Dua sosok itu berjalan mendap-endap, meringankan langkahnya, mendekati pagar tembok tinggi. Kepala mereka menengok ke kanan dan ke kiri, sorot mata mereka tajam seolah menusuk kedalaman malam, memastikan situasi di sekitar mereka.
"Ayo, kamu segera naik," salah satu dari mereka berbisik kepada yang lain.
Ia menjalin dua tangannya dan sedikit menekuk kakinya. Lalu temannya meletakkan salah satu kaki di tangan yang terjalin itu. Dengan satu aba-aba tanpa suara, sosok yang agak merendahkan tubuh itu mendorong temannya ke atas.
Sang teman itu kini bisa meraih bagian atas pagar tembok. Dengan kekuatan tangannya, ia mengangkat tubuhnya. Setelah ia mengintip dan situasi terlihat aman, ia lalu menyentakkan dirinya hingga bisa menengkurapkan diri di atas tembok itu.
Sebelumnya, kawanan perampok itu sudah pernah mengintip kondisi rumah di balik tembok ini. Pengintaian kedua ini dimaksudkan untuk lebih memastikan situasi terakhir sebelum esok malam. Ketika diperbandingkan, tidak ada perubahan yang mencolok. Rumah ini secara aktif dijaga oleh empat orang, masing-masing dua orang di bagian depan dan belakang.
Pengintai itu lalu turun dengan gerakan gesit tanpa suara dan kemudian berbisik kepada temannya, "Ayo ke tembok samping yang ada pohon mangganya. Di situ tempat paling pas buat menyusup."
Dua orang itu beringsut ke tembok samping. Dengan cara yang sama salah satu dari mereka memanjat. Memang titik ini relatif aman, terlindung dedaunan pohon mangga. Tapi ada sedikit perbedaan dibanding pengintaian sebelumnya. Sebagian cabang yang mendekat ke tembok baru dipotong. Pastinya agar tidak dimanfaatkan untuk pegangan melewati dinding tembok, pikir si pengintai. Namun itu bukan masalah besar.
Setelah dirasa cukup, pengintai itu turun dan bergerak menjauhi rumah Ki Sriram. Mereka pun lalu berjalan memasuki kegelapan malam.
Sementara itu di suatu sudut gelap di balik rerimbunan pagar hidup, dua orang mengawasi gerak-gerik mata-mata perampok. Mereka adalah seorang prajurit kadipaten dan pemuda desa. Mereka bersembunyi di halaman rumah tetangga Ki Sriram. Setelah berjuang melawan kantuk dan nyamuk, mereka benar-benar terjaga ketika dua mata-mata itu datang.
Sesaat setelah pengintai itu menjauh, prajurit pengintai itu berbisik kepada si pemuda, "Nak, kamu tetap di sini ya. Aku akan membuntuti dua orang itu."
Pemuda itu belum sempat menjawab, prajurit pengintai itu sudah berkelebat menuju ke arah perginya pengintai yang dikirim kawanan perampok tersebut. Pengintai itu bergerak menuju perbatasan desa. Mereka tidak melewati jalan desa, tapi menerobos lahan kebun dan persawahan. Prajurit itu terus mengikuti mereka pada jarak aman sambil sesekali bersembunyi.