“Iya,terima kasih atas sarannya,Nek.”
“Mungkin kau bingung mengapa nenek-nenek seperti aku masih memaksakan untuk naik sepeda,bukankah begitu?”
“Iya,aku berpikir begitu tadi,” jawab Stephani dengan tertawa kecil.
“Aku hanya ingin merasakan hal-hal yang seharusnya aku lakukan waktu masa muda. Aku terlalu takut mencoba waktu itu,lalu aku menyesal sekarang.”
“Mengapa Nenek takut mencobanya?”
“Aku selalu menunda dan berpikir terlalu lama dalam melakukan suatu hal,dan itu adalah hal yang salah. Maaf aku tiba-tiba curhat begini.”
Perbincangan dengan nenek tua itu memberikan titik terang pada hati Stephani. Dia mau menyadari bahwa selama ini dia juga suka bahkan mencintai seorang Alex. Alex adalah tempat dia bersandar selama ini. Alex memiliki tempat di hati Stephani! Ya,dialah yang merajai hati Stephani sekarang. Gengsi adalah akar dari ini semua. Dia tak mau berpikir lebih panjang lagi,dia tak mau menyesal diakhir seperti nenek tua itu.
Dia berlari menuju kafe tempat Alex bekerja. Matanya mencari sosok Alex disetiap sudut kafe. Namun hasilnya nihil. Dia memutuskan bertanya pada pelayan kafe yang ada di meja kasir.
“Apa kau tau di mana Alex?” tanyanya dengan napas terburu-buru.
“Alex sudah tak bekerja di sini lagi,dia mengundurkan diri. Oh ya,siapa namamu?”
“Stephani Watson,kenapa?” tanyanya bingung.