Mohon tunggu...
Yohanes Haryono, S.P, M.Si
Yohanes Haryono, S.P, M.Si Mohon Tunggu... pegawai negeri -

AKU BUKAN APA-APA DAN BUKAN SIAPA-SIAPA. HANYA INSAN YANG TERAMANAHKAN, YANG INGIN MENGHIDUPKAN MATINYA KEHIDUPAN MELALUI TULISAN-TULISAN SEDERHANA.HASIL DARI UNGKAPAN PERASAAN DAN HATI SERTA PIKIRAN. YANG KADANG TERLINTAS DAN MENGUSIK KESADARAN. SEMOGA BERMANFAAT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gemohing, Hamaren, dan Gotong Royong

23 Maret 2018   21:52 Diperbarui: 23 Maret 2018   22:32 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Nilai-nilai sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Kei merupakan salah satu modal dasar bagi peningkatan persatuan dan kesatuan termasuk menyemangati masyarakat dalam melaksanakan pembangunan di daerah ini. Hubungan-hubungan kekerabatan adat dan budaya harus terus didorong sehingga dapat menciptakan sinergitas yang andal bagi upaya bersama membangun generasi Baru di masa mendatang. 

Pendukung kebudayaan gotong royong, , Maren, Gemohing terindikasi dari pengguna bahasa lokal yang diketahui masih aktif dipergunakan. Meskipun masyarakat di daerah mencerminkan karakteristik masyarakat yang multi kultur, tetapi pada dasarnya mempunyai kesamaan nilai budaya sebagai representasi kolektif.

 Salah satu diantaranya adalah filosofi "larvul ngabal" (MALUKU) yang selama ini telah melembaga sebagai cara pandang masyarakat tentang kehidupan bersama. Dalam filosofi ini, terkandung berbagai pranata yang memiliki "common values" dan dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Sebutlah pranata budaya seperti Masohi, maren, sasi, hawear, gemohing, pring reketek, dsb. Adapun filosofi "larvul ngabal" dimaksud telah menjadi simbol identitas daerah, karena selama ini sudah menjadi logo dari Pemerintah Daerah. Larvul Ngabal adalah filsafat hidup yang holistik; filsafat itu pernah ada, dan senantiasa hidup dalam peradaban masyarakat.

 Larvul Ngabal adalah pendekatan yang mempunyai posisi sentral dalam suatu susunan pendekatan yang berwatak jamak. Artinya, hanya di dalam pendekatan Larvul Ngabal, pendekatan-pendekatan lainnya dimodulasikan dan berproses secara utuh dan dinamis untuk merencanakan, rakyat di daerah, kemarin, hari ini dan yang akan datang. Dalam konteks pembangunan daerah nilai-nilai budaya lokal yang masih ada dan hidup di kalangan masyarakat, dapat dipandang sebagai modal sosial yang perlu dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan daerah. Filsafat Hidup Masyarakat : Kita semua sekeluarga/saudara, Katong samua basudara, Kita semua sama saudara.

 Revitalisasi nilai-nilai budaya daerah sebagai modal sosial terus diupayakan demi terpeliharanya relasi-relasi sosial yang sebelumnya terpelihara secara harmonis berdasarkan nilai-nilai kebangsaan dan budaya lokal. Untuk itu, pranata pemerintahan "negeri" di harapkan bisa di-PERDA-kan sebagai modal sosial yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan daerah yang berbasis potensi lokal. 

Nilai-nilai sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat merupakan salah satu modal dasar bagi peningkatan persatuan dan kesatuan termasuk menyemangati masyarakat dalam melaksanakan pembangunan di daerah ini. Hubungan-hubungan kekerabatan adat dan budaya harus terus didorong sehingga dapat menciptakan sinergitas yang andal bagi upaya bersama membangun daerah di masa mendatang.

 Semangat gotong royong tetap tinggi, bahkan sejak nenek moyang kita sifat kcgotongroyongan terpelihara secara baik. Hal itu ditandai dengan kehidupan mereka yang aman, damai dan sejahtera. Mereka hidup rukun dan damai melaksanakan pembangunan untuk memajukan tempat mereka berada.

 Pernahkah melihat rombongan semut membawa remah makanan? Awalnya satu semut menemukan makanan, lalu ia akan berkirim kode ke semut lain yang ditemuinya, semut yang ditemuinya tersebut akan berkirim kode lagi ke semut berikutnya. Lalu setelah pesan terkirim, datanglah serombongan semut berbaris untuk mengangkat makanan temuan tersebut ke sarang mereka. Serombongan semut itu akan bergotong-royong mengangkat remah-remah makanan tersebut, beramai-ramai.

 Dari serombongan semut kita bisa mempelajari banyak hal. Tuhan memang menciptakan alam untuk dipelajari dan menemukan kebesaran-Nya di sana. Dari semut kita bisa mempelajari bagaimana caranya bergotong-royong, berhubungan satu dengan yang lain, berhemat menyimpan makanan, berdiri sejajar karena tidak saling menonjolkan diri, dan sebagainya. 

Semua pertanda di dalam hidup ini ada untuk dibaca, dipahami dan dipelajari oleh makhluk yang hidup di dalamnya. Tuhan memang menciptakan alam semesta ini sebagai pertanda bagi orang yang mengetahui.

 Gotong-royong, Maren, dan Gemohing, adalah sebuah kearifan lokal yang didapat oleh para pendahulu yang mungkin saja diperoleh dari hasil memperhatikan alam. Bahwa semua yang hidup saling berhubungan dan membutuhkan. Di dalam kegiatan yang membutuhkan kebersamaan ini ada unsur saling peduli, saling bantu membantu dengan tujuan untuk saling meringankan beban bersama. Filosofinya adalah dari kita untuk kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun