Mohon tunggu...
Jacklyn FayzaHidayat
Jacklyn FayzaHidayat Mohon Tunggu... Lainnya - XII MIPA 6

XII MIPA 6

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bukan Sultan Belanda

17 November 2021   23:12 Diperbarui: 17 November 2021   23:28 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

   Dua bulan sesudah hari penobatan, aku dihadapkan pada peristiwa sejarah baru, yakni pendudukan Jerman atas Belanda pada tanggal 10 Mei 1940. Kondisi ini disusul dengan  serangan Jepang terhadap Amerika Serikat melalui pemboman Pearl Harbour, pangkalan Angkatan Laut AS yang terbesar di Pasifik. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda menyatakan perang terhadap Jepang. Tanggal 1 Maret 1942 satuan tentara Jepang mulai mendarat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, hingga akhirnya pada tanggal 5 Maret 1942 berhasil memasuki Kota Yogyakarta.

   Dengan menyerahnya pemerintah Hindia Belanda kepada Jepang, maka praktis Yogyakarta juga berada dibawah kekuasaan Jepang. Pada zaman pendudukan Jepang, aku dan Paku Alam mendapat perlakuan istimewa. aku dan Sri Paku Alam ditetapkan menjadi Ko (Raja), masing-masing memimpin pemerintahannya sendiri dengan segala hak istimewanya yang dimiliki sebelumnya.

   Semenjak Jepang menguasai Yogyakarta, aku memerintahkan Pepatih Dalem untuk berkantor di Keraton. Dengan demikian maka pihak penjajah Jepang jika ingin mengadakan hubungan denganku tidak perlu melalui Pepatih Dalem. Hal ini dilakukan agar Jepang tidak bisa mengadu dombaku dengan Pepatih Dalem.

   Untuk lebih memperkecil peranan dan kekuasaan Pepatih Dalem, maka aku membagi Pemerintah Kasultanan dalam jawatan-jawatan yang diberi nama Paniradya, yang masing-masing dikepalai oleh seorang kepala Jawatan yang diberi nama Paniradyapati. Dengan adanya jawatan-jawatan ini maka peranan Pepatih Dalem telah tergantikan oleh kepala Jawatan yang membidangi urusannya masing-masing. Sekilas akan nampak bahwa aku memahami betul birokrasi pemerintahan tradisional dengan membentuk semacam Jawatan atau Departemen. Hal tersebut tentu saja hasil dari ketekunannya selama menempuh pendidikan di negeri Belanda.

Aku berhasil mematahkan politik penjajah yang mempergunakan Pepatih Dalem sebagai alat untuk mengabdi kepada kepentingan penjajah dan untuk diadu domba denganku untuk kepentingan penjajah. Aku menghapus fungsi Pepatih Dalem dan aku sendiri berkantor di Kepatihan untuk melakukan kekuasaan Pepatih Dalem dalam memerintah sendiri daerahnya yaitu Kasultanan Yogyakarta. Dengan demikian maka langkah politik dari aku ternyata tepat sekali untuk dapat menghadapi saat-saat Proklamasi Kemerdkaan Republik Indonesia kelak.

   17 Agustus 1945, dengan dikumandangkannya proklamasi oleh Soekarno dan Moh. Hatta, aku segera mengambil sikap. Dua hari setelah proklamasi, aku mengirim telegram ucapan selamat kepada para proklamator. Dua minggu setelahnya, tepatnya tanggal 5 September 1945, aku bersama Paku Alam VIII, mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa daerah Yogyakarta adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia.

    Ketika negara yang baru lahir ini menghadapi tekanan dari pemerintah kolonial yang datang kembali, aku mengundang para tokoh bangsa untuk pindah ke Yogyakarta. Aku menyatakan bahwa Yogyakarta siap menjadi ibukota negara Republik yang baru berdiri tersebut.

   Peranku terhadap republik juga ditunjukkan melalui dukungan finansial. Selama pemerintahan republik berada di Yogyakarta, segala urusan pendanaan diambil dari kas keraton. Hal ini meliputi gaji Presiden/ Wakil Presiden, staff, operasional TNI hingga biaya perjalan dan akomodasi delegasi-delegasi yang dikirim ke luar negeri. Aku sendiri tidak pernah mengingat-ingat berapa jumlah yang sudah dikeluarkan. Bagiku hal ini sudah merupakan bagian dari perjuangan. Bahkan aku memberi amanat kepada penerusku untuk tidak menghitung-hitung apalagi meminta kembali harta keraton yang diberikan untuk republik tersebut.

   Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan serangan Agresi Militer II dan sasaran pernyerbuaanya adalah Ibu Kota Yogyakarta. Terjadi peperangan sampai terjadi perang dingin. Presiden Soekarno dan wakil Presiden Mohammad Hatta, Sultan Syahrir dan yang lainnya ditangkap oleh Belanda. Namun aku sendiri tidak, dikarenakan kedudukanku yang istimewa. Pihak Belanda mengajakku untuk bekerja sama, tapi aku menolak ajakan tersebut.

   Aku dan Sri Paku Alam menulis surat yang berisi bahwa diriku melepaskan jabatan sebagai kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian aku menghubungi Panglima besar Jendral Sudirman, untuk membantuku melakukan serangan kepada  Belanda yang berada di Yogyakarta. Setelah itu aku menghubungi Letkol untuk menjadi pemimpin untuk melawan Belanda.

   Pertempuran Agresi Militer Belanda II telah banyak memakan korban jiwa dan kerusakan masif bagi Indonesia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak agar segera dilakukan perundingan damai secepat mungkin. Akhirnya tanggal 7 Mei 1949, Agresi Militer Belanda II berakhir dengan ditandatanganinya perjanjian Roem-Royen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun