Mohon tunggu...
Yuniarto Hendy
Yuniarto Hendy Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Lepas di China Report ASEAN

Youtube: Hendy Yuniarto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pemandu Karaoke

22 Februari 2020   13:42 Diperbarui: 22 Februari 2020   22:06 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Karaoke (dokpri)

Berdetak jam dinding kamar kos menunjukkan segera pukul 8 malam. Mi rebus yang masih setengah di mangkuk segera Rini habiskan. Bergegas ia beranjak membuka lemari pakaiannya, berdandan sambil membaca urut pesan WA baru.

Tema malam ini adalah gadis sekolah Jepang. Ia merasa salah kostum dan cepat menggantinya dengan seragam pelaut. Disisir pula rambutnya bergaya poni serta dikuncir rambut panjangnya menjadi dua.

Tak ingin dilihat banyak teman kos dan warga perumahan, ia mengenakan jaket denim. Tak lupa mengunci kamar kosnya dan segera meluncur ke tempat kerjanya, setiap malam di KTV Ria.

Malam ini KTV lebih sepi, mungkin karena akhir bulan. KTV Ria terletak di pusat kota, tidak jauh dari gedung-gedung administrasi pemerintahan, serta kantor Bupati yang berjarak 200 meter. Dari awal merantau sekitar 3 tahun lalu sampai  sekarang Rini selalu mengagumi kota ini.

Ia masih ingat ketika duduk di bangku SMA, guru geografi bertanya: "kalau sudah lulus mau kerja atau kuliah di mana ?". Hampir semua murid menjawab ke kota ini. Tentu jawaban klasik itu selalu muncul seolah tak ada pilihan  lain. Kota ini memang tidak jauh dari kampungnya, hanya perlu naik ojek sampai pinggir teluk lalu menumpang kapal speed selama 30 menit.

Hampir semua anak muda ingin merantau ke kota ini untuk sekolah, kuliah, dan kerja. Tak terkecuali Rini, gadis bertubuh mungil berkulit kuning langsat. Ia bercita-cita menjadi sarjana ekonomi dan kemudian bekerja di perusahaan tambang, bergengsi tak ada tandingannya di kota ini.

Ia membayangkan banyaknya kesempatan jika lulus kuliah dan bekerja di perusahaan tambang, kebanggaan masyarakat seluruh kota dan kabupaten. Bagaimana tidak, gaji perusahaan tambang jauh lebih tinggi, bahkan gaji cleaning service sekalipun lebih tinggi daripada bekerja di tambak-tambak ikan di kampung.

Kota ini dikelilingi oleh pegunungan dan hutan kaya batu bara. Dalam 20 tahun terakhir banyak berdiri perusahaan tambang, dalam negeri dan luar negeri, membabat hutan pegunungan dan mengeruk emas hitamnya, pagi siang malam tanpa istirahat, tanpa ampun. Mobil dan truk tambang berseliweran dari kota ke pegunungan, begitu sebaliknya, hingga ke pantai untuk dimuat dalam tongkang siap kirim ke Jawa atau ekspor ke luar negeri.

Pegunungan yang dulu lebat penuh pepohonan kini rata dan meninggalkan banyak lubang. Lubang maut itu beberapa kali meminta korban, anak-anak polos yang bermain-main tercebur ke lubang tak terselamatkan.

Akibat angkutan berat jalanan aspal yang dulu mulus rata kini berlubang tak karuan. 10 tahun tetap begitu tanpa perbaikan, meskipun gedung administrasi pemerintah semakin megah. Jalanan kota kini semakin berdebu. Sungai yang tadinya jernih mulai keruh dan gelap. Ikan-ikan khas yang ditangkap nelayan dan pemancing semakin langka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun