Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Analisis Kluster Karakteristik Pendidikan Indonesia Terhadap Negara Maju Dan Negara Sedang Berkembang Tahun 2009

30 November 2015   08:35 Diperbarui: 30 November 2015   09:48 1887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ABSTRAK Pendidikan merupakan aspek terpenting bagi setiap negara sebagaii tolok ukur keberhasilan pembangunan manusia seutuhnya. Dalam perkembangannya, pendidikan setiap negaramemiliki perbedaaan tersendiri dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.Pendidikan juga dikaitkan dengan aspek ekonomi suatu negara sehingga melahirkankelompok negara maju dan negara sedang berkembang.  Dalam penelitian ini, digunakan beberapa sampel dari negara berdasarkan ketersediaan data dan aspek keterwakilan menurutklasifikasi negara maju dan berkembang, yaitu Singapura, Malaysia, Indonesia, AmerikaSerikat, Finlandia, Polandia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah untukmengklasterkan negara berdasarkan karakteristik pendidikannya serta untuk melihat posisi pendidikan Indonesia yang nantinya digunakan sebagai bahan pengambilan kebijakan di bidang pendidikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis klaster dengan metode hierarki single linkage, yaitu dengan proses pengklasteran didasarkan pada objek yang memiliki jarak paling dekat. Data penelitian ini didapatkan dari metadata United Nations Educational,Scientific and Cultural Organization atau UNESCO tahun 2009 dengan data pendukungIndeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2007 dari United Nations Development Programme (UNDP).Hasil dari penelitian ini menunjukkan terbentuknya lima kluster negara-negara menurutkarakteristik pendidikannya dan Indonesia termasuk dalam kluster kedua dengan cirikarakteristik pendidikan cukup baik. Dengan demikian pemerintah hendaknya meningkatkan pendidikan Indonesia lebih pada kualitas sehingga mampu menjamin pendidikan nasionalyang lebih baik. Kata kunci : kluster, pendidikan Indonesia 

 

Pendahuluan

 

            Pendidikan merupakan salah satu hal pokok yang menjadikan sebuah negara disebut sebagai negara yang berkualitas. Sampai saat ini, aspek pendidikan masih menjadi salah satu indikator utama ukuran keberhasilan pembangunan suatu negara. Pembangunan manusia dari segi kualitas memang secara intensif diberikan dalam bentuk pendidikan, baik formal maupun informal. Aspek pendidikan dirasa penting dalam memajukan generasi yang ada serta guna mencetak gerenasi baru yang lebih baik sebagai penggerak roda kehidupan negara. Hal tersebut didukung dengan peranan pendidikan sebagai wahana perbaikan interaksi sosial manusia serta sebagai alat bersosialisasi dan mencetak kerakter pribadi manusia.

Pendidikan merupakan sebuah investasi sumber daya yang sangat bermanfaat. MC Mahon dalam Nurkholis (2002) menyebutkan bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan.

Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. Investasi pendidikan sebenarnya merupakan investasi jangka panjang. Nurkholis (2002), menyebutkan tiga alasan pendidikan merupakan investasi jangka panjang.

Ketiga alasan tersebut adalah, pertama, pendidikan merupakan alat perkembangan ekonomi bukan sekedar pertumbuhan ekonomi; kedua, memberikan nilai balik yang tinggi; ketiga, memiliki banyak fungsi seperti sosial­kemanusiaan, politis, budaya, dan kependidikan. Keluaran dari pendidikan tersebut adalah sumber daya manusia yang berkualitas (Andriana, 2012).

Aspek pendidikan setiap negara di dunia pun tampak berbeda-beda dengan ciri khusus masing-masing. Apalagi jika aspek tersebut dikaitkan dengan perekonomian negara yang bersangkutan, maka akan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu negara maju yang notabene pendidikannya sangat baik dan negara yang sedang berkembang dengan pendidikan yang menengah ke bawah.

Klasifikasi tersebut didasarkan laporan United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2009 yang menempatkan negara Finlandia sebagai negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik dunia dengan pertimbangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang sesuai dengan data liga global baru atau A new global league, yang dirilis oleh Economist Intelligence Unit For Pearson juga menetapkan bahwa Finlandia memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Hal ini di dasarkan pada Urutan gabungan data hasil tes internasional, seperti tingkat kelulusan antara tahun 2006 dan 2010. Semenjak Finlandia menerapkan reformasi besar dan konsisten pada sistem pendidikannya 40 tahun yang lalu, sistem sekolah negeri mereka telah secara konsisten muncul di bagian atas peringkat internasional untuk sistem pendidikan (Suhendi, 2012).

Selain Finlandia, negara maju yang menjadi perhatian dunia dari aspek pendidikannya diantaranya adalah Amerika Serikat dan Singapura. Di AS, terdapat dua macam pendidikan, yaitu negeri dan swasta; namun antara keduanya ada pendidikan di rumah dan setiap sekolah memiliki sistem pendidikannya sendiri (Machfudh, 2009). Sementara itu, Singapura merupakan salah satu negara maju di ASEAN. Begitu pula dengan pendidikan yang diterapkan di Singapura juga memiliki sistem yang juga maju (Dini dkk., 2009).

Lebih lanjut, negara yang dikelompokkan sebagai negara sedang berkembang tendensi mempunyai IPM yang menengah kebawah, seperti Sementara Indonesia, Malaysia, Polandia, Afrika Selatan, Ethiopia serta Afrika Tengah. Malaysia memiliki pasokan tenaga kerja muda dengan pendidikan yang cukup memadai. Rata-rata jumlah pengangguran tercatat kurang dari 3,5 persen dalam 15 tahun terakhir.

Meski demikian, Malaysia telah lama bergantung pada buruh asing yang tidak memiliki keahlian – sebagian besar dari Indonesia – guna menjaga rendahnya biaya produksi dan menarik modal asing. Kebijakan ini membantu Malaysia berkembang menjadi salah satu negara industri terbesar di Asia Tenggara. Para analis juga mengatakan bahwa banyaknya tenaga kerja asing di Malaysia mengakibatkan pemilik perusahaan tidak memiliki intensif untuk menaikkan gaji pegawai atau memodernisasikan operasi mereka demi meningkatkan produktivitas (Jason, 2013).

Berbeda dengan kondisi pendidikan Malaysia, sistem pendidikan Polandia cukup rumit, seperti pada tahun 1989 ketika sistem politik Polandia berubah yang berdampak pada perubahan dalam sistem pendidikan terpenting Polandia. Setiap tahun, akan ada dua sistem pendidikan secara bersamaan berlaku di Polandia dan hal tersebut sesuai dengan peraturan pemerintah yang berkuasa (Rahayu, 2012).

Demikian halnya dengan Afrika Selatan yang juga mempunyai suatu sistem pendidikan tinggi yang maju. Sejak 1994, penyertaan pelajar kulit hitam di universitas-universitas yang dikhususkan untuk pelajar kulit putih telah bertambah secara mendadak (Azwar, 2011). Namun, dalam bidang pendidikan Afrika Tengah terlihat tidak demikian, meskipun setiap negara mempunyai komitmen akan meningkatkan sistem pendidikannya, Afrika Tengah terlihat belum mampu mencapainya. Hal tersebut dikarenakan adanya konflik social yang terjadi dalam masyarakat hingga tahun 2013 (Ratna, 2013).

Beberapa negara tersebut mempunyai situasi dan kondisi tersediri dalam aspek pendidikannya dan tentunya juga memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing dan secara teoritis pendidikan sangat terkait dengan aspek kesehatan dan angka kematian, terutama angka kematian balita. Secara teori perilaku kepatuhan atau ketidakpatuhan dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pendidikan (Notoatmojo, 2000). Negara maju dengan sistem pendidikan yang terjamin dapat dilihat dari tingkat kematian balita yang rendah karena tingkat kepedulian masyarakat bertambah.

Sebaliknya, negara dengan sistem pendidikan yang kurang menyebabkan masyarakat juga kurang mendapatkan pengetahun tentang kesehatan sehingga jumah kematian balita cenderung tinggi.

Hal tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai situasi dan kondisi serta posisi pendidikan Indonesia diantara negara-negara di dunia. Dunia pendidikan Indonesia saat ini tidak begitu menggembirakan. Hasil penelitian program pembangunan PBB (UNDP) tahun 2000 menunjukkan kualitas SDM Indonesia berada pada urutan 109 dari 174 negara, jauh dibandingkan dengan negara tetangga Singapura (24), Malaysia (61),Thailand (76) dan Philipina (77). Akses pendidikan di negeri ini memang tidak mudah, walaupun pemerintah sudah mencanangkan program wajib belajar sembilan tahun. Masih banyak anak yang tidak bisa mengenyam bangku sekolah, apalagi bangku kuliah, akibat biaya sekolah yang semakin lama semakin mahal (Dewi, 2006).

Padahal, upaya meningkatan aksesibilitas dan mutu pendidikan nasional telah dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu. Pemerintah telah mengucurkan bantuan dana pembangunan pendidikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan. Namun, bantuan dana yang diberikan pemerintah tersebut dinilai masih sangat kecil dan juga tidak memenuhi amanat konstitusi.

UUD 1945 Amandemen IV Tahun 2002 telah mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan. Selain UUD 1945 Amandemen IV Tahun 2002, hal tersebut juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, yang berbunyi : “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% (dua puluh persen) dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”. Anggaran pendidikan sebesar 20% yang diambil dari APBN dan APBD ini dikenal dengan istilah Dana Alokasi Khusus (DAK) (jdih.bpk.go.id, 2011).

Hal ini memperlihatkan bahwa harapan dan realita pendidikan Indonesia saling berlawanan. Rumitnya sistem pendidikan dasar dan lanjutan membuat pembuatan kebijakan -kebijakan pendidikan nasional semakin tidak konsisten dan cenderung tidak sesuai dengan aturan yang berlaku karena selain sistem yang selalu berubah sesuai perubahan pemerintah yang berkuasa juga disebabkan karena imperfect information Indonesia terhadap sistem pendidikan negara lain. Belum ditambah dengan rendahnya pendidikan masyarakat yang berdampak pada perilaku masyarakat terhadap aspek kesehatan dan berujung pada tingkat kematian balita yang bertambah.

Oleh karena itu, hal tersebut menjadi sangat menarik untuk diteliti dan dikaji secara mendalam untuk mengetahui posisi Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dilihat dari hasil pengelompokan negara Singapura, Malaysia, Indonesia, Amerika Serikat, Finlandia, Polandia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah berdasarkan karakteristik pendidikan yang terdiri atas rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB, dan angka kematian balita per seribu kelahiran.

Rasio murid dan guru pada pendidikan dasar marupakan perbandingan antara jumlah murid terhadap jumlah guru pada sekolah dasar. Rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan merupakan perbandingan antara jumlah murid terhadap jumlah guru pada sekolah lanjutan. Persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah merupakan nilai total pengeluaran pemerintah yang dialokasikan sebagai pembiayaan di bidang pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah.

Persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan persentase dari perbandingan nilai total alokasi pengeluaran di bidang pendidikan terhadap total PDB (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau UNESCO, 2009). Dengan demikian nantinya dapat menjadi bahan acuan bagi pemerintah Indonesia dalam mengambil langkah prioritas dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Metode

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari UNESCO dengan referensi tahun 2009. Pengambilan referensi tahun 2009 dalam penelitian ini lebih pada ketersediaan data dari negara-negara yang terpilih sebagai sampel. Variabel-variabel pendidikan yang digunakan untuk melihat karakteristik pendidikan di berbagai negara adalah rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB, dan angka kematian balita per seribu kelahiran (UNESCO, 2009).

Sementara itu, sampel negara-negara yang akan dilihat karakteristik pendidikannya, antara lain: Singapura, Malaysia, Indonesia, Amerika Serikat, Finlandia, Polandia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah. Pemilihan negara kedelapan negara tersebut selain adanya keterbatasan data juga masing-masing negara diambil untuk mewakili karakteristik negara berdasarkan kriteria UNDP, yaitu negara maju dan negara yang sedang berkembang.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster analysis (analisis gerombol). Analisis klaster merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang relatif homogen yang disebut sebagai klaster. Objek dalam tiap klaster cenderung memiliki kemiripan satu dengan lainnya, sedangkan antar klaster heterogen.

Analisis klaster terbagi menjadi dua metode, yaitu hierarchical clustering methods dan nonhierarchical clustering methods. Tata cara pengelompokan secara hierarki seperti struktur organisasi sehingga objek atau elemen yang berada di klaster tertentu dapat ditelusuri kenapa objek tersebut berada pada klaster yang bersangkutan.

Sementara itu, penelusuran elemen dalam klaster tertentu tidak dapat dilakukan pada metode klaster nonhierarki. Pengelompokan secara hierarki biasanya digunakan ketika jumlah sampel relatif sedikit, sedangkan pengelompokan nonhierarki digunakan ketika jumlah sampel banyak. Selain itu, pada metode klaster hierarki, objek atau elemen yang sudah masuk dalam satu klaster, tidak dapat masuk lagi ke klaster yang lain, sedangkan pada metode klaster nonhierarki bisa karena tidak bersifat unik.

Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka metode pengelompokan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengelompokan secara hierarki.

Berdasarkan prosesnya, metode klaster hierarki dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu agglomerative hierarchical methods dan divisive hierarchical methods. Pada teknik penggabungan (agglomerative), tiap-tiap objek mulanya dianggap sebagai satu klaster tersendiri. Kemudian dua klaster digabungkan berdasarkan kriteria tertentu dan seterusnya sehingga akhirnya diperoleh satu klaster yang berunsurkan semua objek. Sebaliknya, pada teknik pembagian (divisive), mulanya dari satu klaster yang berunsurkan semua objek dibagi menjadi dua klaster.

Kemudian masing-masing klaster dibagi lagi menjadi dua klaster dan seterusnya sampai terbentuk klaster sebanyak objek tersebut. Fokus pada penelitian ini menggunakan teknik penggabungan. Prosedur penggabungan hierarki terdiri dari: single linkage (jarak minimum), complete linkage (jarak maksimum), dan average linkage (jarak rata-rata). Penelitian ini menggunakan prosedur single linkage. Artinya, proses pengklasteran didasarkan pada objek yang memiliki jarak paling dekat.

Metode klaster hierarki memerlukan ukuran ketidakmiripan (dissimilarity) duv antar klaster yang dinyatakan dalam fungsi jarak (distance), seperti jarak Euclidean dan jarak mahalanobis. Ukuran ini digunakan agar objek yang telah masuk pada suatu klaster tidak masuk lagi ke klaster yang lain. Klaster-klaster dengan ukuran ketidakmiripan terkecil akan digabungkan menjadi klaster yang baru. Software yang digunakan untuk memudahkan melakukan analisis klaster ini adalah SPSS 16.0.

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik pendidikan di negara maju dan negara berkembang dapat dilihat dari berbagai aspek. Berdasarkan hasil analisis klaster, negara-negara yang menjadi sampel pada penelitian ini diklasterkan berdasarkan karakteristik yang sama. Karakteristik tersebut ditinjau dari rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB, dan angka kematian balita. Untuk mengetahui jarak dari ketidakmiripan antar negara berdasarkan karakteristik pendidikan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jarak antar Klaster

Jika jarak antar negara berdasarkan karateristik pendidikan tersebut kecil maka dapat dikelompokan ke dalam satu klaster. Sebaliknya, jika jarak antar negara tersebut besar maka dapat dibuat klaster sendiri secara terpisah. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

 

Gambar 1.Dendogram

Gambar 1 merupakan dendogram yang dapat digunakan untuk melihat berapa jumlah klaster yang terbentuk. Dari hasil dendogram tersebut, negara-negara (Singapura, Malaysia, Indonesia, Amerika Serikat, Finlandia, Polandia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah) dapat dikelompokan ke dalam lima klaster. Lima klaster tersebut sudah mampu menggambarkan perbedaan karakteristik pendidikan dari satu klaster dengan klaster yang lain.

 

Tabel 2. Keanggotaan Tiap Klaster


Tabel 2 di atas memperjelas pengklasteran yang ditunjukkan oleh Gambar 1 Dendogram. Tabel 2 tersebut menunjukkan keanggotaan di setiap klaster yang terbentuk, yakni sebanyak lima klaster. Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Finlandia, dan Polandia dikelompokan pada klaster pertama. Sementara itu, Indonesia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah masing-masing membentuk klaster tersendiri yang secara berturut-turut tergolong ke dalam klaster kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Berdasarkan hasil pengelompokan tersebut, maka pencirian klaster dari masing-masing klaster tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pencirian Klaster

 

 

Pencirian klaster dilakukan dengan membandingkan nilai antar klaster dalam suatu variabel. Perbandingan tersebut menggunakan lima skala, yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi, rendah, dan sangat rendah. Adapun pencirian dari lima klaster tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Klaster pertama terdiri dari Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Finlandia, dan Polandia. Klaster ini dicirikan dengan nilai untuk rasio murid dan guru pendidikan dasar, serta angka kematian balita yang sangat rendah bila dibandingkan dengan klaster lain. Begitupun dengan rasio murid dan guru pendidikan lanjutan, serta persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah juga tergolong rendah. Sebaliknya, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB tinggi.

 

  1. Rasio murid dan guru pendidikan dasar yang sangat rendah menunjukkan bahwa perbedaan jumlah murid dan jumlah guru sangat kecil. Begitupun dengan rasio murid dan guru pendidikan lanjutan. Hal ini mengindikasikan bahwa guru (tenaga pengajar) di negara-negara tersebut sudah tersedia sesuai dengan kebutuhan, dalam arti tidak kekurangan guru. Sementara itu, angka kematian balita yang sangat rendah menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup telah tercapai. Secara teoritis, Hersey dan Blanchard mengungkapkan bahwa pendidikan baik formal maupun non formal dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dan berperilaku. Dengan pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak

Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah baginya untuk menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi (Green, 1980) dalam (Mulyana dkk.,2006). Hal ini secara langsung menunjukkan adanya keterkaitan positif antara tingkat pendidikan ibu dan tingkat kesehatan balita. Jika tingkat pendidikan ibu tinggi, maka perilaku dan kepedulian ibu terhadap balitanya akan lebih intensif sehingga jumlah kematian balita akan mampu dikurangi. Menurut World Health Organization (WHO), hingga tahun 2012 tingkat kematian balita tertinggi masih dialami oleh negara-negara kawasan Afrika.

Hal tersebut menunjukkan kurangnya pendidikan di kawasan tersebut sehingga akan memengaruhi perilaku dan kepedulian ibu atau keluarga secara umum untuk memerhatikan tingkat kesehatan balita. Persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah rendah, sedangkan persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB tinggi menunjukkan bahwa selain pemerintah juga terdapat sektor lain yang melakukan pembiayaan lebih besar untuk pendidikan juga menunjukkan kurangnya intensifikasi pembiayaan dalam bentuk fisik sehingga jumlah sekolah sebagai sarana penyerapan murid berkurang.

  1. Anggota klaster kedua hanya Indonesia. Indonesia memiliki karakteristik rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB, dan angka kematian balita yang rendah dibandingkan dengan klaster lain. Adapun rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan juga tergolong sangat rendah, sedangkan persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah tinggi. Rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan yang tergolong sangat rendah menunjukkan bahwa jumlah murid dan guru hampir sama. Jika dibandingkan dengan ciri pada klaster pertama dan dilihat dari karakteristik negara yang bersangkutan, diduga hal ini disebabkan karena angka partisipasi sekolah lanjutan di Indonesia masih tergolong rendah. Angka partisipasi sekolah dasar di Indonesia lebih tinggi dari angka partisipasi sekolah lanjutan.
  2. Hal tersebut sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada jenjang SMP selama periode tahun 2006-2008 berkisar 66%, angkanya masih dibawah APM-SD, meskipun demikian mengalami kenaikan walaupun tidak signifikan, yaitu dari 66,52% tahun 2006 mejadi 66,98% tahun 2008. Artinya, minat murid SD untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi masih rendah. Perbandingan jumlah murid dan guru pada pendidikan dasar yang sedikit berbeda mengindikasikan bahwa jumlah murid dan jumlah guru sudah cukup proporsional.
  3. Sementara itu, angka kematian balita yang juga rendah menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup cukup terlaksana. Persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah tinggi, sedangkan persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB rendah menunjukkan bahwa pembiayaan untuk pendidikan sebagian besar ditanggung oleh pemerintah dan kontribusi sektor lain lebih kecil. Selain itu, tingginya pengeluaran untuk pendidikan dari APBN yang tidak diimbangi dengan pengeluaran pada PDB yang rendah menunjukkan bahwa pembiayaan pembangunan pendidikan tersebut tidak efektif, baik secara kualitas maupun kuntitas.
  4. Klaster ketiga terdiri dari Negara Afrika Selatan. Klaster ini memiliki ciri rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah, dan angka kematian balita cukup tinggi dibandingkan dengan klaster lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan di negara tersebut belum cukup berkembang dan menghasilkan. Sementara itu, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB sangat tinggi. Hal ini menunjukkan peran swasta dalam pembiayaan pendidikan di negara tersebut lebih dominan daripada pemerintah.
  5. Klaster keempat hanya beranggotakan Ethiopia. Klaster ini memiliki karakteristik rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan, dan angka kematian balita yang tinggi dibandingkan dengan klaster lain. Sementara itu, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah sangat tinggi dan persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB tinggi dibandingkan dengan klaster lain.
  6. Klaster kelima terdiri dari Afrika Tengah. Klaster ini merupakan klaster yang paling parah dibandingkan dengan klaster lain berdasarkan karakteristik pendidikan yang digunakan. Klaster ini memiliki ciri rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan, dan angka kematian balita sangat tinggi. Rasio murid dan guru yang tinggi, baik pada pendidikan dasar maupun lanjutan, menunjukkan bahwa di negara tersebut masih sangat kekurangan tenaga pengajar. Begitupun dengan angka kematian balita yang sangat tinggi juga merupakan dampak dari minimnya tingkat pendidikan di negara tersebut. Sementara itu, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah dan sangat rendah persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah di negara tersebut sangat kurang memperhatikan pendidikan, dari sisi dana.

Kesimpulan dan Saran

 

Dari karakteristik klaster pada hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

  1. Klaster pertama memiliki karakteristik pendidikan yang sangat baik. Anggota dalam klaster ini merupakan negara-negara maju yang telah membangun sumber daya manusia dengan memperhatikan pendidikannya.
  2. Klaster kedua memiliki karakteristik pendidikan yang cukup baik. Anggota dalam klaster ini adalah Indonesia sebagai negara berkembang.
  3. Klaster ketiga, keempat, dan kelima memiliki karakteristik pendidikan yang kurang baik. Anggota dalam klaster ini masing-masing berurutan adalah Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah.

Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka saran yang dapat diberikan adalah negara-negara yang belum memiliki karakteristik pendidikan yang baik (Indonesia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah) hendaknya dapat meniru sistem pendidikan di negara-negara maju (Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Finlandia, dan Polandia). Posisi Indonesia dalam klaster kedua, hendaknya Indonesia mengambil pelajaran dari sistem pendidikan pada tahun 2009 untuk tidak sekedar meningkatkan pembangunan pendidikan baik segi kuantitas maupun kualitasnya, melainkan lebih pada pemerataan pendidikan nasional.

Perubahan sistem pendidikan dapat diarahkan pada peningkatan angka partisipasi sekolah, terutama angka partisipasi murni, jumlah guru, keefektifan pembiayaan pendidikan dari pemerintah, serta menekan angka kematian balita melalui peningkatan pendidikan orang tua. Selain itu, negara-negara maju juga harus mendukung dan membantu negara-negara berkembang untuk meningkatkan mutu pendidikannya.

 

 

 

Daftar Rujukan

 

Anggraini, Nita. (2012). Hubungan Kausalitas dari Tingkat Pendidikan, Pendapatan, dan Konsumsi Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah. Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro.

Azwar. (2011). Perbedaan Sistem Pendidikan di Berbagai Negara. [On line]

Sumber : http://irchams1993.blogspot.com/2011/05/perbedaan-sistem-pendidikan-di-berbagai.html#pages/1 diakses pada 4 Mei 2014 jam 08.10.

Andriana, Novia. (2012). Analisis Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Terhadap Realisasi Tata Kelola Anggaran Pembangunan di Sektor Pendidikan Pemerintah Kabupaten Jombang. [On line]. Malang : Universitas Brawijaya.

Sumber :

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0CD0QFjAE&url=http%3A%2F%2Felibrary.ub.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F33078%2F1%2FAnalisis-Anggaran-Pendapatan-Belanja-Daerah-terhadap-Realisasi-Tata-Kelola-Anggaran-Pembangunan-di-Sektor-Pendidikan-Pemerintah-Kabupaten-Jombang.doc&ei=3JtlU6SPPMq8uATMgYGgBA&usg=AFQjCNFVeCuYVz_p8Ps3aLlMC07JGnvL1Q&bvm=bv.65788261,d.c2E diakses pada 4 Mei 2014 jam 08.50.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2008). Publikasi Susenas. Jakarta : BPS.

Dini, Bina Izatun, Mardhiyah, Hilyah & Amelia, Intan at al. (2009). Singapura Sebagai Negara dengan Sistem Pendidikan Terbaik di ASEAN. [On line]

Sumber : http://binaizza.wordpress.com/ diakses pada 4 Mei 2014 jam 08.20.

Ekaria. (2004). Pelatihan Analisis Multivariate. Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.

Jason. (2013). SDM Malaysia Kalah dari Singapura. [On line]

Sumber : http://indo.wsj.com/posts/2013/10/08/sdm-malaysia-kalah-dari-singapura/ diakses pada 4 Mei 2014 jam 07.59.

 

Johnson, R.A. & Wichern, D.W. (2002). Applied Multivariate Statistical Analysis. 5th Edition. United States of America: Prentice Hall.

Machfudh. (2009). Sekilas Model Pendidikan di Amerika Serikat. [On line]

Sumber : http://www.pendidikanislam.net/index.php/untuk-guru-a-dosen/38-umum/98-sekilas-model-pendidikan-di-amerika-serikat-1 diakses pada 4 Mei 2014 jam 08.04.

Melliana, Ayunanda dan Zain, Ismail. (Tanpa Tahun). Analisis Statistika Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Panel. Surabaya : Institut Teknologi Surabaya.

Mulyana, Agus, Nugraha, Priyadi & Adi, M. Sakundarno. (2006). Faktor-Faktor Ibu Balita Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Follow Up Penderita Pneumonia Balita di Puskesmas Cisaga, Ciamis, Jawa Barat, 2(1), 121-127.

Rahayu. (2012). Sistem Pendidikan Polandia. [On line]

Sumber : http://beritasity.blogspot.com/2012/05/sistem-pendidikan-di-polandia.html diakses pada 4 Mei 2014 jam 08.06.

Ratna. (2013). Pendidikan di Republik Afrika Tengah Hancur Akibat Konflik. [On line]

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/370992/pendidikan-di-republik-afrika-tengah-hancur-akibat-konflik diakses pada 4 Mei 2014 jam 17.44.

hendi, Hendi. (2012). Mengapa Finlandia Memiliki Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia. [On line]

Sumber : http://hendisuhendi2012.wordpress.com/2013/02/08/mengapa-finlandia-memiliki-sistem-pendidikan-terbaik-di-dunia/ diakses pada 4 Mei 2014 pukul 07.45.

UNDP. (2007). Data. [On line]

Available at : http://hdr.undp.org/en/data access in 4 May 2014 at 09.10 am.

UNICEF. (2009). Country Statstistics. [On line]

Available at : http://www.unicef.org/statistics/index_countrystats.html access in 4 May 2014 at 09.15 am.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun