Mohon tunggu...
Joko Ismuhadi
Joko Ismuhadi Mohon Tunggu... Dosen

Joko Ismuhadi Soewarsono is an academic member of the Association of Tax Centers and Tax Academics of All Indonesia (Pertapsi), Association of Indonesian Legal Experts (Perkahi), an experienced tax audit practitioner with an educational background in a financial diploma program specializing in taxation with his latest education as a doctoral candidate in tax accounting and doctorate in tax law.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meningkatkan Penerimaan Pajak di Indonesia: Kerangka Kerja Terpadu yang Memanfaatkan STEM, TAE dan CTAS

19 Mei 2025   06:00 Diperbarui: 18 Mei 2025   06:54 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2. Forensik Digital dan Keamanan Siber

Di dunia yang semakin digital, di mana transaksi dan catatan keuangan sebagian besar bersifat elektronik, keahlian dari bidang teknik dan teknologi menjadi sangat penting untuk penegakan hukum yang efektif dalam administrasi perpajakan. Profesional STEM yang mengkhususkan diri dalam forensik digital memiliki keterampilan untuk menavigasi lanskap digital ini, melacak aliran keuangan gelap yang mungkin disembunyikan melalui metode daring yang canggih, dan mencegah manipulasi data dalam sistem administrasi perpajakan. DJP telah menyadari pentingnya forensik digital, mengadopsinya sebagai alat penting untuk tujuan perpajakan. Adopsi ini diformalkan melalui peraturan seperti Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-36/PJ/2017, yang menguraikan pedoman forensik digital dalam hal-hal yang terkait dengan perpajakan, yang mencakup aspek-aspek seperti personel, prosedur, dan evaluasi. Forensik digital memainkan peran penting dalam audit dan investigasi pajak dengan menyediakan sarana untuk memperoleh, memproses, menganalisis, melaporkan, dan menyimpan bukti digital dengan cara yang sah secara hukum. Namun, tantangan yang terus ada adalah menemukan bukti pendukung digital untuk audit pajak secara efektif, yang menyoroti kebutuhan berkelanjutan untuk adopsi teknologi forensik digital modern.

Lebih jauh, keamanan siber sangat penting dalam menjaga integritas sistem administrasi pajak dan melindungi data wajib pajak yang sensitif dari pelanggaran dan akses tidak sah [Permintaan Pengguna]. Pelanggaran data besar-besaran yang dialami oleh kantor pajak Indonesia (DJP) menjadi pengingat yang jelas tentang kerentanan yang melekat dalam sistem digital dan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan siber dalam CTAS. Insiden ini menggarisbawahi potensi kerugian yang signifikan, termasuk terungkapnya informasi pribadi dan keuangan jutaan wajib pajak, dan menekankan perlunya membangun dan menjaga kepercayaan publik terhadap keamanan sistem pajak. Kantor pajak telah menerapkan beberapa langkah keamanan siber, seperti penggunaan server VPN dan sistem deteksi anomali, tetapi peningkatan dan adaptasi berkelanjutan sangat penting dalam menghadapi ancaman siber yang terus berkembang. Bukti digital, pada dasarnya, rapuh dan rentan terhadap perubahan atau penghapusan, yang memerlukan keahlian khusus untuk penanganan dan analisis yang tepat. Terbatasnya jumlah ahli forensik digital di lingkungan DJP menjadi kendala yang cukup berarti dalam menanggulangi tantangan kejahatan pajak digital yang terus meningkat. Menanggulangi keterbatasan kemampuan sumber daya manusia di bidang khusus ini melalui pelatihan dan pengembangan profesional yang terarah sangat penting untuk memperkuat kapasitas Indonesia dalam penegakan hukum pajak digital. Meningkatnya kecanggihan kejahatan dunia maya mengharuskan pendekatan keamanan dunia maya yang proaktif dan adaptif, dengan pembaruan berkelanjutan pada protokol keamanan dan teknik forensik digital untuk tetap unggul dalam menghadapi ancaman yang muncul.

3. Pemodelan Matematika dan Penilaian Risiko

Pemodelan matematika dan statistik dari bidang STEM dapat digunakan secara efektif untuk mengembangkan perangkat penilaian risiko yang canggih untuk administrasi perpajakan. Perangkat ini memungkinkan otoritas pajak untuk mengidentifikasi wajib pajak dan transaksi yang menunjukkan kemungkinan ketidakpatuhan yang lebih tinggi, sehingga memungkinkan alokasi upaya audit dan penegakan hukum yang lebih terarah dan efisien. DJP telah memanfaatkan sistem Manajemen Risiko Kepatuhan (CRM) untuk mengidentifikasi dan mengelola potensi risiko dalam sistem perpajakan. Berdasarkan landasan ini, penerapan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) menawarkan pendekatan yang ampuh untuk memprediksi perilaku pembayar pajak perusahaan dan mengungkap faktor penentu utama kepatuhan. Pemodelan prediktif menggunakan JST dapat secara signifikan meningkatkan akurasi identifikasi potensi ketidakpatuhan dengan mempelajari pola kompleks dari data historis yang mungkin mengindikasikan penghindaran pajak. Demikian pula, teknik pembelajaran mesin dapat meningkatkan ketepatan pendeteksian risiko penghindaran dan penggelapan pajak, yang mengarah pada peningkatan penerimaan pajak bagi Indonesia. Rencana strategis DJP juga menekankan pentingnya pengawasan berbasis risiko dan penegakan hukum yang tepat sebagai inisiatif utama untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Lebih jauh, penelitian menunjukkan bahwa kepastian dalam kegiatan penegakan hukum memainkan peran penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dengan menerapkan model matematika yang kuat untuk penilaian risiko, otoritas pajak dapat bergerak menuju pendekatan yang lebih proaktif dan berbasis data terhadap administrasi pajak. Audit berbasis risiko, yang diinformasikan oleh model-model ini, memungkinkan penggunaan sumber daya audit yang terbatas secara lebih efisien dengan berfokus pada area dengan potensi ketidakpatuhan tertinggi. Namun, efektivitas pendekatan berbasis risiko ini sangat bergantung pada kualitas dan kelengkapan data yang digunakan serta keakuratan model identifikasi risiko yang dikembangkan. Selain itu, praktik manajemen risiko pajak yang diadopsi oleh Perusahaan

4. Optimalisasi dan Otomatisasi Proses

Penerapan prinsip-prinsip rekayasa pada proses dalam penegakan hukum yang terkait dengan administrasi pajak menawarkan peluang signifikan untuk peningkatan optimalisasi dan efisiensi. Otomatisasi tugas rutin dan berulang, yang didukung oleh teknologi, dapat membebaskan personel pajak untuk fokus pada investigasi yang lebih kompleks dan inisiatif strategis. Core Tax Administration System (CTAS) di Indonesia merupakan kerangka kerja berbasis teknologi yang dirancang untuk menyederhanakan dan memodernisasi proses pajak nasional. Sebagai platform terpusat, CTAS bertujuan untuk mengintegrasikan berbagai fungsi administrasi pajak inti, termasuk pendaftaran wajib pajak, pengajuan pengembalian pajak, pemrosesan pembayaran, pelacakan kepatuhan, dan audit, sehingga menggantikan prosedur manual yang sudah ketinggalan zaman dengan sistem digital yang efisien. Salah satu tujuan utama CTAS adalah untuk mengurangi beban administratif bagi wajib pajak dan otoritas pajak melalui otomatisasi tugas-tugas rutin. Namun, implementasi awal CTAS telah menghadapi beberapa tantangan dan menimbulkan keluhan dari masyarakat, yang menyoroti kompleksitas yang terlibat dalam penerapan sistem skala besar. Optimalisasi proses yang berhasil memerlukan perencanaan yang cermat, pengujian menyeluruh, dan pelatihan komprehensif bagi pengguna akhir untuk memastikan keandalan sistem dan adopsi pengguna. "Masalah last mile" juga berlaku dalam konteks ini, di mana proses yang diotomatisasi secara terpusat mungkin tidak sepenuhnya menjawab kebutuhan dan alur kerja spesifik masing-masing petugas pajak. Untuk lebih meningkatkan optimalisasi proses, integrasi hasil analisis data kembali ke dalam sistem operasional, sebuah konsep yang dikenal sebagai "reverse-ETL", dapat bermanfaat. Hal ini memungkinkan aliran wawasan yang lancar yang diperoleh dari analisis data untuk menginformasikan dan meningkatkan efisiensi proses administrasi pajak.

B. Kerangka Tax Accounting Equation (TAE)

Kerangka Tax Accounting Equation (TAE), yang dikembangkan oleh spesialis pajak Indonesia Dr. Joko Ismuhadi, menyajikan pendekatan yang terstandarisasi dan matematis yang ketat untuk menghitung kewajiban pajak. Kerangka kerja baru ini mengadaptasi persamaan akuntansi fundamental ke dalam konteks spesifik analisis pajak Indonesia, menawarkan lensa yang lebih terarah untuk mengidentifikasi potensi perbedaan yang menunjukkan penyimpangan keuangan dan penghindaran pajak.

TAE diartikulasikan melalui dua formulasi yang saling terkait: Pendapatan - Beban = Aset - Kewajiban dan Pendapatan = Beban + Aset - Kewajiban. Rumusan-rumusan ini secara strategis menekankan pendapatan sebagai indikator penting dari aktivitas ekonomi perusahaan dan kewajiban pajak yang ditimbulkannya. Dengan berfokus pada hubungan antara profitabilitas perusahaan, sebagaimana tercermin dalam laporan laba rugi (Pendapatan - Beban), dan kekayaan bersihnya, sebagaimana ditunjukkan pada neraca (Aset - Kewajiban), TAE bertujuan untuk menyediakan otoritas pajak dengan alat yang lebih tepat untuk mendeteksi potensi penyimpangan pajak. Untuk skenario tertentu di mana pendapatan kena pajak mungkin sengaja dilaporkan sebagai nol atau negatif untuk meminimalkan kewajiban pajak, Dr. Ismuhadi juga telah merumuskan Persamaan Akuntansi Matematika (MAE) sebagai: Aset + Dividen + Beban = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan.

Keuntungan signifikan dari kerangka kerja TAE adalah potensinya untuk meningkatkan transparansi dan auditabilitas perhitungan pajak. Dengan menetapkan metode yang jelas dan terstandarisasi untuk menghubungkan komponen pelaporan keuangan utama dengan kewajiban pajak, TAE menyederhanakan proses bagi wajib pajak untuk memahami kewajiban mereka dan bagi otoritas pajak untuk memverifikasi kepatuhan. Lebih jauh, sifat terstruktur TAE dapat memfasilitasi integrasinya yang lancar ke dalam CTAS, memastikan penerapan aturan pajak yang konsisten di seluruh sistem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun