Mohon tunggu...
Jemi Kudiai
Jemi Kudiai Mohon Tunggu... Pemerhati Governace, Ekopol, Sosbud

Menulis berbagi cerita tentang sosial, politik, ekonomi, budaya dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pembanguan Papua: Dari Dana Besar ke Perubahan Nyata

21 September 2025   14:41 Diperbarui: 21 September 2025   14:41 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggaran otonomi khusus atau anggaran apa saja di Papua itu harus diawasi dengan baik dan diperiksa, (Sumber: BPS)

Saya menganalisa persoalan persoalan pembangunana di tanah Papua ini kompleks, dari Proses Pembangunan, Proses Struktur, dan Entitas Pembangunan. Dapat kita amati Bersama dan kadang memandang Papua dengan begitu banyak anggaran dari pusat namun, letak persoalnya adalah besarnya luas wilayah datar, pegunyungan dan Papua ini termasuk unik. Oleh sebab itu kebejikan keberlanjutan dan spesifikasi desentralisasi memang dilakukan.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus), Papua mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat. Dana besar mengalir untuk membangun infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan ekonomi lokal. Pada 2002, dana Otsus pertama kali masuk sekitar Rp 1,38 triliun, lalu naik menjadi Rp 1,53 triliun pada 2003, Rp 1,64 triliun pada 2004, dan Rp 1,77 triliun pada 2005. Angka ini terdengar besar, tetapi kenyataan di lapangan masih berbeda jalan rusak, sekolah dan fasilitas kesehatan terbatas, serta layanan dasar lainnya masih minim, rawan konflik. Dana besar kadang habis untuk kegiatan seremonial atau dibagikan tunai tanpa meninggalkan manfaat jangka Panjang, adalah kesalahan manajerial pemerintahan lolal tanpa mengunakan arahan juknis dan juklas pemerintah pusat.

Proses Pembangunan

Proses pembangunan adalah cara dana itu digunakan untuk mengubah kondisi nyata masyarakat, agar lebih sejahtera akan tetapi justru sebaliknya terlihat serapan anggaran yang tidak menyetu kehidupan masyarakat. Di Papua, banyak kampung di pedalaman misalnya Kabupaten Puncak, Puncak Jaya, Intan Jaya, Yahukimo, dan Lanny Jaya, Tolikara, Nduga yang sulit dijangkau. Beberapa hanya bisa diakses dengan berjalan kaki atau helikopter. Akibatnya, sebagian besar dana terserap untuk transportasi dan logistic, kondisi nyata yang tak bias.

Sehingga agar dapat menjalanan konsep dan proses pembangunan efektif, masyarakat harus dilibatkan langsung kepada beberapa komponen terpenting. Musyawarah kampung bukan sekadar formalitas, tapi harus menjadi ruang untuk menentukan prioritas, seperti membangun jalan, sekolah, atau sarana ekonomi local dibangun secara gotong royong. Mengacu pada contoh sukses terlihat di beberapa desa Biak Numfor, yang menggunakan dana untuk usaha berbasis sagu dan perikanan serta membangun jaringan internet sederhana untuk pendidikan anak-anak. Ini menunjukkan bahwa proses yang partisipatif membuat dana lebih bermanfaat dan sesuai kebutuhan lokal.

Proses vs Struktur

Penataan struktur pembangunan di Papua sudah lengkap UU Otsus, UU Desa, pemerintah provinsi dan kabupaten, serta perangkat kampung. Struktur ini menjadi kerangka hukum untuk menjalankan pembangunan. Tapi struktur saja tidak cukup tanpa proses partisipatif. Musyawarah kampung yang hanya formalitas membuat dana mengalir tanpa arah, sehingga pembangunan minim dampak nyata.

Sebaliknya, proses partisipatif tanpa struktur yang kuat juga sulit bertahan lama. Misalnya, beberapa inisiatif masyarakat di Kabupaten Puncak sempat gagal karena prosedur administrasi yang rumit dan koordinasi antar instansi lemah. Ini menegaskan bahwa proses dan struktur harus berjalan bersamaan agar dana Otsus dan Dana Desa bisa memberi perubahan nyata di setiap kampung.

Fenomena serupa terlihat di Yahukimo dan Tolikara. Desa-desa terpencil menerima miliaran rupiah per tahun, tapi dana banyak terserap untuk biaya operasional dasar. Jalan tetap rusak, fasilitas belajar terbatas, dan sanitasi minim. Hal ini menunjukkan bahwa struktur harus didukung proses adaptif yang kreatif agar pembangunan berhasil.

Entitas Pembangunan

Entitas pembangunan mencakup pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, aparat desa, tokoh adat, tokoh agama, LSM, dan masyarakat. Setiap entitas punya peran penting. Di Papua, masyarakat adat dan tokoh agama punya legitimasi sosial tinggi. Keterlibatan mereka dalam pengawasan dan perencanaan bisa memastikan dana dipakai sesuai kebutuhan dasar dan jangka panjang.

Namun, kenyataannya, elite lokal sering mendominasi pengelolaan dana, sementara tokoh adat dan tokoh agama kurang dilibatkan, sebatas kasat mata. Akibatnya, proyek pembangunan terkadang hanya menguntungkan kelompok tertentu, bukan masyarakat luas. Agar pembangunan adaptif dan kreatif, semua entitas harus berkolaborasi, bekerja transparan, dan akuntabel.

Kabupaten pedalaman seperti Lanny Jaya, Puncak, dan Yahukimo menjadi contoh nyata perlunya kolaborasi. Dana desa dan Otsus harus digunakan untuk membangun jalan, fasilitas belajar, sanitasi, serta ekonomi lokal seperti pengembangan sektor perkebunan, perikanan, pertanian pegunungan, dan kerajinan tradisional. Pemuda bisa diberdayakan sebagai pengawas penggunaan dana, sekaligus sebagai penggerak inovasi ekonomi lokal berbasis teknologi sederhana untuk kedepan.

Dampak Dana Otsus dan Dana Kampung di Papua

Sejak 2002 hingga 2005, dana Otsus yang masuk ke Papua sudah lebih dari Rp 6 triliun. Tapi indikator pembangunan seperti akses pendidikan, infrastruktur, dan layanan kesehatan masih tertinggal. Kabupaten Puncak, meski menerima Dana Kampung miliaran rupiah per tahun, sebagian besar dana habis untuk transportasi dan logistik. Jalan kampun tetap rusak, fasilitas belajar terbatas, dan layanan kesehatan minim sekali.

Sebaliknya, beberapa desa di Biak Numfor menunjukkan bagaimana dana bisa digunakan kreatif mereka. Mereka memanfaatkan dana untuk usaha produktif berbasis sagu dan perikanan serta membangun jaringan internet untuk pendidikan. Contoh ini menunjukkan bahwa ketika proses partisipatif, struktur kelembagaan, dan kolaborasi entitas berjalan sinergis, dana dapat menciptakan perubahan nyata.

Rekomendasi Pembangunan Kreatif

  • Transparansi dan Akuntabilitas: Laporan penggunaan dana harus dipublikasikan, agar masyarakat bisa ikut mengawasi.
  • Fokus pada Ekonomi Lokal: Dana harus mendorong usaha produktif berbasis potensi lokal, bukan sekadar konsumsi jangka pendek.
  • Kolaborasi Antar Entitas: Pemerintah, aparat kampung, tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat harus bekerja sama.
  • Pemberdayaan Pemuda: Pemuda harus dilibatkan sebagai pengawas dan penggerak inovasi, sekaligus pemanfaat teknologi untuk pembangunan lokal.

Kesimpulan

Pembangunan Papua harus menjadi adaptasi kreatif terhadap perubahan. Proses pembangunan harus partisipatif, struktur kelembagaan kuat, dan semua entitas bekerja bersinergi. Dana besar tanpa arah dan pengawasan tidak akan mengubah kehidupan masyarakat. Papua butuh paradigma baru dari budaya bagi-bagi uang menjadi budaya membangun masa depan yang produktif, kreatif, dan berkelanjutan. Dengan cara ini, dana Otsus dan Dana kampun bisa menjadi motor penggerak pembangunan nyata, mengangkat kesejahteraan masyarakat, dan membuka jalan bagi generasi masa depan Papua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun