Mohon tunggu...
Yohanes Haryono, S.P, M.Si
Yohanes Haryono, S.P, M.Si Mohon Tunggu... pegawai negeri -

AKU BUKAN APA-APA DAN BUKAN SIAPA-SIAPA. HANYA INSAN YANG TERAMANAHKAN, YANG INGIN MENGHIDUPKAN MATINYA KEHIDUPAN MELALUI TULISAN-TULISAN SEDERHANA.HASIL DARI UNGKAPAN PERASAAN DAN HATI SERTA PIKIRAN. YANG KADANG TERLINTAS DAN MENGUSIK KESADARAN. SEMOGA BERMANFAAT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gemohing, Hamaren, dan Gotong Royong

23 Maret 2018   21:52 Diperbarui: 23 Maret 2018   22:32 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Gotong Royong, Hamaren, Gemohing dan Perubahan Sosial Kemasyarakatan

 

Budaya Gotong Royong, Hamaren, dan Gemohing saat ini, sedang berada dalam sebuah ketegangan, berdialetik dengan berbagai perubahan sosial kontemporer. Reliabilitas sosial atau keterandalannya diuji, apakah tetap bertahan atau terus berubah. Karenanya, Gotong Royong, Hamaren, dan Gemohing juga mengalami proses "trial and error" sebagai respons masyarakat terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya. Masyarakat, untuk itu, bila tidak arif menyikapinya, niscaya budaya Gotong Royong, Hamaren, dan Gemohing hanya menjadi sebuah narasi tentang masa lalu, tanpa memiliki makna. Dengan demikian, masyarakat Kei akan kehilangan identitas sebagai makhluk berbudaya, sebab melalui kulturnya, mereka mengungkapkan makna eksistensialnya.

 

Dengan adanya arus moderninasi dan globalisasi atau pengaruh budaya barat yang begitu deras dewasa ini, yang langsung bisa menembus hingga ke pelosok tanah air yang tidak bisa lagi mampu dibendung oleh siapapun, termasuk oleh pemerintah, mengakibatkan adanya suatu perubahan yang sangat mendasar pada tatanan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

 

Ini menimbulkan pengaruh yang luar biasa terhadap budaya yang selama ini dijunjung tinggi oleh bangsa ini, terutama budaya tradisional yang dikenal dengan sebutan budaya Gotong Royong, Hamaren, dan Gemohing yang menjadi kebanggaan masyarakat. Dalam waktu yang relatif singkat telah berubah dengan kecepatan yang sangat tinggi menjadi sifat-sifat egoistis, individualistik dan sifat masa bodoh serta tidak mau lagi peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya, baik itu tetangga, teman dekat bahkan orang-orang yang hidupnya kurang beruntung. sifat-sifat seperti ini sudah mulai terlihat menonjol, sehingga budaya Gotong Royong, Hamaren, dan Gemohing yang di masa lalu berdiri tegak, berangsur-angsur mulai menipis.

 

Bila di masa lalu masyarakat selalu dilindungi oleh adanya jaminan sosial, berupa budaya Gotong Royong, Hamaren, dan Gemohing dan saling tolong-menolong diantara warga masyarakatnya, budaya itu terlihat begitu kentalnya, namun akhir-akhir ini budaya yang sangat baik itu kalau tidak hati-hati dan tidak ada yang memotivasi untuk membangkitkan kembali, dikhawatirkan akan berubah menjadi budaya yang hanya mementingkan kepentingan pribadi atau golongan yang sifatnya sesaat. Hal ini sangat membahayakan bagi kelangsungan masyarakat itu sendiri.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun