Mohon tunggu...
jefry Daik
jefry Daik Mohon Tunggu... Guru - seorang laki - laki kelahiran tahun 1987

pernah menjadi guru pernah menjadi penjual kue pernah menjadi penjual tahu pernah menjadi penjual Nasi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kepada Seorang Putra di Sudut Batinku

26 September 2020   04:50 Diperbarui: 26 September 2020   05:08 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : pixbay dan shutterstock

Dalam hati Aryo merasa iri dengan sahabatnya. Punya ayah dengan jabatan hebat, ibu yang lemah lembut. Aryo juga mengagumi Andre yang memiliki tubuh ideal layaknya para polisi muda lainnya. Andre sangat maskulin dengan air yang menetes dari kepalanya lalu membasahi baju putihnya yang digulung selengan.

Memang ada gerak -- gerik kemayu dalam dirinya namun itu tidak begitu kentara. Hanya pada saat tertentu ketika ia berada dalam depresi maka sisi cengengnya muncul. Biasalah kalau saat -- saat seperti itu curhatnya akan melebihi wanita yang lagi datang bulan.

Sifat seperti itu muncul pada anak yang sering dimanja. Ah... seandainya bisa ditukar, Aryo sangat ingin menjadi Andre. Tapi Aryo sadar Aryo tidak bisa menjadi polisi. Ibunya trauma karena ayah Aryo mati ditembak penjahat saat bertugas di Palembang. Aryo mengenal  Andre ketika  Andre pindah ke kompleks perumahan Aryo diwaktu Aryo sedang mengalami  masa kabung.

BAGIAN KEDUA : SEMAKIN SULIT

Aryo ingat waktu itu Andre berlari dikejar ayahnya dengan ikat pinggang. Andre memanjat pohon kelapa setinggi tingginya yang tidak turun sampai matahari terbenam. Sedang ayahnya menunggu dibawah pohon kepala sambil mengomel tiada habis. Andre begitu ketakutan Bodoh sekaligus lucu saat  mengencingi ayahnya sendiri. Andre baru turun ketika Ayahnya  berjanji tidak memukulnya dan melempar ikat pinggangnya ke semak - semak. Andre yang polos, Andre yang kelelahan itu turun bagai cicak yang merayap. Namun begitu Andre Turun, tetap dia kena tempeleng.

"kalau kamu jatuh bagaimana? Kalau kamu sakit siapa yang susah? Kalau  kamu mau mati biar saya tampar kamu sampai mati."

Ngeri juga mendengar suara Om Hardy yang menggelegar. Tidak ada seorangpun yang berani melerai karena beliau adalah orang memiliki pangkat tinggi dan juga warga baru. Belum diketahui tabiat, belum dikenal karakternya. Salah-salah orang lain bisa jadi korban pelampiasan.  Aryo berdiri di antara kerumunan orang yang menonton dengan perasaan takut tapi juga kasihan.

Andre tidak menangis. Walau ditampar sebanyak 2 kali sampai terjerembap ke tanah. Begitu jatuh, ia berusaha bangkit lagi, walau kakinya gemetaran. Seluruh tubuhnya panas dingin. Bau pesing dicelananya sudah mengering. Ada memar di lengannya, bekas memeluk batang kelapa  erat - erat.

Dan ketika Om Hardy telah puas mendidik anaknya, tante Ajeng muncul dari balik bunga -- bunga. Di bentak oleh Suaminya

"Lihat anakmu ini! Atur dia." Ucap Om Hardy sambil lalu

Tante Ajeng datang tanpa suara dan hanya mengusap putranya sambil menepuk punggungnya. Dia memeluk  putranya dan menciumnya sangat lama. Lalu airmata wanita itu tumpah ruah. Isakan yang tertahan membuat bahunya berguncang naik turun.  Aryo menangis ketika melihat adegan itu.

Andre sendiri sudah hilang kesadaran. Tak merasakan tubuhnya telah digotong beberapa orang. Khusuk tanpa bersuara. Seolah -- olah pahlawan yang telah gugur. Jika ada suara karena sandal jepit mereka terlepas maka mereka hanya bisa berbisik -- bisik. Takut menimbulkan keributan dan membuat masalah baru.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun