Mohon tunggu...
Jacklyn FayzaHidayat
Jacklyn FayzaHidayat Mohon Tunggu... Lainnya - XII MIPA 6

XII MIPA 6

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bukan Sultan Belanda

17 November 2021   23:12 Diperbarui: 17 November 2021   23:28 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

   Setibanya di tanah air, aku disambut langsung oleh Sultan Hamengku Buwono VIII yang merupakah ayahku. Saat itu pula ayahanda menyerahkan kepadaku Keris Kyai Joko Piturun. Kyai Joko Piturun sebenarnya adalah atribut bagi putra mahkota, sehingga yang mengenakan bisa dianggap sebagai calon penerus tahta.

"Ayah ingin kamu menjadi penerus kesultanan Yogyakarta" Ucap ayah padaku.

Aku menuruti perintah ayah untuk menjadi penerus kesultanan Yogyakarta.

Selang beberapa hari kemudian, ayahanda tutup usia. Kesedihan menimpaku, kehilangan ayah menjadi momen paling berat yang aku alami. Namun aku harus menerima kepergian ayah, dan aku akan berusaha sebaik mungkin memimpin Yogyakarta.

  Sejak ayahanda wafat, kekuasaan Keraton Yogyakarta diambil alih oleh Gubernur Lucian Adam agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan. Selanjutnya Gubernur L. Adam membentuk panitia yang memiliki 5 anggota yang diketuai olehku. Pada saat itu aku berusia 27 tahun yaitu usia paling muda diantara paman dan saudara-saudaraku dan aku belum memiliki gelar pangeran sebagaimana lainnya. Kelima anggota tersebut adalah diriku yang menjabat sebagai ketua, sedangkan anggotanya terdiri dari G.P.H. Mangkukusumo, G.P.H. Tejokusumo, Puruboyo serta Pangeran Hangabehi. Aku dipilih sebagai ketua karena sesuai dengan keinginan Sultan HB VIII agar aku menggantikan kedudukannya sebagai Sultan. Namun demikian urusan suksesi kepemimpinan tergantung pada pemerintah Hindia Belanda yang selalu ditandai dengan adanya penandatanganan kontrak politik.

   Kontrak politik yang diajukan oleh pihak Belanda, benar-benar membuatku dan Gubernur L. Adam terlibat perdebatan panjang dan sangat lama. Kontrak politik memang selalu merugikan pihak Kesultanan, namun hal ini tetap saja diterima oleh para raja yang akan naik tahta, karena tekanan Belanda yang kuat dan mustahil untuk bermusuhan secara terbuka.

   Setelah 4 bulan tidak menghasilkan kesepakatan apapun, aku tiba-tiba berubah pikiran. Hal itu yang membuat begitu mengherankan diplomat senior Belanda tersebut karena aku bersedia menerima semua usulan Dr. Lucien Adams. Keputusan itu berdasar bisikan yang menyuruhku menandatangani saja kesepakatan yang diajukan karena Belanda tidak lama lagi akan pergi dari bumi Mataram.

   Satu minggu setelah naskah perjanjian politik ditandatangani, diadakan penobatanku menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Hari bersejarah tersebut jatuh pada hari Senin Pon tanggal 8 Sapar tahun Jawa Dal 1871 bertepatan dengan tanggal 18 Maret 1940.  Dalam prosesi penobatan ini aku mengucapkan pidato,

   "Sepenuhnya saya menyadari bahwa tugas yang ada dipundak saya adalah sulit dan berat, terlebih-lebih karena ini menyangkut mempertemukan jiwa Barat dan Timur agar dapat bekerja sama dalam suasana harmonis, tanpa yang Timur harus kehilangan kepribadiannya. Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa. Maka selama tak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat yang utama dalam Keraton yang kaya akan tradisi ini. Izinkanlah saya mengakhiri pidato saya ini dengan berjanji, semoga saya dapat bekerja untuk memenuhi kepentingan Nusa dan Bangsa, sebatas pegetahuan dan kemampuan yang ada pada saya."

   Para pejabat belanda terkejut mendengar pidatoku. Isi pidato tersebut menunjukkan bahwa aku tetap memegang budaya Jawa, meskipun aku telah lama mengenyam pendidikan di negeri Belanda. Sebagai pewaris budaya, aku tidak ingin menghapuskan kepercayaan masyarakat yang memiliki daya magis, meskipun pengertian kepercayaan itu yang telah menjadi tradisi masyarakat mengalami perubahan.

   Penobatanku mendatangkan harapan baru bagi seluruh masyarakat. Bahkan para cerdik pandai atau kaum intelektual di seluruh tanah air menaruh harapan padaku. Masyarakat sudah membaca di media massa bahwa aku bersikap tepat dan tabah selama perundingan politik dalam menghadapi tekanan Belanda itu. Masyarakat juga sudah mendengar riwayat hidupku yang berpandangan cukup maju dan modern, karena sudah sembilan tahun menekuni ilmu di negeri Belanda sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun