pernah berpenampilan santai dan non-formal di tengah acara kenegaraan. (Baca Juga)

Jika sikap alat-alat negara sebagai representatif negara masih terlalu birokratif, pandang bulu, dan intoleran terhadap hal sepele, maka jangan heran, jika Bob Sadino dan orang-orang sepertinya, jauh lebih hebat dari negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun