Mohon tunggu...
Jemi Kudiai
Jemi Kudiai Mohon Tunggu... Pemerhati Governace, Ekopol, Sosbud

Menulis berbagi cerita tentang sosial, politik, ekonomi, budaya dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Durkheim: Generasi Muda Papua di Tengah Badai Hoaks

21 September 2025   03:57 Diperbarui: 21 September 2025   01:22 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi muda Papua tidak boleh dibiarkan hanyut dalam badai hoaks. (Sumber: smk22jakarta.sch.id)

Budaya Papua: Benteng yang Mulai Terkikis

Padahal, Papua memiliki modal sosial yang sangat kuat. Nilai-nilai adat tentang gotong royong, solidaritas keluarga besar, dan ikatan kampung merupakan benteng alami terhadap individualisme. Dalam budaya Papua, identitas tidak pernah terpisah dari komunitas.

Namun, globalisasi dan digitalisasi mulai mengikis nilai itu. Generasi muda lebih sering berinteraksi dengan “teman maya” ketimbang hadir dalam acara adat atau kegiatan sosial di kampung. Mereka lebih mengenal algoritma TikTok daripada cerita rakyat yang diwariskan leluhur. Inilah gejala nyata “bunuh diri sosial” dalam versi Durkheim.

Jalan Solusi: Dari Konsumsi ke Produksi

Lalu, apa yang bisa dilakukan? Solusi bukan dengan melarang anak muda Papua bermedia sosial, melainkan mengubah cara mereka memanfaatkannya. Ada beberapa langkah solutif yang bisa ditempuh:

  • Ubah konten hiburan jadi produktif. TikTok Live bisa dipakai untuk menampilkan musik Papua, tarian, atau obrolan budaya. Dengan begitu, siaran langsung tidak lagi sekadar teriakan, tetapi bisa mendatangkan gift dan apresiasi nyata.
  • Facebook sebagai etalase ekonomi. Generasi muda bisa menjual noken, ukiran, atau kuliner khas Papua lewat Facebook, bukan sekadar posting foto untuk mencari like. Facebook juga bisa dijadikan marketplace kreatif yang menguntungkan.
  • Bangun personal branding positif. Anak muda bisa tampil sebagai kreator konten yang mengangkat identitas Papua: musik hip hop lokal, sepak bola, kisah adat, atau keindahan alam. Identitas digital yang kuat bisa membuka peluang kerja sama dengan brand maupun lembaga.
  • Komunitas kreatif online. Lebih baik saling mendukung ketimbang saling menjatuhkan. Komunitas kreator Papua bisa menjadi wadah solidaritas baru, sehingga medsos tidak lagi memecah, tetapi menyatukan.
  • Literasi digital sebagai investasi. Pemerintah daerah, gereja, dan lembaga adat perlu mengadakan pelatihan tentang literasi digital: cara membuat konten kreatif, teknik monetisasi, serta etika bermedia. Dengan begitu, generasi muda lebih siap menjadi produsen konten, bukan korban hoaks.

Profit dan Solidaritas Bisa Sejalan

Kuncinya adalah mengubah paradigma. Media sosial tidak harus menjadi musuh, melainkan alat pemberdayaan. Profit bisa berjalan seiring dengan solidaritas. Anak muda Papua tetap bisa mencari penghasilan dari TikTok, Facebook, atau YouTube, tetapi dengan cara yang sehat dan bermanfaat. Mereka tidak hanya menjadi konsumen hiburan, melainkan produsen konten yang memberi manfaat bagi diri, komunitas, dan masyarakat luas.

Durkheim mengingatkan bahwa bunuh diri adalah cermin kesehatan sosial. Jika generasi muda Papua terjebak dalam egoisme digital, kesepian maya, dan hoaks, maka itu pertanda ikatan sosial kita sedang rapuh. Namun, jika nilai solidaritas adat dihidupkan kembali dalam ruang digital, media sosial bisa menjadi jembatan menuju masa depan.

Generasi muda Papua tidak boleh dibiarkan hanyut dalam badai hoaks. Mereka harus bangkit sebagai agen perubahan yang cerdas, produktif, dan berdaya saing. Saatnya media sosial tidak lagi menjadi ruang bunuh diri sosial, melainkan ruang pemberdayaan yang membawa profit sekaligus memperkuat solidaritas Papua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun