Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Analisis Kluster Karakteristik Pendidikan Indonesia Terhadap Negara Maju Dan Negara Sedang Berkembang Tahun 2009

30 November 2015   08:35 Diperbarui: 30 November 2015   09:48 1887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tabel 2 di atas memperjelas pengklasteran yang ditunjukkan oleh Gambar 1 Dendogram. Tabel 2 tersebut menunjukkan keanggotaan di setiap klaster yang terbentuk, yakni sebanyak lima klaster. Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Finlandia, dan Polandia dikelompokan pada klaster pertama. Sementara itu, Indonesia, Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah masing-masing membentuk klaster tersendiri yang secara berturut-turut tergolong ke dalam klaster kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Berdasarkan hasil pengelompokan tersebut, maka pencirian klaster dari masing-masing klaster tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pencirian Klaster

 

 

Pencirian klaster dilakukan dengan membandingkan nilai antar klaster dalam suatu variabel. Perbandingan tersebut menggunakan lima skala, yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi, rendah, dan sangat rendah. Adapun pencirian dari lima klaster tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Klaster pertama terdiri dari Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Finlandia, dan Polandia. Klaster ini dicirikan dengan nilai untuk rasio murid dan guru pendidikan dasar, serta angka kematian balita yang sangat rendah bila dibandingkan dengan klaster lain. Begitupun dengan rasio murid dan guru pendidikan lanjutan, serta persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah juga tergolong rendah. Sebaliknya, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB tinggi.

 

  1. Rasio murid dan guru pendidikan dasar yang sangat rendah menunjukkan bahwa perbedaan jumlah murid dan jumlah guru sangat kecil. Begitupun dengan rasio murid dan guru pendidikan lanjutan. Hal ini mengindikasikan bahwa guru (tenaga pengajar) di negara-negara tersebut sudah tersedia sesuai dengan kebutuhan, dalam arti tidak kekurangan guru. Sementara itu, angka kematian balita yang sangat rendah menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup telah tercapai. Secara teoritis, Hersey dan Blanchard mengungkapkan bahwa pendidikan baik formal maupun non formal dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dan berperilaku. Dengan pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak

Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah baginya untuk menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi (Green, 1980) dalam (Mulyana dkk.,2006). Hal ini secara langsung menunjukkan adanya keterkaitan positif antara tingkat pendidikan ibu dan tingkat kesehatan balita. Jika tingkat pendidikan ibu tinggi, maka perilaku dan kepedulian ibu terhadap balitanya akan lebih intensif sehingga jumlah kematian balita akan mampu dikurangi. Menurut World Health Organization (WHO), hingga tahun 2012 tingkat kematian balita tertinggi masih dialami oleh negara-negara kawasan Afrika.

Hal tersebut menunjukkan kurangnya pendidikan di kawasan tersebut sehingga akan memengaruhi perilaku dan kepedulian ibu atau keluarga secara umum untuk memerhatikan tingkat kesehatan balita. Persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah rendah, sedangkan persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB tinggi menunjukkan bahwa selain pemerintah juga terdapat sektor lain yang melakukan pembiayaan lebih besar untuk pendidikan juga menunjukkan kurangnya intensifikasi pembiayaan dalam bentuk fisik sehingga jumlah sekolah sebagai sarana penyerapan murid berkurang.

  1. Anggota klaster kedua hanya Indonesia. Indonesia memiliki karakteristik rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB, dan angka kematian balita yang rendah dibandingkan dengan klaster lain. Adapun rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan juga tergolong sangat rendah, sedangkan persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah tinggi. Rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan yang tergolong sangat rendah menunjukkan bahwa jumlah murid dan guru hampir sama. Jika dibandingkan dengan ciri pada klaster pertama dan dilihat dari karakteristik negara yang bersangkutan, diduga hal ini disebabkan karena angka partisipasi sekolah lanjutan di Indonesia masih tergolong rendah. Angka partisipasi sekolah dasar di Indonesia lebih tinggi dari angka partisipasi sekolah lanjutan.
  2. Hal tersebut sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada jenjang SMP selama periode tahun 2006-2008 berkisar 66%, angkanya masih dibawah APM-SD, meskipun demikian mengalami kenaikan walaupun tidak signifikan, yaitu dari 66,52% tahun 2006 mejadi 66,98% tahun 2008. Artinya, minat murid SD untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi masih rendah. Perbandingan jumlah murid dan guru pada pendidikan dasar yang sedikit berbeda mengindikasikan bahwa jumlah murid dan jumlah guru sudah cukup proporsional.
  3. Sementara itu, angka kematian balita yang juga rendah menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup cukup terlaksana. Persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah tinggi, sedangkan persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB rendah menunjukkan bahwa pembiayaan untuk pendidikan sebagian besar ditanggung oleh pemerintah dan kontribusi sektor lain lebih kecil. Selain itu, tingginya pengeluaran untuk pendidikan dari APBN yang tidak diimbangi dengan pengeluaran pada PDB yang rendah menunjukkan bahwa pembiayaan pembangunan pendidikan tersebut tidak efektif, baik secara kualitas maupun kuntitas.
  4. Klaster ketiga terdiri dari Negara Afrika Selatan. Klaster ini memiliki ciri rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah, dan angka kematian balita cukup tinggi dibandingkan dengan klaster lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan di negara tersebut belum cukup berkembang dan menghasilkan. Sementara itu, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB sangat tinggi. Hal ini menunjukkan peran swasta dalam pembiayaan pendidikan di negara tersebut lebih dominan daripada pemerintah.
  5. Klaster keempat hanya beranggotakan Ethiopia. Klaster ini memiliki karakteristik rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan, dan angka kematian balita yang tinggi dibandingkan dengan klaster lain. Sementara itu, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah sangat tinggi dan persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB tinggi dibandingkan dengan klaster lain.
  6. Klaster kelima terdiri dari Afrika Tengah. Klaster ini merupakan klaster yang paling parah dibandingkan dengan klaster lain berdasarkan karakteristik pendidikan yang digunakan. Klaster ini memiliki ciri rasio murid dan guru pada pendidikan dasar, rasio murid dan guru pada pendidikan lanjutan, dan angka kematian balita sangat tinggi. Rasio murid dan guru yang tinggi, baik pada pendidikan dasar maupun lanjutan, menunjukkan bahwa di negara tersebut masih sangat kekurangan tenaga pengajar. Begitupun dengan angka kematian balita yang sangat tinggi juga merupakan dampak dari minimnya tingkat pendidikan di negara tersebut. Sementara itu, persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total pengeluaran pemerintah dan sangat rendah persentase pengeluaran untuk pendidikan terhadap total PDB. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah di negara tersebut sangat kurang memperhatikan pendidikan, dari sisi dana.

Kesimpulan dan Saran

 

Dari karakteristik klaster pada hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

  1. Klaster pertama memiliki karakteristik pendidikan yang sangat baik. Anggota dalam klaster ini merupakan negara-negara maju yang telah membangun sumber daya manusia dengan memperhatikan pendidikannya.
  2. Klaster kedua memiliki karakteristik pendidikan yang cukup baik. Anggota dalam klaster ini adalah Indonesia sebagai negara berkembang.
  3. Klaster ketiga, keempat, dan kelima memiliki karakteristik pendidikan yang kurang baik. Anggota dalam klaster ini masing-masing berurutan adalah Afrika Selatan, Ethiopia, dan Afrika Tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun